BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Persalinan prematur
yaitu persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu merupakan
hal yang berbahaya karena mempunyai dampak yang potensial meningkatkan kematian
bayi. Kematian bayi umumnya berkaitan dengan berat lahir rendah. Penyebab dari
partus prematur itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempunyai
peran dalam terjadinya partus prematur seperti faktor ibu, faktor janin dan
plasenta ataupun faktor
idiopatik/spontan yaitu sekitar 50% penyebab persalinan prematur yang
tidak diketahui sebabnya. (Krisnadi SR, Effendi J. S, Pribadi Adhi, 2009).
Persalinan Preterm
termasuk penyebab utama 60-80% morbiditas dan mortalitas neonatal di seluruh
dunia. Indonesia memiliki angka kejadian persalinan preterm sekitar 34% dan
merupakan penyebab utama kematian perinatal. Penyebab persalinan preterm sampai
saat ini masih belum jelas. Diperkirakan multifaktorial. (Purwahati, 2013).
Menurut Manuaba (2010),
Persalinan prematur (preterm) adalah persalinan yang terjadi pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu dengann perkiraan berat janin kurang dari 2500
gram. Resiko persalinan prematur adalah
tingginya angka kematian bayi, selain itu dapat terjadi gangguan pertumbuhan mental
– interlaktual dan fisik yang kurang menguntungkan sehingga dapat menjadii
beban keluarga, masyarakat dan Negara. Dengan demikian kelahiran “ prematur”
yang mempunyai.
6 bayi, ikterus 6
bayi, kelainan saluran cerna 6 bayi, lain – lain 60 bayi. (Dinas
Kesehatan Indramayu, 2012).
Kematian ibu di RSUD Indramayu bulan januari sampai
November tahun 2014 berjumlah 37 orang. Adapun kasus yang banyak ditemukan di
RSUD Indramayu yaitu KPD 1361 kasus, persalinan preterm atau prematurus 27
kasus.
(Data Ruang VK, RSUD Indramayu 2015).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum
terdapat tanda persalinan, pembukaan primi kurang dari 3 cm dan pada multipara
kurang dari 5 cm. (Umi Solikhah, 2011:97).
KPD beresiko menyebabkan infeksi pada ibu dan
sindrom distress pernafasan pada bayi, sedangkan persalinan preterm beresiko
menyebabkan infeksi terhadap ibu maupun bayinya, agar tidak terjadi resiko –
resiko tersebut perlu dilakukan antisipasi dengan tindakan yang tepat, sehingga
dapat menurunkan resiko terjadinya infeksi terhadap ibu maupun bayinya.
Berkenaan dengan banyaknya kasus persalinan preterm
dan KPD tersebut penulis bermaksud untuk melakukan asuhan pada Ny. D 20 tahun G2P0A1
umur kehamilan 29 minggu dengan persalinan preterm dan KPD di RSUD Indramayu
tahun 2014.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian
latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut : ´Bagaimana
Asuhan Kebidanan pada Ny. D 20 tahun dengan persalinan preterm dan KPD di RSUD
Indramayu tahun 2015.
D.
Ruang Lingkup
Asuhan kebidanan ini
dilakukan pada Ny. D 20 tahun dengan persalinan preterm dan Ketuban Pecah Dini
mulai tanggal 14 Desember 2015 di RSUD Indramayu.
E.
Manfaat
1.
Bagi Institusi
Pendidikan
Sebagai salah satu
metode pembelajaran agar mahasiswa mampu memberikan asuhan pada klien dengan
persalinan preterm dan KPD, melatih keterampilan dan kemampuan peserta didik
untuk meningkatkan mutu dan kopetensi bidang di masa yang akan datang.
2.
Bagi Rumah Sakit
Dapat meningkatkan
asuhan pada klien dengan persalinan preterm dan KPD yang sesuai standar
sehingga mengurangi resiko atau kejadian kematian ibu dan bayi di RSUD
Indramayu.
3.
Bagi Mahasiswa
Mampu memberikan asuhan
secara langsung pada klien dengan persalinan preterm dan KPD serta menerapkan
teori pada kasus nyata di lapangan, sehingga dapat meningkatkan kompetensi.
4.
Bagi klien
Mendapatkan asuhan yang
sesuai dengan standard an terhindar dari terjadinya komplikasi sehingga ibu dan
bayi sehat.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Persalinan Preterm
1.
Definisi
Ancaman persalinan
preterm : kehamilan diperumit oleh aktivitas uterus yang signifikan secara
klinis tetapi tanpa disertai oleh perubahan serviks. Persalinan preterm :
kejadian kontraksi uterus secara teratur yang menyebabkan penipisan atau
dilatasi serviks sebelum kehamilan berusia lengkap 37 minggu.
Partus prematurus atau
persalinan premature dapat diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang
teratur yang disertai pendataran dan /atau dilatasi cervix serta turunnya bayi
pada wanita hamil yang lama kehamilanya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259
hari) sejak hari pertama haid terakhir. (Harry Oxorn & Wiliam R. Forte,
2010:581).
Persalinan preterm atau
partus premature adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37
minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram.
(Taufan Nugroho, 2011:45).
Persalinan preterm
merupakan hal yang berbahaya karena potensial meningkatkan kematian perinatal
sebesar 65%-75%, umumnya berkaitan dengan berat lahir rendah. Berat lahir
rendah dapat disebabkan oleh kelahiran preterm dan pertumbuhan janin yang terhambat.
Keduanya sebaiknya dicegah karena dampaknya yang negative tidak hanya kematian
perinatal tetapi juga morbiditas.
Potensi generasi akan
datang, kelainan mental dan beban ekonomi bagi keluarga dan bangsa secara
keseluruhan.
Pada kebanyakan kasus,
penyebab pasti persalinan preterm tidak diketahui. Berbagai sebab dan faktor
diduga sebagai penyebab persalinan preterm, seperti : solusio plasenta,
kehamilan ganda, kelainan uterus, polihidramnion, kalian congenital janin,
ketuban pecah dini dan lain – lain.
Penyebab persalinan
preterm bukan tunggal tetapi multikompleks, antara lain karena infeksi. Infeksi
pada kehamilan akan menyebabkan suatu respon imunologik spesifik melalui
aktifitas sel limfosit B dan T dengan dengan hasil akhir zat – zat yang
menginisiasi kontraksi uterus. Makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa
mungkin sepertiga kasus persalinan preterm berkaitan dengan infeksi membranekorioamnion.
Cara masuknya kuman
penyebab infeksi amnion, dapat
sebagai berikut :
a.
Melalui jalur
transervial masuk ke dalam selaput amniokorion dan cairan amnion. E. coli dapat menembus membrane karioamnion.
b.
Melalui jalur
transervikal ke desidua/chorionicjuction pada
segmen bawah rahim.
c.
Penetrasi
langsung ke dalam jaringan serviks.
d.
Secara
hermatogen ke plasenta dan selaputnya
e.
Secara hematogen
ke myometrium.
Selain itu endotoksin
dapat masuk ke dalam rongga amnion secara difusi tanpa kolonisasi bakteri dalam
cairan amnion. Infeksi dan proses inflamasi.
Amnion merupakan salah
satu faktor yang dapat memulai kontraksi uterus dan persalinan preterm
Partus aterm diinisiasi
oleh aktivasi enzim phospholipase A2 yang dapat melepaskan asam arakidonat dari
membrane janin sehingga terbentuk asam alakidonat bebas yang merupakan bahan
dasar sintesis prostaglandin, sejumlah mikroorganisme mempunyai kemampuan untuk
menghasilkan enzim phospholipase A2 sehingga dapat menginisiasi dapat
merangsang timbulnya kontraksi uterus dan partus preterm melalui pengaruhnya
terhadap biosintesis prostaglandin.
2.
Etiologi
Mengenai penyebabnya
belum banyak yang diketahui
a.
Eastman = kausa
premature 61.9% kausa ignota (sebab yang tidak diketahui).
b.
Greenhill =
kausa premature 60% kausa ignota (sebab yang tidak diketahui).
c.
Holmer =
sebagian besar tidak diketahui.
3.
Faktor – faktor yang mempengaruhi persalinan preterm
Faktor – faktor yang
dapat mempengaruhi terjadinya persalinan preterm dapat diklasifikasikan secara
rinci sebagai berikut :
a.
Kondisi umum.
b.
Keadaan sosial
ekonomi rendah.
c.
Kurang gizi
d.
Anemia.
e.
Perokok berat,
dengan lebih dari 10 batang/hari.
f.
Umur ibu hamil
terlalu muda kurang dari 20 tahun atau terlalu tua diatas 35 tahun.
g.
Penyakit ibu
yang menyertai kehamilan.
h.
Penyulit
kebidanan
Perkembangan dan
keadaan hamil dapat meningkatkan terjadinya persalinan preterm diantaranya :
a.
Kehamilan dengan
hidramnion, ganda, preeklamsia.
b.
Kehamilan dengan
perdarahan antepartum pada solusio plasenta plasenta previa, pecahnya sinus
marginalis.
c.
Kehamilan dengan
ketuban pecah dini : terjadinya gawat janin temperature tinggi.
d.
Kelainan anatomi
rahim
e.
Keadaan rahim
yang sering menimbulkan kontraksi dini : serviks inkompeten karena kondisi
serviks, amputasi serviks.
f.
Kelainan
congenital Rahim.
g.
Infeksi pada
vagina aseden (naik) menjadi amnionitis.
Faktor yang mempengaruhi Prematuritas adalah sebagai
berikut :
a.
Umur ibu, suku
bangsa, sosial ekonomi.
b.
Bakteriuria
(infeksi saluran kencing).
c.
Berat badan ibu
sebelum hamil, dan sewaktu hamil.
d.
Kawin atau tidak
kawin : kawin yang tidak syah, sekitar 15% premature, kawin sah, sekitar 13%
premature.
e.
Prenatal
(antenatal) care.
f.
Anemia, penyakit
jantung.
g.
Jarak antara
persalinanyang terlalu rapat.
h.
Pekerjaan yang
terlalu berat sewaktu hamil besar.
i.
Keadaan dimana
bayi terpaksa dilahirkan premature, misalnya pada plasenta previa, toksemia
gravidarum, solusio plasenta, atau kehamilan ganda.
4.
Kondisi yang menimbulkan kontraksi
Anda beberapa kondisi
ibu yang merangsang terjadinya kontraksi spontan, yang kemungkinan terjadi
produksi prostaglandin :
a.
Kelainan Bawaan
Uterus, meskipun jarang tetapi terdapat hubungan kejadian partus preterm dengan
kelainan uterus yang ada.
b.
Ketuban pecah
dini, ketuban pecah mungkin mengawali terjadinya kontraksi atau sebaliknya.
c.
Ada beberapa
kondisi yang mungkin menyertai seperti serviks inkompeten, hidramnion,
kehamilan ganda, infeksi vagina dan serviks, dan lain – lain, infeksi asenden
merupakan teori yang cukup kuat dalam mendukung terjadinya amnionitis dan
ketuban pecah.
5.
faktor risiko prematuritas
a.
Mayor
1)
kehamilan
multiple
2)
hidramnion
3)
anomaly uterus
4)
serviks terbuka
lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu.
5)
Serviks mendatar/memendek
kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu.
6)
Riwayat abortus
pada trimester II lebih dari 1 kali.
7)
Riwayat
persalinan preterm sebelumnya.
8)
Operasi
abdominal pada kehamilan preterm
9)
Riwayat operasi
konisasi
10)
Iritabilitas
uterus
b.
Minor
1)
Penyakit yang
disertai demam.
2)
Perdarahan
pervaginam setelah kehamilan 12 minggu
3)
Riwayat
pielonefritis
4)
Merokok lebih
dari 10 batang perhari
5)
Riwayat abortus
pada trimester II
6)
Riwayat abortus
pada trimester II lebih dari 2 kali.
6.
Kriteria diagnosis
a.
Usia kehamilan
antara 20 dan 37 minggu lengkap atau antara 140 dan 259 hari.
b.
Kontraksi uterus
(his) teratur, pastikan dengan pemeriksaan inspekulo adanya pembukaan dan
servisitis.
c.
Pemeriksaan
dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80% atau sedikitnya 2 cm.
d.
Selaput ketuban
seringkali kali telah pecah.
e.
Merasakan gejala
seperti rasa kaku diperut menyerupai kaku menstruasi, rasa tekanan intrapelvik
dan nyeri bagian belakang.
f.
Mengeluarkan
lender pervagina, mungkin bercampur darah.
7.
Diagnosis banding
a.
Kontraksi pada
kehamilan preterm
b.
Persalinan pada
pertumbuhan janin terhambat
8.
Pemeriksaan penunjang
a.
Laboratorium
1)
Pemeriksaan
kultur urine
2)
Pemeriksaan gas
dan Ph darah janin.
3)
Pemeriksaan
darah tepi ibu : jumlah leukosit.
4)
C-reactive protein. CRP ada serum penderita yang menderita infeksi akut
dan dideteksi berdasarkan kemampuannya untuk mempresipitasi fraksi polisakarida
somatic nonspesifik kuman pneumococcus yang disebut fraksi C. CRP dibentuk di
hepatosit sebagai reaksi terhadap IL-I, IL-6, TNF.
b.
Amniosintesis
1)
Hitung leukosit
2)
Pewarnaan Gram
bakteri (+) pasti amnionitis
3)
Kultur
4)
Kadar IL-I, IL-6
5)
Kadar glukosa
cairan amnion.
c.
Pemeriksaan
ultrasonografi
1)
Oligohidramnion
: Goulk dkk, mendapati hubungan antara oligohidramnion dengan korioamnionitis
klinis antepartum. Vintzileos dkk mendapati hubungan antara oligohidramnion
dengan koloni bakteri pada amnion.
2)
Penipisan
serviks : lams dkk, mendapati bila ketebalan serviks < 3 cm (USG), dapat
dipastikan akan terjadi persalinan preterm.
3)
Sonografi
serviks transperineal lebih disukai karena dapat menghindari manipulasi
intravagina terutama pada kasus – kasus KPD dan plasenta previa.
4)
Kardiotokografi
: kesejahteraan janin, fekuensi dan kekuatan kontraksi
9.
Pelaksanaan
Ibu hamil yang
diidentifikasi memiliki resiko
persalinan preterm akibat amnionitis dan memiliki rawat gejala persalinan
preterm harus ditangani seksama untuk meningkatkan kualita shidup neonatal.
Pada kasus – kasus
amnionitis yang tidak mungkin ditangani ekspektatif, harus dilakukan
intervensi, yaitu dengan :
a.
Akselerasi
pematangan fungsi paru.
1)
Terapi
glukokortikoid, misalnya dengan betamethasone 12 mg im. 2x selang 24 jam. Atau
dexamethasone 5 mg tiap 12 jam (im) sampai 4 dosis.
2)
Thyrotropin releasing hormone 400 ug iv, akan
meningkatkan kadar tri-iodothyronine yang dapat meningkatkan produksi
surfaktan.
3)
Suplemen
inositol, karena inositol merupakan komponen membrane fosfolipid yang berperan
dalam pembentukan surfaktan.
b.
Pemberian
antibiotika
1)
Pemberian
antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan
sepsis neonatorum.
2)
Diberikan 2 gram
ampicillin (iv) tiap 6 jam sampai persalinan selesai (ACOG).
3)
Peneliti lain
memberikan antibiotika kombinasi untuk kuaman aerob maupun anaerob yang terbaik
bila sesuai dengan kultur dan tes sensitivitas.
4)
Setelah itu
dilakuakn deteksi dan penanganan terhadap faktor risiko persaliann preterm,
bila tidak ada kontra indikasi, diberi tokolitik.
c.
Pemberian
tokolitik
1)
Nifedipin 10 mg
diualang tidap 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam. Umumnya hanya diperlukan 20 mg
dan dosis perawatan 3 x 10 mg.
2)
Golongan beta –
mimetic
a)
Salbutamol Per
infuse : 20 – 50 ug/menit
b)
Salbutamol Per
oral : 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance)
10.
Pencegahan partus prematurus
Tindakan
Umum
a.
Dilaksanakan
perawatan prenatal, diet, pemberian vitamani dan penjagaan hygiene.
b.
Aktivitas
(kerja, perjalanan, coitus) dibatasi pada pasien – pasien dengan riwayat partus
prematurus.
c.
Penyakit –
penyakit panas yang akut harus diobati secara aktif dan segera.
d.
Keadaan seperti
toksemia dan diabetes memerlukan control yang seksama.
e.
Tindakan
pembedahan abdomen yang elektif dan tindakan operatif gigi yang berat harus
ditunda.
Tindakan
khusus
a.
Pasien – pasien
dengan kehamilan kembar harus istirahat di tempat tidur sejak minggu ke – 28
hingga minggu ke – 36 atau ke -38.
b.
Fibromyoma
uteri, kalau memberikan keluhan, dirawat dengan istirahat di tempat tidur dan
analgesia. Pembedahan sedapat mungkin dihindari.
c.
Plasenta previa
dirawat dengan istirahat total dan transfuse darah untuk menunda kelahiran bayi
sampai tercapai ukuran yang viabel. Tentu saja perdarahan yang hebat memerlukan
pembedahan segera.
d.
Inkompetensi
cervix harus dijahit dalam bagian pertama trimester II selama semua
persyaratannya dipenuhi.
e.
Section caesarea
elektif dan ualangan hanya dilakuakan kalau kita yakin bahwa bayi sudah cukup
besar. Bahaya pada pembedahan yang terlalu dini adalah kelahiran bayi – kecil
yang tidak bisa bertahan hidup.
f.
Obat – obat
dapat digunakan untuk menghentikan persalinan.
11.
Penanggungan persalinan preterm
Penanganan umum.
a.
Lakukan evaluasi
cepat keadaan ibu.
b.
Upayakan
melakukan konfirmasi umur kehamilan bayi.
Prinsip
penanganan
a.
Coba hentikan
kontraksi uterus atau penundaan kehamilan
b.
Persalinan
berjalan terus dan siapkan penangan selanjutnya.
12.
Komplikasi
Pada ibu, setelah
persalinan pretrm, infeksi endometrium lebih sering terjadi mengakibatkan
sepsis dan lambatnya penyebuhan luka episiotomi. Bayi- bayi preterm memiliki
resiko infeksi neonatal lebih tinggi resiko distress pernafasan, sepsis
neonatal necrotizing enterocolitis dan perdarahan intra ventrikuler.
B.
Ketuban Pecah Dini
1.
Pengertian
Ketuban pecah dini
adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, pembukaan primi
kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. (Umi Solikhah, 2011:97).
Definisi ketuban Pecah
Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan / sebelum
inpartu, pada pembukaan < 4 cm (fase laten). Hal ini dapat terjadi pada
akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan.
KPD preterm adalah KPD
sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi
lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.
KPD merupakan
komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai
kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang
bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek,
bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS
(Respiration Dystress Syndrome).
2.
Etiologi
Penyebab KPD masih
belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan
faktor – faktor yang berhubungan erat dengan KPD , namun faktor – faktor mana
yang lebih berperan sulit dikathui.
Kemungkinan yang
menjadi faktor predisposisinya adalah :
a.
Infeksi :
infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
b.
Serviks yang
inkompetensia, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada
serviks uteri (akibat persalinan, curettage).
c.
Tekanan
instrauterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemeli.
d.
Trauma yang
didapat misalnya hubungan seksual, periksaan dalam, maupun amniosintesis
menyebabkan terjadinya KPD karena bisaanya disertai infeksi.
e.
Kelainan letak,
misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas
panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah.
f.
Keadaan sosial
ekonomi
g.
Faktor lain :
1)
Faktor golongan
darah, akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan
kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban.
2)
Faktor
disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
3)
Faktor multi
graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
4)
Defisiensi gizi
dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C)
Berapa faktor risiko dari KPD :
a.
Inkompetensi
serviks (leher Rahim)
b.
Polihidramnion
(cairan ketuban berlebih)
c.
Riwayat KPD
sebelumnya
d.
Kelainan atau
kerusakan selaput ketuban
e.
Kehamilan kembar
f.
Trauma
g.
Serviks (leher
Rahim) yang pendek (< 25 mm) pada usia kehamilan 23 minggu
h.
Infeksi pada
kehamilan seperti bacterial vaginosis.
3.
Tanda dan gejala
a.
Tanda yang
terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
b.
Aroma air
ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut
masih merembes atau menetes, dengan cirri pucat dan bergaris warna darah.
c.
Cairan ini tidak
akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila
anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak dibawah bisaanya “
mengganjal” atau “ menyumbat” kebocoran untuk sementara.
d.
Demam, bercak
vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan
tanda – tanda infeksi yang terjadi.
4.
Diagnosa
Menegakkan diagnose KPD
secara tepat sangat penting.
a.
Karena diagnose
yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu
awal atau melakuakn seksio sesaria yang sebetulnya tidak ada indikasinya.
b.
Sebalinya
diagnose yang negative palsu berarti akan memberikan ibu dan janin mempunyai
risiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya.
c.
Oleh karena itu
diperlukan diagnose yang cepat dan tepat.
d.
Diagnose KPD
ditegakkan dengan cara :
1)
Anamnesa
Penderita merasa basah
pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba – tiba dari jalan
lahir. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna keluarnya cairan
tersebut, his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lender
darah.
2)
Inspeksi
Pengamatan dengan mata
bisaa, akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan
jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
3)
Pemeriksaan dengan speculum
Pemeriksaan dengan
speculum pada KPD akan tampak keluar cairan dari ostium uteri eksternum (OUE),
kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta bantu,
mengejan atau mengadakan maneuver valsave, atau bagian terendah digoyangkan,
akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan berkumpul pada fornik anterior.
4)
Pemeriksaan dalam
Di dalam vagina didapati
cairan dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam
vagina dengan toucher perlu dipertimbangkan pada kehamilan yang kurang bulan
yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada
waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim
dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat
menjadi patogen.
Pemeriksaan dalam
vagina hanya dilakukan jika KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan
induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin
5)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan
Laboratorium.
a)
Cairan yang
keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, baud an pH nya.
b)
Cairan yang
keluar dari vagina ini ada kemungkinan air ketuban, uriene atau sektret vagina.
c)
Sektert vagina
ibu hamil Ph : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
d)
Tes Lakmus (tes
Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air
ketuban (Alkalis). Ph air ketuban 7-7.5, darah dan infeksi vagina dapat
menghasilkan tes yang positif palsu.
e)
Mikroskopik (tes
pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek din dibiarkan kering.
Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
Pemeriksaan
ultrasonografi (USG).
a)
Pemeriksaan ini
dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri.
b)
Pada kasus KPD
terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan
pada penderita oligohidraminion.
6)
Komplikasi
Komplikasi paling
sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan (RDS =
Respiratory Distress Syndrome), yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir.
Resiko infeksi meningkat pada kejadian KPD. Semua ibu hamil dengan KPD Prematur
sebanyaknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pad
akorion dan amnion). Selain itu kejadian prolapsed atau keluarnya tali pusar
dapat terjadi pada KPD.
Risiko kecacatan dan
kematian janin meningkat pada KPD preterm. Hypoplasia paru merupakan komplikasi
fatal yang terjadi pada KPD preterm. Kejadiannya mencapai hamper 100% apabila
KPD preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
a.
Infeksi
intrauterine
b.
Tali pusat
menumbung
c.
Prematuritas
d.
Distosia
7)
Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini
termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam mengelola KPD akan
membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya.
Penatalaksanaan KPD
masih dilemma bagi sebagian besar ahli kebidanan Kasus KPD yang cukup bulan,
kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah cesar, dalam
kalau menunggu persalianan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis.
Kasus KPD yang kurang
bulan kalau menempuh cara – cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan
terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk member
waktu pematangan paru, harus bias memantau keadaan janin dan infeksi yang akan
memperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD
tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara
pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur
kehamilan dan letak janin.
Resiko yang lebih
sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RSD dibandingkan dengan
sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan
kurang bulan perlu evaluasi hati – hati untuk menentukan waktu yang optimal
untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru – paru
sudah matang, choriomnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan
sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin.
Pada kehamilan cukup
bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban
atau lamanya periode laten.
Kebanyakan penulis
sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap
atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada tindaknya
tanda – tanda infeksi pada ibu.
Adapun
penatalaksanaannya :
a.
Konservatif :
1)
Rawat dirumah
sakit.
2)
Beri antibiotika
: bila ketuban pecah > 6 jam berupa : Ampisillin 4 x 500 mg atau Gentamycin
1 x 80 mg.
3)
Umur kehamilan
< 32-34 minggu : dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air
ketuban tidak keluar lagi.
4)
Bila usia
kehamilan 32-34 minggu, masih keluar air ketuban, maka usia kehamilan 35 minggu
dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan (hal sangat tergantung pada kemampuan
perawatan bayi premature).
5)
Nilai tanda –
tanda infeksi (suhu, lokosit, tanda – tanda infeksi intrauterine).
6)
Pada usia
kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid selama untuk memacu kematangan paru –
paru janin.
b.
Aktif :
1)
Kehamilan >
35 minggu : induksi oksitosin, bila gagal dilakukan seksio sesaria.
Cara induksi : 5 IU
syntocinon dalam Dektrose 5% , dimulai 4 tetes/menit, tiap ¼ jam dinaikkan 4
tetes sampai maksimum 40 tetes/menit.
2)
Pada keadaan
CPD, letak lintang dilakukan Seksio sesaria.
3)
Bila ada tanda –
tanda infeksi : beri antibiotika dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
C.
Proses Dokumentasi Manajemen Kebidanan
Menurut Varney (1997),
dalam proses penyelesaian masalah merupakan salah satu upaya yang dapat
digunakan dalam manajemen kebidanan. Varney berpendapat bahwa dalam melakukan
manajemen kebidanan berpendapat bahwa dalam melakukan manajemen kebidanan,
bidan harus memiliki kemampuan berfikir secara kritis untuk menegakkan
diagnosis atau masalah potensial kebidanan. Selain itu, diperlukan pula
kemampuan kolaborasi atau kerjasama. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar
dalam perencanaan kebidanan selanjutnya. (Hidayat, 2011 : 34) langkah – langkah
dalam proses manajemen kebidanan adalah sebagai berikut :
1.
Pengumpulan data
dasar
Langkah ini dilakukan
dengan melakukan pengkajian melalui proses pengumpulan data yang diperlukan
untuk mengevaluasi keadaan pasien secara lengkap seperti riwayat
kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai
dengan kebutuhan lengkap seperti riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai
dengan kebutuhan, meninjau catatan terbaru atau
catatan sebelumnya, data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil
studi. Semua data dikumpulkan dari semua sumber yang berhubungan dengan kondisi
pasien.
2.
Interpretasi
data dasar
Langkah ini dilakukan
dengan mengidentifikasi data secara benar terhadap diagnosis atau masalah
kebutuhan pasien. Masalah atau diagnosis yang spesifik dapat ditemukan
berdasarkan interpretasi yang benar terhadap data dasar. Selain itu, sudah
terpikirkan perencanaan yang dibutuhkan terhadap masalah. Sebagai contoh
masalah yang menyertai diagnosis seperti diagnosis kemungkinan wanita hamil,
maka masalah yang berhubungan adalah wanita tersebut mungkin tidak menginginkan
kehamilannya atau apabila wanita hamil tersebut masuk trimester III, maka
masalah yang kemungkinan dapat muncul adalah takut untuk menghadapi proses
persalinan dan melahirkan.
3.
Identifikasi
diagnosis atau masalah potensial
Langkah ini digunakan
dengan mengidentifikasi beberapa masalah atau diagnosis potensial yang lain
berdasarkan beberapa masalah dan diagnosis yang sudah didentifikasi. Langkah
ini membutuhkan antisipasi yang cukup dan apabila memungkinkan dilakukan proses
pencegahan atau dalam kondisi tertentu pasien membutuhkan tindakan segera.
4.
Identifikasi dan
penetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera.
Tahap ini dilakukan
oleh bidan dengan melakukan identifikasi dan menetapkan beberapa kebutuhan
setelah diagnosis dan masalah yang ditegakkan kegiatan bidan pada tahap ini
adalah konsultasi, kolaborasi dan melakukan rujukan.
5.
Perencanaan
asuhan secara menyeluruh
Setelah beberapa
kebutuhan pasien ditetapkan diperlukan perencanaan secara menyeluruh terhadap
masalah dan diagnosis yang ada. Dalam proses perencanaan asuhan secara
menyeluruh juga dilakukan identifikasi beberapa data yang tidak lengkap agar
pelaksanaan secara menyeluruh dapat berhasil.
6.
Pelaksanaan
perencanaan
Tahap ini merupakan
tahap pelaksanaan dari semua rencana sebelumnya, baik terhadap masalah pasien
atau diagnosis yang ditegakkan. Pelaksanaan ini dapat dilakukan oleh bidan
secara mandiri maupun berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.
7.
Evaluasi
Merupakan tahapan
terakhir dalam manajemen kebidanan, yakni dengan melakukan evaluasi dalam
perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan bidan. Evaluasi sebagai bagian
dari proses yang dilakukan secara terus menerus untuk meningkatkan pelayanan
secara komprehensif dan selalu berubah sesuai kondisi atau kebutuhan klien.
(Hidayat, 2011 : 39).
D.
Dokumentasi Kebidanan
1.
Pengertian
Dokumentasi kebidanan
merupakan bukti pencatatan dan pelaporan berdasarkan komunikasi tertulis yang
akurat dan lengkap yang dimiliki oleh bidan dalam melakukan asuhan kebidanan
dan berguna untuk kepentingan klien tim kesehatan serta kalangan bidan sendiri.
(Hidayat, 2011:2).
2.
Model
dokumentasi kebidanan
Model dokumentasi
kebidanan sering digunakan dalam catatan perkembangan pasien. Salah satu model
dokumentasi kebidanan yaitu dengan model dokumentasi SOAP, bentuk SOAP umumnya
digunakan untuk pengkajian awal pasien, dengan cara penulisannya adalah sebagai
berikut :
1)
S (Subjektif) :
segala bentuk pernyataan atau keluhan dari pasien.
2)
O (Objektif) :
data yang diobservasi dari hasil pemeriksaan oleh bidan atau tenaga kesehatan
lain
3)
A (Analisa) :
Kesimpulan dari data objektif dan subjektif.
4)
P
(Penatalaksanaan) : rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisis.
(Hidayat, 2011 : 204).
BAB III
TINJAUAN KASUS
A.
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN
Tanggal Pengkajian : 14
Desember 2015
Waktu : 17.00 wib
Tempat : RSUD Indramayu
1.
Data Subjektif
a.
Biodata
Nama
Ibu : Ny. D Nama Suami : Tn. T
Umur
: 20 Tahun Umur : 23 Tahun
Suku/Bangsa
: Jawa/Indonesia Suku/Bangsa
: Jawa/Indonesia
Agama
: Islam Agama : Islam
Pendidikan
: SD Pendidikan :
SD
Pekerjaan :
IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Golongan
darah : AB Golongan darah : -
Alamat
: Ds. Totoran Kecamatan
Pasekan
Kabupaten
Indramayu
b.
Keluhan Utama
Ibu mengatakan perutnya
tersa mules-mules sejak jam 09.00 wib, keluar cairan dari ajaln lahir sejak jam
19.00 wib (13-12-2015) warna cairan keruh, konsistensi encer, dan bau khas.
c.
Riwayat
Kehamilan Sekarang
Ibu mengatakan ini adalah kehamilannya yang kedua
dan merasa hail 7 bulan, pernah mengalai keguguran. Hari Pertama Haid Terakhir
(HPHT) pada tanggal 23-05-2015 dan Taksiran Persalinan (TP) pada tanggal
02-03-2016. Ibu sudah mendapatkan imunisasi TT lengkap, TT1 PADA
TANGGAL 28-09-2015, TT2 pada tanggal 30-10-2015. Ibu juga mengatakan
sudah mendapat tablet tambah darah (Fe) sebanyak 90 tablet, tidak mengkonsumsi
jamu – jamuan dan obat – obatan selain dari Bidan.
d.
Riwayat
Persalinan Sekarang
Ibu datang ke Bidan Sri pukul 16.00 wib diantara oleh
suaminya karena perut ibu terasa semakin mules dan sudah keluar air – air sejak
pukul 19.00 wib pada tanggal 13-12-2015 setelah dilakukan pemeriksaan dalam
oleh Bidan Sri ternyata selaput ketuban (-) dengan lamanya waktu dari keluar
air – air sampai ibu datang ke Bidan Sri
adalah 21 jam, kemudian ibu dirujuk ke RSUD Indramayu Ibu sampai di ruang VK
RSUD Indramayu pada pukul 17.00 wib.
e.
Riwayat
Kehamilan Yang Lalu
Ibu mengatakan kehamilan anak pertama mengalami
keguguran pada usia kehamilan 2 bulan karena faktor kurang istirahat, jenis
abortus inkomplit kemudian ibu dilakukan curettage
di RSUD Indramayu.
f.
Riwayat
Kesehatan Ibu Dan Keluarga
Ibu mengatakan bahwa ibu dan keluarga tidak pernah
menderita sakit berat seperti ginjal, jantung, dan hipertensi. Tidak mempunyai
penyakit menular seperti penyakit TBC, Hepatitis, dan malaria. Ibu juga
mengatakan tidak memiliki.
B.
ASUHAN KEBIDANAN POST PARTUM 2 JAM
Tanggal : 14 Desember 2015
Jam : 22.50 wib
Tempat : RSUD Indramayu
1.
Data Subjektif
Ibu mengatakan merasa nyeri pada daerah kemaluannya
2.
Data Subjektif.
1)
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 95 kali
/ menit
Respirasi : 25 kali/menit
Suhu : 36.70C
2)
Pemeriksaan
Fisik
Muka : Tidak
pucat, tidak ada edema.
Mata : Konjungtive
merah muda, sclera putih.
Abdomen : TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi uterus
baik, kandang kemih kosong.
Genetalia :
Tidak ada oedema, pengeluaran darah normal
Anus :
Tidak ada hemoroid.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada studi kasus ini penulis akan membahas mengenai
asuhan kebidanan pada Ny. D 20 tahun yang dimulai dari persalinan, dan 2 jam
post partum di wilayah kerja RSUD Indramayu 2015.
Usia kehamilan Ny. D 29 Minggu dengan persalinan
preterm dan KPD, ini merupakan beresiko namun dengan adanya pengawasan /
pemantauan yang baik dan sesuai standar pelayanan kebidanan terhadap Ny. D di
RSUD Indramayu dari persalinan, dan 2 jam post partum kondisinya dapat
terpantau.
Faktor – faktor yang menyebabkan Ny. D mengalami
persalinan preterm dan KPD didapat dari hasil pengkajian yaitu ibu mengatakan
keluar cairan dari jalan lahir sejak jam 19.00 wib (13-12-2015) warna cairan
keruh, konsistensi encer, dan kau khas.
Dari hasil inspeksi tampak keluarnya cairan dari vagina dengan warna keruh dan
konsistensi encer, kemudian setelah dilakukan pemeriksaan dalam hasilnya yaitu
terdapat pembukaan 1 cm dengan selaput ketuban (-) sisa cairan keruh. Ibu
mengatakan pernah mengalami keguguran pada umur kehamilan 2 bulan, penghasilan
suaminya setiap bulan tidak menentu dan hasil pemeriksaan laboratorium didapat
Hb Ibu 10 gr%, sehingga faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya persalinan preterm pada Ny. D yaitu riwayat
abortus pada trimester I, keadaan social ekonomi rendah dan anemia.
Salah satu faktor yang mempengaruhi persalinan
preterm yaitu kondisi umum, keadaan social ekonomi rendah, kurang gizi, anemia,
perokok berat, umur
Bayi
yang dilahirkan pada usia kehamilan kurang bulan atau persalinan preterm.
Kemudian bayi Ny. D diberikan penanganan lebih lanjut di ruang tindakan bayi
baru lahir dengan dilakukan resusitasi yang selanjutnya bayi Ny. D dirawat di
ruang NICU. Hasil asuhan yang telah diberikan pada Ny. D umur 20 tahun dengan
persalinan pretrm dan KPD telah didokumentasikan dengan metode SOAP.
ASUHAN KEBIDANAN PADA Ny. D DENGAN
PERSALINAN PRETERM DAN KETUBAN
PERAH DINI DI RSUD INDRAMAYU
TAHUN 2015
Oleh :
JOANINHA AMARAL
NIP : 1970 0629 199203 2006
RUMAH SAKIT UUM DAERAH INDRAMAYU
2016
ASUHAN KEBIDANAN PADA Ny. D DENGAN
PERSALINAN PRETERM DAN KETUBAN
PERAH DINI DI RSUD INDRAMAYU
TAHUN 2015
Oleh :
JOANINHA AMARAL
NIP : 1970 0629 199203 2006
RUMAH SAKIT UUM DAERAH INDRAMAYU
2016
0 comments