BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
RSUD Gunung Jati Kota Cirebon merupakan rumah sakit pendidikan sesuai
keputusan menteri kesehatan nomor 153/MENKES/SK/II/1998, 15 Februari
1998tentang penetapan “Status Rumah SakitPendidikan” Penetapan RSUD Gunung Jati
Kota Cirebon sebagai rumah sakit pendidikan juga di perkuat dengan Keputusan
Menteri Dalam Negeri nomor 445.03-1023 tanggal 12 November 1998 yang memutuskan
RSUG Gunung Jati Kota Cirebon menjadi “RSUD kelas B pendidikan” yang di
resmikan oleh gubernur jawa barat.
Undang-undang nomor 44 tentang rumah
sakitmenyatakan bahwa pasal 22 ayat 1: “Rumah Sakit dapat ditetapkan menjadi RS
pendidikan setelaah memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan”.
Pasal 23 ayat 1: Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu
dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran
berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya”.
Berdasarkan uraian tersebut maka Rumah Sakit Gunung Jati Kota Cirebon
sudah dapat melakukan fungsi pelayanandan pendidikan. Dengan telah ditetapkannya
RSUD Gunung Jati Kota Cirebon sebagai rumah sakit pendidikan , maka pelayanan
kepada masyarakat akan berdasarkan avidence
based medicine yang artinya penjamin mutu dan keselamatan pasien berbasis
bukti.
B.
Masalah
1. Terjaminnya mutu pelayanan melalui indikator
mutu rumah sakit yang telah ditetapkan
2. Terciptanya budaya melayani yang berorientasi
pada keselamatan pasien di rumah sakit
3. Terjaminnya kepastian pelayanan yang aman
berorientasi pada pasien, pelanggan, masyarakat rumah sakit
4. Menurunnya kejadian tidak di harapkan (KTD) di
rumah sakit
5. Terlaksananya program-program pencegahan
sehingga tidak terjadi penanggulangan kejadian tidak diinginkan.
C.
Tujuan
Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami secara garis besar tujuan
program upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang berorientasi pada
mutu paripurna dan peningkatan mutu berkelanjutan.
Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu memahami terjaminnya mutu
pelayanan melalui indikator mutu rumah sakit yang telah ditetapkan
2. Mahasiswa mampu memahami terciptanya budaya
melayani yang berorientasi pada keselamatan pasien di rumah sakit
3. Mahasiswa mampu memahami terjaminnya kepastian
pelayanan yang aman berorientasi pada pasien, pelanggan, masyarakat rumah sakit
4. Mahasiswa mampu memahami menurunnya kejadian
tidak di harapkan (KTD) di rumah sakit.
5. Terlaksananya program-program pencegahan
sehingga tidak terjadi penanggulangan kejadian tidak diinginkan.
D. Manfaat
1.
Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan pembelajaran dalam management
peningkatan mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit umum daerah gunung jati
cirebon.
2.
Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dalam peningkatan mutu
management peningkatan mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit umum daerah
gunung jati cirebon.
E. Metode
Ceramah dan diskusi.
F.
Waktu Dan Tempat Pelaksanaan
Pada tanggal 17 November 2015 di Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati
Cirebon.
============================================================
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian
Mutu adalah faktor yang mendasar
dari pelanggan. Mutu adalah penentuan pelanggan, bukan ketetapan insinyur,
pasar atau ketetapan manajemen. Ia berdasarkan atas pengalaman nyata pelanggan
terhadap produk dan jasa pelayanan, mengukurnya, mengharapkannya, dijanjikan
atau tidak, sadar atau hanya dirasakan, operasional teknik atau subyektif sama
sekali dan selalu menggambarkan target yang bergerak dalam pasar yang
kompetitif.
Berikut ini definisi-definisi mutu:
Juran menyebutkan bahwa mutu produk adalah kecocokan penggunaan produk untuk
memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan; Crosby mendefinisikan mutu
adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang
disyaratkan atau distandarkan; Deming mendefinisikan mutu, bahwa mutu adalah
kesesuaian dengan kebutuhan pasar; Feigenbaum mendefinisikan mutu adalah
kepuasan pelanggan sepenuhnya; Garvin dan Davis menyebutkan bahwa mutu adalah
suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja,
proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan
pelanggan atau konsumen.
Mutu pelayanan medis dan kesehatan
di RS sangat erat kaitannya dengan manajemen RS (quality of services)
dan keprofesionalan kinerja SMF dan staf lainnya di RS (quality of care).
Keduanya merupakan oucome dari manajemen manjaga mutu di RS (quality
assurance) yang dilaksanakan oleh gugus kendali mutu RS. Dalam hal ini,
gugus kendali mutu dapat ditugaskan kepada komite medik RS karena mereka adalah
staf fungsional (nonstruktural) yang membantu direktur RS dengan melibatkan
semua staf SMF RS.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 43 ayat (1) mewajibkan Rumah Sakit menerapkan
standar keselamatan pasien.
Yang
dimaksud dengan keselamatan pasien (patien safety) adalah proses dalam
suatu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan pasien yang lebih aman. Termasuk di
dalamnya asesmen risiko, identifikasi, dan manajemen risiko terhadap pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti
insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya
risiko.
Standar keselamatan pasien tersebut
menurut Pasal 43 ayat (2) dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa,
dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang
tidak diharapkan.
Yang dimaksud dengan insiden
keselamatan pasien adalah kesalahan medis (medical error), kejadian yang
tidak diharapkan (adverse event), dan nyaris terjadi (near miss).
Untuk meningkatkan mutu pelayanan
Rumah Sakit, Menteri Kesehatan menurut Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit, membentuk Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
B. Langkah-Langkah
Patient Safety
Pelaksanaan
patient safety meliputi:
Sembilan
solusi keselamatan Pasien di RS yaitu (Daud, 2007):
1.
Perhatikan nama obat, rupa dan
ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication names).
Nama obat yang mirip dan
membingungkan merupakan salah satu penyebab terjadinya kesalahan obat.
Rekomendasinya adalah memperbaiki penulisan resep dengan cara memperbaiki
tulisan tangan atau membuat resep elektronik. Obat yang ditulis adalah nama
dagang dan nama generik, dosis, kekuatan, petunjuk pemakaian, dan indikasinya untuk
membedakan nama obat yang terdengar atau terlihat mirip.
2.
Pastikan identifikasi pasien.
Cek ulang secara detail identifikasi
pasien untuk memastikan pasien yang benar sebelum dilakukan tindakan. Libatkan
pasien dalam proses identifikasi. Pada pasien koma, kembangkan Standar Prosedur
Operasional (SPO) pendekatan non-verbal biometric.
3.
Komunikasi secara benar saat serah
terima pasien.
Alokasi
waktu yang cukup pada patugas untuk bertanya dan memberi respon. Repeat back
dan read back yaitu penerima informasi membacakan ulang informasi yang telah
ditulisnya untuk memastikan bahwa informasi telah diterima secara benar.
4.
Pastikan tindakan yang benar pada
sisi tubuh yang benar.
Verifikasi pada tahap pre-prosedur
untuk pasien yang dimaksud, prosedur, sisi dan jika ada implant atau protesis.
Tugas petugas dalam memberikan tanda agar tidak terjadi salah persepsi serta
harus melibatkan pasien. Melakukan time out pada semua petugas sebelum memulai
prosedur.
5.
Kendalikan cairan elektrolit pekat.
Memonitor, meresepkan, menyiapkan,
mendistribusi, memverifikasi, dan memberikan cairan pekat seperti Potasium
Chloride (KCL) sesuai rencana agar tidak terjadi KTD. Standarisasi dosis, unit
pengukuran, dan terminology merupakan hal yang penting dalam penggunaan cairan
pekat. Hindari pencampuran antar cairan pekat.
6.
Pastikan akurasi pemberian obat pada
pengalihan pelayanan.
Kesalahan yang sering timbul adalah
saat peresepan dan pemberian obat. Rekonsiliasi obat adalah salah suatu proses
yang dirancang untuk mencegah kesalahan pemberian obat saat pengalihan pasien.
7.
Hindari salah kateter dan salah
sambung slang.
Solusi terbaik adalah mendesain alat
yang mencegah salah sambung dan tepat digunakan untuk memberikan pelayanan
kesehatan yang baik.
8.
Gunakan alat injeksi sekali pakai.
Salah satu kekhawatiran adalah
tersebarnya virus HIV, virus hepatitis B, virus hepatitis C akibat penggunaan
jarum suntik yang berulang. Kembangkan program pelatihan untuk petugas
kesehatan mengenai prinsip pengendalian infeksi, penyuntikan yang aman, dan manajemen
limbah benda tajam.
9.
Tingkatkan kebersihan tangan untuk
pencegahan infeksi nosokomial.
Bukti nyata bahwa kebersihan tangan
dapat menurunkan insiden infeksi nosokomial. Kebijakan yang mendukung adalah
tersedianya air secara terus menerus dan
tersedianya cairan cuci tangan yang mengandung alkohol pada titik-titik
pelayanan pasien.
C. Indikator Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien RSUD Gunung Jati 2015
Indikator adalah suatu cara untuk
menilai penampilan kerja suatu kegiatan dengan menggunakan instrumen. Indikator
merupakan variabel yang digunakan untuk memulai suatu perubahan.
Acuan Indikator Peningkatan Mutu
Keselamatan Pasien:
1.
UU no 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit
2.
PMK no 1691 tahun 2011 tentang
Keselamatan Pasien
3.
Standar Pelayanan Minimal (KMK 129
tahun 2008)
4.
Panduan Nasional Keselamatan Pasien
edisi 2 tahun 2008
5.
Pedoman Pelaporan Insiden
Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety Incident Report) – Edisi 2
tahun 2008.
6.
Perwalkot No 14 tahun 2013 tentang
SPM RS
Indikator Yang Ideal:
Menurut WHO
indikator yang ideal mempunyai 4 kriteria yaitu :
1.
Sahih (valid)
2.
Dapat
dipercaya (realible)
3.
Sensitif
4.
Spesifik
Cara Penggunaan Indikator Kinerja
Rumah Sakit:
Indikator
kinerja rumah sakit dilaksanakan secara swa-nilai (self assessment). Penilaian
dilaksanakan setiap hari yang dikompilasi secara bulanan. Hasil penilaian ini
dijadikan sebagai bahan rapat bulanan peningkatan mutu oleh Manajemen Rumah
Sakit dan Komite Medik. Setiap analisis yang dilakukan dapat digunakan untuk
menjawab pertanyaan apakah kebutuhan dari bagian/instalasi/ruangan/perawatan
telah dipenuhi sehingga mutu pelayanan dapat terjamin.
Pemilihan Indikator Dan Pengumpulan Data:
1.
Standar
PMKP.3.
Pimpinan
rumah sakit menetapkan indikator kunci dalam struktur rumah sakit,
proses-proses, dan hasil (outcome) untuk diterapkan di seluruh rumah
sakit dalam rangka peningkatan mutu dan rencana keselamatan pasien.
2.
Standar
PMKP.3.1
Pimpinan
rumah sakit menetapkan indikator kunci untuk masing-masing struktur, proses dan
hasil (outcome) setiap upaya klinis.
3.
Standar
PMKP.3.2.
Pimpinan
rumah sakit menetapkan indikator kunci untuk masing-masing struktur,
proses-proses dan hasil manajerial.
4.
Standar
PMKP.3.3.
Pimpinan
rumah sakit menetapkan indikator kunci untuk masing-masing sasaran keselamatan
pasien.
Indikator Kinerja Rumah Sakit Yang Berhubungan Dengan Mutu (Standar
Akreditasi Rumah Sakit, KEMKES – KARS 2011):
1.
Asessment Pasien
Indikator area klinis : Pengkajian
awal pasien baru rawat inap dalam 24 jam.Standar: 100 %
2.
Pelayanan Laboratorium
Indikator area klinis : Angka
kerusakan sampel darah. Standar: 0 %.
Pelaporan nilai kritis laboratorium
maksimal 1/2 jam sesudah hasil keluar dari alat.Standar: 100%.
3.
Pelayanan Radiologi
Indikator area klinis: Hasil
pembacaan radiologi maksimal 3 jam sesudah terpapar. Standar: 90%.
Indikator
area klinis: Angka kesalahan posisi pemeriksaan. Standar: 0%.
4.
Prosedur bedah
Indikator area klinis: Prosedur
bedah. Standar: 0%.
5.
Penggunaan antibiotika dan
obat lainnya
Indikator
area klinis: Operasi bersih tanpa Penggunaan Antibiotik Profilaksis. Standar:
50%.
6.
kesalahan medikasi (medication
error) dan Kejadian Nyaris Cedera (KNC);
Indikator area klinis: Ketepatan
waktu pemberian injectie antibiotik pada pasien rawat inap. Standar:100%
Indikator area klinis: Keakuratan
Pelaporan Kejadian Nyaris Cedera Pada Pemberian Obat. Standar: 100%
7.
Penggunaan anestesi dan sedasi
Indikator area klinis: Efek samping anestesi pada pasien SC. Standar: <1%
8.
Penggunaan darah dan produk darah
Indikator area klinis: Angka reaksi transfusi darah. Standar: <1%
9.
Ketersediaan, isi dan penggunaan
rekam medis pasien
Indikator area klinis: Tingkat
Kelengkapan Laporan RM. Standar: 100%
Indikator area klinis: KLPCM Dokter.
Standar: 0%
Indikator area klinis: KLPCM paraf
dokter pada penulisan konsultasi dengan dokter melalui telpon_SBAR & TBAK. Standar: 0%
10.
Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi, surveilans dan pelaporan
Indikator area klinis: Angka phlebitis pada pemasangan infus. Standar: <1,5%
Indikator area klinis: Angka pneumonia disebabkan oleh Ventilator Associated Pneumonia (
VAP ). Standar: 10%
Indikator
area manajemen:
1.
Pengadaan rutin peralatan
kesehatan dan obat penting untuk memenuhi
kebutuhan pasien
2.
Pelaporan aktivitas yang
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan
3.
Manajemen Risiko
4.
Manajemen Penggunaan Sumber
Daya
5.
Harapan dan kepuasan pasien
dan keluarga
6.
Harapan dan kepuasan staf
7.
Demografi pasien dan diagnosis
klinis
8.
Manajemen Keuangan
9.
Pencegahan dan pengendalian
dari kejadian yang dapat menimbulkan masalah bagi keselamatan pasien, keluarga
pasien dan staf
Indikator
area sasaran keselamatan pasien (iskp)
Sasaran
keselamatan pasien:
1.
Ketetapan identifikasi pasien
2.
Peningkatan Komunikasi yang efektif
3.
Peningkatan Keamanan Obat yang perlu
diwaspadai
4.
Kepastian tepat lokasi, tepat
prosedur, tepat pasien operasi
5.
Pengurangan risiko infeksi terkait
pelayanan kesehatan
6.
Pengurangan risiko jatuh
Indikator Kinerja Rumah Sakit Yang
Berhubungan Dengan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit (Kepmenkes 129 /
Menkes / SK / II / 2008):
1.
Gawat darurat
2.
Rawat jalan
3.
Rawat inap
4.
Bedah
5.
Persalinan Perinatologi
6.
Intensif
7.
Radiologi
8.
Lab Patologi Klinik
9.
Rehabilitasi Medik
10.
Farmasi
11.
Gizi
12.
Transfusi Darah
13.
Pelayanan GAKIN
14.
Rekam Medik
15.
Pengelolaan Limbah
16.
Administrasi dan Manajemen
17.
Ambulance/Kereta Jenazah
18.
Pemulasaran Jenazah
19.
Pelayanan Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit
20.
Pelayanan Laundry
21.
Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI)
========================================================
BAB IV
PEMBAHASAN
A.
Analisis SWOT Peningkatan Mutu Dan Keselamatan
Pasien Rumah Sakit Gunung Jati Cirebon
1.
Kekuatan (Strengths)
Telah di tetapkannya Rumah sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota cirebon
sebagao rumah sakit pendidikan ,maka pelayanan kepada masyarakat akan
berdasarkan avidence based medicine yang artinya penjaminan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien sudah berbasis bukti.
Rumah sakit pendidikan Gunung Jati Cirebon dalam peningkatan mutu dan
keselamatan pasien akan menyediakan konsultasi dari staf medis
pendidikan,selama 24 jam yang memungkinkan kepuasaan pasien lebih baik itu
2.
Kelemahan (Weaknesses)
SK penetapan pengukuran atau indikator prioritas baru dibuat itupun
karena akan melaukan akreditasi.
3.
Peluang (Opportunities)
Sebagai bukti dari peningkatan mutu dan keselamatan pasien peluang
dari Rumah Sakit Gunung Jati Kota Cirebon yaitu setelah di tetapkannya
keputusan menteri kesehatan dan di perkuat oleh menteri dalam negeri sebagai
rumah sakit kelas B pendidikan.Rumah sakit Gunung Jati Kota Cirebon dapat
menyelenggarakan pendidikan dan penenlitian secara terpadu dalam bidang
pendidikan profesi kedokteran ,pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan
pendidikan kesehatan lainnya maka RSUD Gunung Jati Kota Cirebon sudah dapat
melakukan fungsi pelayanan dan fungsi pendidikan
4.
Ancaman (Threats)
19
|
20
|
================================================
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Peningkatan mutu secara menyeluruh
adalah memperkecil risiko pada pasien dan staf secara berkesinambungan. Risiko
ini dapat diketemukan baik di proses klinis maupun di lingkungan fisik.
Pendekatan ini meliputi, memimpin dan merencanakan program peningkatan mutu dan
program keselamatan pasien, merancang proses-proses klinis baru dan proses
manajerial dengan benar, mengukur apakah proses berjalan baik melalui
pengumpulan data, analisis data, menerapkan dan melanjutkan perubahan yang
dapat menghasilkan perbaikan. Perbaikan mutu dan program keselamatan pasien,
keduanya adalah digerakkan oleh kepemimpinan, upaya menuju perubahan budaya
rumah sakit, identifikasi dan menurunkan risiko dan penyimpangan secara
proaktif, menggunakan data agar focus pada isu prioritas, mencari cara yang
menunjukkan perbaikan yang langgeng sifatnya.
B.
Saran
Diharapkan rumah sakit ini dapat memperbaiki dalam hal manajemen
peningkatan mutu dan keselamatan pasien dan harus tetap mengedepankan
kepentingan pasien, meskipun ada prosedur yang harus di patuhi tapi setidaknya
harus melakukan kesiapsiagaan dalam menangani pasien agar pasien tak ada yang
terlantar dan tetap menjadi rumah sakit rujukan yang selalu mengedepankan
kepentingan pasien diatas segalanya sehingga dapat mempenggaruhi peningkatan
mutu.
===================================================
DAFTAR PUSTAKA
Materi Kuliah di RSUD Gunung Jati Cirebon
https://marsenorhudy.wordpress.com/2011/01/07/patient-safetiy-keselamatan-pasien-rumah-sakit/ Diaskes pada tanggal 26 November
2015
http://sheringtipshidupsehat.blogspot.co.id/2015/02/pengertian-dan-langkah-langkah-patient.html Diaskes pada tanggal 26 November
2015
http://ppmrs.org/indikator-mutu-rumah-sakit/ Diaskes pada tanggal 26 November
2015
0 comments