Konsep Dasar Sectio Caesaria update terbaru

A.  Konsep Dasar Sectio Caesaria
1.    Pengertian
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina, atau adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar,2008).
Istilah sectio caesaria berasal dari bahasa latin sectio caesariae yang artinya memotong atau menyayat. Tindakan yang dilakukan tersebut bertujuan untuk melahirkan bayi melalui tindakan pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding rahim .
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa, Sectio caesaria adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk melahirkan bayi melalui dinding perut dan dinding rahim.
2.         Penyebab Operasi Sectio Caesaria
Operasi sectio caesaria ada yang terencana dan ada yang tidak direncanakan. Apabila persalinan dipaksaakan untuk di lakukan secara alami akan mengancam keselamatan ibu dan bayi, Sedangkan bedah sectio caesaria yang tidak direncanakan biasanya baru diputuskan pada saat atau ketika persalinan berlangsung.
Operasi sectio caesaria tidak dapat dilakukan sembarangan. Sebelum keputusan untuk melakuakan persalianan dengan operasi, biasanya dokter akan melakukan berbagai pemeriksaan. Hal ini dilakukan untuk melihat risiko-risiko yang mungkin terjadi akibat tindakan operasi. Ketentuan tersebut tidak selalu berlaku, terutama menghadapi kasus gawat darurat memerlukan kecepatan waktu untuk melakuakan tindakan
Penyebab operasi sectio caaesaria menurut buku obstetri dan gynecologi ada 4 alasan yaitu untuk keselamatan ibu dan janin ketika persaliana harus berlagsung, tidak terjadi kontraksi distosia (persalinan macet) sehingga menghalangi persalinan alami dan bayi dalam keadaan darurat sehingga harus segera di lahirkan tetapi jalan lahir tidak mungkin di lalui janin.
3.         Indikasi sectio caesaria
Indikasi sectio caesaria adalah:
a.       Plasenta previa sentralis dan lateralis
b.      Panggul sempit
c.       Plasenta previa sentralis dan lateralis
d.      Disproporsi sefalo pelvik yaitu ketidak seimbangan anyar ukuan kepala dan panggul.
e.       Reptura uteri mengancam.
f.       Partus lama
g.      Partus tidak maju
h.      Distosia serviks
i.        Pre eklampsia dan hipertensi
4.         Risiko Operasi Sectio Caesaria
Risiko - risiko yang mungkin di alami oleh wanita yang melahirkan dengan operasi sectio caesaria yang dapat mengakibatkan cidera pada ibu maupun baayi. Hanya perlu di ingat risiko ini sifatnya hanya individual yaitu tidak terjadi pada semua orang, seperti:
a.    Alergi
Biasanya risiko ini terjadi pada pasien yang alergi terdapat obat tertentu. Pada awalnya yaitu waktu pembedahan segalanya bisa berjalan lancar sehingga bayi pun lahir dengan selamat. Namun beverapa jam kemudian obat yang di berikan baru bereaksi sehingga jalan pernapasan pasien dapat tertutup. Perlu diketahui penggunaan obat-obatan pada pasien dengan operasi sectio caesaria lebih banyak dibandingkan dengan cara melahirkan secara alami.
b.    Perdarahan
Perdarahan dapat di akibatkan terbentuknya bekuan-bekuan darah pada pembuluh darah baik di kaki dan rongga panggul. Oleh karena itu sebelum operasi pasiean harus melakukan pemeriksaan darah lengkap.
c.    Cidera pada organ lain
Jika tidak di lakukan secara hati-hati kemungkinan pembedahan dapat mengakibatkan terlukanya organ lain seperti rectum atau kandung kemih. Penyembuhaan luka bekas bedah sectio caesaria yang tidak sempurna dapat menyebabkan infeksi pada organ rahim atau kandung kencing.
d.   Perut dalam rahim
Seorang wanita yang telah mengalami pembedahan akan memiliki perut dalam rahim. Oleh karena itu, pada setiap kehamilan serta persalinan berikutnya memerlukan pengawasan yang cermat sehubungan dengan bahaya repture uteri, meskipun jika operasi di lakukan secara sempurna, risiko ini sangat kecil terjadi.
e.    Demam
kadang demam setelah operasi tidak bisa di jelaskan penyebabnya. Namun kondisi ini bisa terjadi karena infeksi.
f.     Mempengaruhi produksi ASI
Efek pembiusan bisa mempengaruhi produksi ASI. Jika di lakukan pembiusan total (narkose). Akibatnya kolostrum (air susu yang keluar pertama kali) tidak bisa di nikmati bayi dan bayi tidak dapat menyusui begitu di lahirkan.
5.         Perawatan Pasca Tindakan
a.         Kaji ulang prinsip perawatan pasca bedah
b.         Jika masih terdapat pendarahan :
1)        Lakukan massage uterus
2)        Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan IV 60 Hg/menit
3)        Ergometro 0,2 mg lm dan prostaglandin
c.         Jika terdapat tanda infeksi berikan anti biotik kombinasi s/px bebas demam selama 48 jam.
d.        Beri analgesik jika perlu
B.       Konsep Dasar Persalinan Letak Sungsang
1.         Pengertian
Letak sungsang adalah keadaan di mana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah vakum uteri (Sarwono,2006)
Letak sungsang adalah janin yang letaknya memanjang (membujur) dalam rahim, kepala berada di fundus dan bokong di bawah (Mochtar,2011)
Dari pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa letak sungsang adalah suatu keadaan dimana posisi janin terletak memanjang atau membujur dalam rahim ibu.
2.         Klasifikasi
a.       Letak bokong (Frank Breech)
Letak bokong dengan kedua tungkai terangkat keatas.
b.      Letak sungsang sempurna (Complete Breech)
Letak bokong dimana kedua kaki ada di samping bokong
c.       Letak sungsang tidak sempurna (Incomplete Breech)
Adalah letak sungsang dimana selain bokong bagian yang terendah juga kaki atau lutut terdiri dari:
1)        Kedua kaki = Letak kaki sempurna
2)        Satu kaki = Letak kaki tidak sempurna
3)        Kedua lutut = Letak lutut sempurna
4)        Satu lutut = Letak lutut tidak sempurna (Mochtar,2008)
Posisi bokong di tentukan oleh sakrum, ada 4 posisi:
a.         Left sacrum anterior (Sakrum kiri depan)
b.        Right sacrum anterior (Sakrum kanan depan)
c.         Left sacrum posterior (Sakrum kiri belakang)
d.        Right sacrum posterior (Sakrum kanan belakang) (Mochtar,2008)
3.         Diagnosis
a.       Palpasi
Kepala teraba di fundus, bagian bawah bokong, dan punggung di kiri atau kanan.
b.      Auskultasi
DJJ paling jelas terdengar pada tempat yang lebih tinggi dari pusat.
c.       Pemeriksaan dalam
Setelah ketuban pecah, dapat di raba lebih jelas adanya bokong di tandai dengan adanya sakrum, kedua tuber ossis iskii dan anus.
Bila dapat di raba kaki, maka harus di bedakan dengan tangan . pada kaki terdapat tumit, sedangkan pada tangan di temukan ibu jari yang letaknya tidak sejajar dengan jari-jari lain dan panjang jari kurang lebih sama dengan panjang telapak tangan .

4.         Etiologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan dalam uterus. pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu jumlah air ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak leluasa.  Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang. Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai yang terlipat lebih besar dari kepala, maka bokong di paksa untuk menempati ruang yang lebih luas di fundus uteri, sedamgkan kepala berada dalam ruangan yang lebih kecil di segmen bawah uterus. Demgan demikian dapat di mengerti, mengapa pada kehamilan cukup bulan janin sebagian besar di temukan pada presentasi kepala .
Faktor-faktor lain yang memegang peranan dalam terjadinya letak sungsang di antaranya ialah multi paritas, hamil kembar ,hidramnion , hidrosepalus , plasenta previa , dan panggul sempit. Kadang-kadang letak sungsang di sebabkan oleh kelainan bentuk uterus. Plansenta yang terletak di daerah kornu fundus uteri dapat pula menyebabkan letak sungsang karena plasenta mengurangi luas ruangan di daerah fundus.(Sarwono,2006)

5.         Tanda dan Gejala
a.         pergerakan anak terasa oleh ibu dibagian perut bawah dibawah pusat dan    ibu sering merasa benda keras (kepala) mendesak tulang iga
b.         pada palpasi teraba bagian keras, bundar dan melenting pada fundus uteri
c.         punggung anak dapat teraba pada salah satu sisi perut dan bagian – bagian kecil pada pihak yang berlawanan. Diatas sympisis teraba bagian yang kurang bundar dan lunak.
d.        Bunyi jantung janin terdengar pada punggung anak setinggi pusat
6.         Patogenesis
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala letak sungsang atau letak lintang. (Wiknjosastro 2007)
   Pada kehamilan triwulan janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang, Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada dalam ruangan yang kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala, sayangnya beberapa fetus tidak seperti itu, sebagian dari mereka berada dalam posisi sungsang.
7.         Mekanisme Persalinan
Mekanisme persalinan hampir saja dengan letak kepala, hanya di sini yang memasukkan PAP adalah bokong. Persalinan berlangsung agak lama, karena bokong di bandingkan dengan kepala lebih lembek , jadi kurang kuat menekan sehingga pembukaan agak lama.
Bokong masuk PAP dengan garis pangkal paha melintang atau miring. Dengan turunnya bokong, terjadi puter sehingga di dasar panggul garis panggul garis pangkal paha letaknya menjadi muka belakang. Dengan trochanter depan sebagai hipomoklion (dibawah simpisis), Latero fleksi tubuh janin (punggung), sehingga trochantter belakang melewati perenium. Setelah bokong lahir di ikuti kedua kaki, kemudian terjadi sedikit rotasi untuk memungkinkan bahu masuk PAP dalam posisi melintang atau miring, lalu bahu depan di bawah simpisis dan bahu belakang lahir. Kemudian kepala di lahirkan. (Sarwono,2006).
8.         Prognosis
a.       Bagi ibu
Kemungkinan robekan pada perineum lebih besar juga kerena dilakukan tindakan, selain itu ketuban lebih cepat pecah dan paritas lebih lama, jadi mudah terkena infeksi.

b.      Bagi anak
Pognosa tidak begitu baik, karena adanya gangguan peredaran darah plasenta setelah bokong lahir dan juga setelah perut lahir, tali pusat terjepit antara kepala dan panggul, anak bisa menderita asfiksia. Oleh karena itu setelah pusat lahir dan supaya janin hidup janin harus di lahirkan dalam waktu 8 menit (Mochtar,2008)
C.      Asuhan Keperawatan
Proses perawatan merupakan suatu metode perencanaan yang sistematis dan rasional rasional (Koizer,2005). Proses keperawatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi status kesehatan klien juga masalah-masalah atau kebutuhan-kebutuhan keperawatan yang risiko mampu aktual untuk mengembangkan ancaman yang dapat menyebabkan masalah atau kebutuhan yang telah teridentifikasi sebelumnya .
Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan keperawatan optimal. Kebutuhan dan masalah dapat diidentifikasi dan diprioritaskan untuk dipenuhi dan diselesaikan. Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat dapat terhindar dari tindakan keperawatan yang bersifat rutin, tidak unik bagi individu klien. (Keliat,2004)
1.       Pengkajian
Merupakan tahap awal proses keperawatan, pada tahap ini semua data dan informasi tentang klien yang dibutuhkan, dikumpulkan dari analisa menentukan diagnosa.
Data yang telah didapatkan, menurut sifatnya dikelompokan menjadi dua macam :
a.         Data objektif
Merupakan data yang didapatkan melalui observasi dan cara pemeriksaan langsung perawat.
b.         Data subjektif
Merupakan data yang diucapkan langsung oleh klien maupun keluarga. Data ini menggunakan tehnik komunikasi terapeutik.
Menurut sumbernya, data yang dikelompokan menjadi :
1)       Data primer
Data yang diperoleh langsung dari keluarga
2)        Data sekunder
Data yang diperoleh dari sumber lain seperti : Dinas kesehatan, puskesmas dan Rumah sakit.
Manfaat pengkajian perawatan adalah membantu mengidentifikasi suatu kesehatan klien pada perkembangan klien, kekurangan dan kebutuhan klien serta menentukan diagnosa keperawatan.
Menurut (Keliat, 2002) ini pengkajian meliputi : identitas klien, keluhan utama, alasan masuk, faktor predisposisi, aspek mekanisme koping, masalah psikososial, dan lingkungan pengobatan dan aspek medis.

2.      Pengumpulan Data
a.        Data subyektif
1).    Biodata
Nama : Ditanyakan nama penderita dan suamiya agar tidak keliru bila ada kesamaan dengan penderita lain.
Umur : Dalam kurun waktu reproduksi sehat, dikenal bahawa usia aman untuk kehamialan dan persalinan adalah 20-30 tahun (Hanifa,2009)
Semua usia subur 20 – 30 tahun saat yang tepat untuk persalinan dengan jarak kelahiran lebih dari 2 tahun merupakan masa reproduksi yang sehat.
Usia 35 tahun lebih dinamakan primigravida tua jaringan otot sudah kurang clastis dan kaku sehingga sukar diregangkan, kemungkinan besar persalinan akan berlangsung kurang lancar
Agama : Perlu ditanyakan agar bila timbul keadaan gawat darurat dapat segera diketahui siapa yang perlu dihubungi.
Pendidikan : Makin rendah pendidikan ibu, kematian bayi semakin tinggi sehingga perlu diberi penyuluhan.
Pekerjaan : Pekerjaan suami dan ibu sendiri untuk mengetahui bagaimana taraf hidup dan sosial ekonominya agar nasihat kita sesuai, juga mengetahui apakah pekerjaan mengganggu tidak, misalnya : bekerja di pabrik rokok, mungkin zat yang terhisap akan berpengaruh pada janin.
Perkawinan : Ditanya berapa kali kawin dan berapa lamanya untuk membantu menentukan bagaimana keadaan alat kelamin dalam ibu, missal : pada ibu yang telah lama sekali kawin dan baru mempunyai anak kemungkinan ada kelainan pada alat kelamin dalamnya.
Tidak menikah sah dan ibu bercerai dapat mempengaruhi psikologis ibu sehingga mempengaruhi juga proses persalinan.
Alamat : untuk mengetahui ibu tinggal dimana, menjaga kemungkinan bila ada ibu yang namanya sama. Agar dapat dipastikan ibu yang mana yang hendak ditolong untuk kunjungan penderita.
2).    Keluhan utama
a).     Pada ibu inpartu didapatkan tanda dan gejala :
b).     Pinggang terasa sakit menjalar kedepan, sifatnya teratur, interval semakin pendek dan kekuatanya semakin besar.
c).     Nyeri semakin hebat bila untuk aktifitas (jalan) dan tidak berkurang bila dibuat tidur, intensitas nyeri tergantung keadaan klien.
d).    Mengeluarkan lendir dan darah
e).     Pengeluaran cairan yang sebagian besar ketuban pecah atau menjelang pembukaan lengkap (Manuaba,2008)
f).      Keluhan yang dirasakan pada saat masuk proses persalinan yaitu terjadi nyeri pinggang yang terjadi karena adanya kontraksi uterus yang ingin mengeluarkan isinya. Hal ini merupakan tanda his persalinan dimana his semakin kuat dan lama yang menyebabkan pembukaan servik (Prawiroharjo,2009)
3).    Riwayat Kesehatan
a).      Riwayat kesehatan dahulu
(1).   Keadaan dimana ibu dengan penyakit seperti jantung, DM, hipertens, gagal ginjal, GO, akan mempengaruhi masa gangguan dan persalinan ibu.
(2).   Pada klien yang menderita dan akan menambah kebutuhan insulin sebagai kompetensi dari tubuh untuk memenuhi kebutuhan glukosa untuk energi yang menningkat. Penyakit DM dapat menyebabkan risiko bayi besar.
(3).   Pada klien hipertensi dimana terjadi peningkatan beban kerja jantung akibat penyempitan pembuluh darah akan semakin meningkat sehubungan dengan kebutuhan tubuh untuk memenuhi O2.
(4).   GO atau penyakit kelamin yang lain akan menjadi faktor risiko bagi janin yaitu penularan infeksi secara langsung dari jalan lahir
(5).   Penyakit jantung tingkat IV dapat menyebabkan dekompensasi cordis dan setelah kelahiran bayi (Sarwono,2009)
b).      Riwayat Kesehatan Sekarang
(1).    Bila saat hamil menderita TBC, kemungkinan ibu tidak kuat untuk mengejan dan berakibat persalian lama.
(2).   Ibu dengan DM, kemungkinan sulit karena bayi besar.
(3).   Ibu dengan penyakit jantung dilarang megejan karena akan memperberat penyakitnya (Sarwono,2009)
c).      Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat keturunan kembar kemungkinan besar akan menurun pada anggota keluarga yang lain. Riwayat penyakit keluarga seperti DM, hipertensi dan darah sukar membeku dapat menurun sehimgga potensial ibu hamil menderita penyakit yang sama dan berakibat persalinan yang berisiko (Sarwono,2009)
d).     Riwayat Kebidanan
(1).   Haid
(a).    Menarche pada waktu pubertas 10-16 tahun, haid teratur, siklus 28-30 hari, lama 5-6 hari, jumlah darah 50-70 cc, sifat darah tidak membeku .
(b).    Selama haid tidak ditemukan keluhan pusing-pusing, pingsan ataupun tanda-tanda anemia yang lain serta jumlah perdarahan yang berlebihan hingga ada stosel, untuk mengidentifikasi adanya risiko perdarahan selama persalinan.
(c).    Perlu diketahui HPHT untuk membantu menentukan usia kehamilan dan tafsiran persalinan. (Hanifa W,2009)
(2).   Paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas yang paling aman ditinjau dari  sudut kematian maternal (Hanifa W,2009).
(3).   Kehamilan yang lalu.
(a).    Kehamilan terdahulu merupakan informasi yang penting karena kondisi yang terdahulu dapat terulang lagi. Misal perdarahan hipertensi, partus preterm, dsb.
(b).    Apabila sejak hamil sampai melahirkan ibu mengalami penyakit seperti adanya jantung, paru-paru, hipertensi, ginjal dan lain-lain, maka dalam kehamilan ini bidan harus melakukan konsultasi dngan dokter atau rujukan. Dan yang jelas dapat mempengaruhi proses persalinan. Selain itu perlu diketahui usia kehamilan terdahulu seperti melahirkan (Manuaba,2008)
(4).   Persalinan yang lalu
(a).    Persalianan yang lalu bila tidak ada penyakit diharapkan persalinan kali ini juga tidak mengalami kesulitan.
(b).    Multiparitas dengan riwayat obstetri yang baik, tidak selalu menjamin persalinan lancar, sebab janin yang besar dapat menyebabkan disproporsi meski ukuran panggul normal.
(c).    Kelahiran dengan SC kemungkinan terjadi rupture uteri kira-kira 1% sehingga dianjurkan untuk melaksankan persalinan di RS.
(d).   Perlu dituliskan demam pada persalinan atau nifas untuk memberikan penyuluhan sehingga tidak terulang kembali.
(e).    Ibu dengan riwayat persalinan SC karena pannggul sempit kemungkinan persalinan kali ini dengan SC juga. Begitu juga apabila pada riwayat terdahulu mengalami perdarahan dan bayi besar maka untuk persalinan kali ini harus diwaspadai akan terulang (Sarwono,2001)
(5).   Riwayat nifas
Pengeluaran lochea rubra sampai hari ke 3 yang berwarna merah, lochea serosa ahri ke 4 sampai 9 berwarna lebih pucat dan kecoklatan, serta lochea alba daari hari 10-15 berwarna putih kekuningan. Ibu dengan riwayat pengeluaran lochea parulentha,  lochea statica, infeksi intra uteri, rasa nyeri berlebihan memerlukan pengawasan khusus. Dan ibu meneteki kurang dari 2 bulan, adanya bendungan ASI sampai terjadinya abses pada payudara harus dilakukan observasi yang ketat.
(6).   Riwayat Kehamilan Sekarang
(a).   Ibu hamil periksa mulai ia terlambat haid, pada trimester biasanya mengalami mual, muntah tetapi menghilaang setelah trimester II. Setiap wanita hamil mengalami risiko komplikasi yang biasa mengancam jiwanya, oleh karena itu diharapkan minimal 4 kali Kunjungan antenatal, yaitu 1 kali pada trimester 1, 1 kali trimester II, 2 kali trimester III, merasakan pergerakan anak biasanya pada usia 5 bulan, imunisasi TT 2 kali selang 1 bulan, serta mendapatkan tabel Fe minimal 90 buah, kapsul yodium 1 kali dan melaksanakan perawatan payudara.
(b).   Ante Natal Care minimal 4 kali selama kehamilan (trimester 1 1x, trimester II Ix, trimester III 2x)
(7).   Riwayat Persalinan
(a).    Kala 1 lama untuk primi 12 jam, his adekuat, fundus dominan, tiap 5-10 menit sekali (minimum) lama 45-60 detik, ketuban pecah spontan, lama multi 6 - 8 jam.
(b).    Kala II lama untuk primi I – 1% jam, persalinan spontan, bayi lahir hidup tidak cacat, untuk multi ½ - 1 jam.
(c).    Kala III untuk primi 10 menit, placenta lahir spontan lengkap, untuk multi 10 menit.
(d).   Kala IV 2 jam post partum perdarahan tidak boleh lebih 500 cc.
(8).   Riwayat KB
KB yang biasa digunakan untuk pasca salin adalah suntikan KB depoprofera 3 bulan, cyclofem 1 bulan, implant, AKDR, pil KB hanya progesterone, pil kombinasi untuk yang kontak syarafnya usia ibu harus lebih 35 tahun, anak terkecil usia 10 tahun jumlah anak lebih dari 2. (Manuaba,2008)
Selain itu bisa menggunakan kondom. Jelly ataupun tissue (Sarwono,2007)
4).    Pola Kebiasaan Sehari-hari
a)        Nutrisi
(1).   Pada kala pembukaan adalah waktu untuk menyiapkan ibu menghadapi persalinan-persalinan diusahakan agar ibu dapat memasukkan makanan ke dalam tubuhnya agar ada zat bakar untuk pembentukan energi, makanan adalah yang mudah dicerna agar tidak memberatkan pekerjaan pencernaan. Kadang-kadang karena perasaan sakit ibu enggan makan. Dalam hal ini perlu dijelaskan makanan tersebut.
(2).   Cairan dianjurkan, ibu minum cairan yang mengandung nutrisi atau air biasa selama proses persalinan karena cairan akan membuat tenaga dan mencegah ibu dari dehidrasi yang dapat mempengaruhi keadaan ini (Depkes RI,2000)
b)        Eliminasi
(1).   Menjelang persalinan frekuensi meningkat (BAK) karena bagian terendah janin menekan kandung kemih (Hanifa W,2009)
(2).   BAB bila mungkin anjurkan ibu untuk BAB sebelum persalinan kala II jangan memberikan klimas bila kepala janin belum engaget, karena saat ibu mengejan untuk mengosongkan rectum, selaput ketuban pecah dengan risiko terjadinya tali pusat menumbung.
(3).   Ibu proses persalinan harus kemih 2 jam / lebih sering, bila kandung kemih penuh akan menghambat penurunan kepala dan akan membuat ibu merasa tidak nyaman (Djoko Waspodo,2000)

c)        Istirahat dan tidur
(1).   Menjelang persalinan istirahat / tidur yang dianjurkan adalah posisi miring ke kiri, karena dengan posisi tidur miring ke kiri akan memperlancar peredaran darah ke vena cava inferior.
(2).   Istirahat dan tidur diperlakukan bagi ibu yang akan bersalin, tidur dan istirahat dilakukan apabila persalinan masih agak jauh. Bila persalinan dekat tentu tidak mungkin dapat istirahat karena rasa nyeri lebih kuat.
d)       Personal Hygiene.
Infeksi yang dapat terjadi selama proses persalinan akan dapat menyebabkan kematian atau penyakit pada ibu maupun janin. Ibu hamil harus selalu mandi dan menggunakan baju yang bersih selama persalinan.
Penolong persalinan harus mencuci kedua tangannya sesering mungkin dan menggunakan alat-alat steril atau DTT. Alasan pencegahan infeksi amat penting bagi ibu, janin, maupun penolong persalinan (Djoko Waspodo, 2000)
e)        Aktifitas
(1).   Bila his jarang bagian terdepan belum masuk PAP, kantung ketuban masih ada maka diperbolehkan berjalan agar his bertambah kuat dan sering sehingga mendesak turunnya kepala ke PAP. Apabila his jarang presentasi belum masuk PAP, kantong ketuban sudah pecah, ibu tidak boleh berjalan, ibu dianjurkan tidur terbaring.
(2).   Apabila his jarang presentasi belum masuk PAP, ketuban sudah pecah atau apabila his sudah kuat, presentasi sudah masuk PAP, ketuban masih ada, tidak boleh berjalan untuk menghindari gerakan yang salah pada bayi.
f)         Riwayat Ketergantungan
Mengalami ketergantungan pada minuman beralkohol, merokok, akan mengakibatkan gangguan pada persalinan, pertumbuhan dan perkembangan janin (Depkes RI, 2003)
5).    Latar Belakang Sosial Budaya
Kemiskinan, ketidak tahuan, kebodohan dan rendahnya status wanita merupakan beberapa faktor sosio – budaya yang berperan pada tingginya angka kematian maternal, transportasi yang sulit, ketidak mampuan membayar, pelayanan yang baik, pantangan makanan tertentu pada wanita hamil juga merupakan faktor-faktor yang ikut berperan (Hanifa W, 2009)
6).    Psiko Sosial Spiritual.
 Biasanya timbul perasaan takut, cemas dan ragu-ragu terutama pada ibu yang baru pertama kali melahirkan. Keadaan psikologis dan pengetahuan keluarga yang stabil akan mempengaruhu dukungannya terhadap klien hamil. Semakin baik / stabil maka dukungan yang diberikan semakin positif bagi ibu / klien
7).    Kehidupan Sexsual.
   Coitus pada akhir kehamilan lebih baik ditinggalkan karena kadang-kadang menimbulkan infeksi pada persalinan dan nifas, serta dapat memecahkan ketuban pada multipara. Coitus dapat dilakukan dengan menggunakan kondom/perubahan posisi yang dapat mengurangi kedalaman penetrasi (Manuaba, 2008)
b.        Data Obyektif.
1).       Pemeriksaan Umum :
a)        Keadaan umum : baik, kesadaran composmentis
b)        Penampilan : sikap lordosc, berkeringat, tampak cemas.
2).       Tanda–tanda  Vital
a)      Tekanan darah tidak boleh lebih dari 140/90 mmHg/perubahan diastole 15 mmHg. Sistole 30 mmHg bila diketahui tensi sebelumnya kenaikan lebih dari itu hati-hati adanya pre eklamsi.
b)      Nadi normal 60-100 x/menit bila nadi abnormal mungkin ada kelainan paru-paru/jantung.
c)      Pernafasan normal 20-24x/menit bila abnormal mungkin kelainan paru-paru/jantung.
d)     Suhu normal 36-37 ͦ C bila suhu lebih dari normal mungkin adanya infeksi . (Depkes RI, 2003)
3).       Tinggi Badan dan B
Lebih dari 145 cm, tinggi badan kurang dari 145 termasuk risiko sedang yaitu faktor risiko ibu hamil tidak langsung menimbulkan kematian ibu. (Pusdiknakes, 2003)
BB kurang dari 45 kg pada trimester III bearti ibu kurus, besar kemungkinan ibu akan melahirkan bayi dengan BBLR.
4).       Lingkar Lengan Atas
Lila      : Lila kurang dari 23,5 cm merupakan indicator kuat untuk status gizi ibu yang kurang atau buruk, sehingga ia berisiko untuk melahirkan BBLR. (Depkes RI,2004)
5).       Kepala
Muka   : normal, tidak sembab, tidak pucat, ada cloasma gravidarum karena terjadi perubahan deposit pigmen dan hyperpigmentasi karena pengaruh melaniphose stimulating hormone lobus hipofisis anterior dan pengaruh kelenjar suprarenalin. (Manuaba, 2008)
Rambut    :       normal, warna hitam, tidak mudah dicabut, tidak rontok, tidak berketombe, penyebaraan merata .
Mata      :  kelopak mata yang bengkak kemungkinan adanya pre eklamsi, conjungtiva normal warna merah bila pucat mungkin anemia, sclera normal warna putih, bila kuning mungkin terinfeksi hepatitis (Depkes RI, 2000)
Mulut dan gigi :  dalam kehamilan sering gusi menjadi bengkak dan lemah serta mudah berdarah, hal ini pengaruh hormone estrogen yang meningkat, sering juga timbul stomatitis dan gingvitis, kelainan ini disebut epulis gravidarum, caries dentis juga sering dijumpai akan tetapi tidaklah beralasan kehamilan sebagai penyebab meningkatya kejadian caries dentis, caries dentis sebelum hamil sudah ada dan berkurang ealsium akan memperburuk kerusakan giginya.
Leher     :  adanya bendungan pada vena jugularis tentunya kita curigai adanya penyumbatan jantung, bila mengalami pembesaran kelenjar tyroid bekerja lebih berat karena tyroid dalam kehamilan dapat terjadi dalam 2 bentuk, yaitu Morbus basedowi (hipertispoidisme) dan Miksedema (hipotirodisme). Walau nampak gejala-gejala yang dapat menyerupai hiperfungsi glandula tyroid namun wanita hamil normal itu tidak menderita hipeririidisme (Manuaba, 2008)
6).       Payudara
Mammae akan membesar dan tegang akibat hormone somatomammotropin, estrogen dan progesterone. Papila mammae membesar, lebih tegak dan tampak lebih hitam, seperti seluruh aerola mammae karena hiperpigmentasi glandula Montgomery tampak lebih jelas menonjol. Pada kehamilan 12 minggu keatas dari putting keluar cairan berwarna putih agak jernih disebut colostrums yang berasal dari kelenjar-kelenjar asinus yang mulai berskresi (Hanifa W, 2009)
7).       Abdomen
Membesar sesuai usia kehamilan, linea alba / nigra hipermigmentasi, tampak gerakan janin, bentuk pembesaran (melintang, membujur, asimetris), tampak striae gravidarum. Adanya bekas SC (penting) karena biasa terjadi rupture uteri pada persalinan berikutnya (Prawiroharjo, 2001)
8).       Genetalia
Vulva / vagina tidak ada kelainan, keluar lendir bercampur darah, tidak teraba oedem, varices, condiloma acuminate/talata, servik tidak teraba, pembukaan 10 cm, eff 100 %, partio lunak, ketuban utuh, kepala H IV, UUK jam 12.
Tanda-tanda inpartu pada vagina terdapat pengeluaran pervaginam berupa bloodslym (Mochtar, 2008)
9).       Ekstremitas
Atas       :  kadang ditemukan oedema pada jari-jari tangan yang merupakan tanda pre eklamsi. Flombing finger menunjukan adanya anemia.
Bawah   :  karena pelebaran pembuluh darah vena ditungkai kadang-kadang ditemukan adanya varices. Hiperfleksi pada patella menunjukan adanya avitaminosis BI.
10).   Pemeriksaan Penunjang ( Laboratorium ).
a)      Kadar Hb normal > 11 gr %
b)      Kadar Hb 9-10 gr %: anemia ringan
c)      Kadar Hb 7-8 gr % : anemia sedang
d)     Kadar Hb <7>
e)      Albumin urine negative.
f)       Reduksi urine negative.
3.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian keperawatan. (Gable, dalam Carpenito,2003).
Diagnosa keperawatan yang timbul pada Post Operasi Sectio Caesaria adalah :
a.    Devisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan
b.    Ganggguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan luka post operasi
c.    Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi
d.   Perubahan Perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan
e.    Kurang Perawatan Diri personal hygiene berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik
f.     Gangguan Integritas Kulitberhubungan dengan tindakan pembedahan
4.      Rencana Asuhan Keperawatan
a.         Diagnosa 1 : Devisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan
Tujuan :
Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik jumlah maupun kualitas.
Kriteria Hasil :
Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S: 36-37,5  ͦ C, RR : < 40 x/mnt)
Intervensi :
1)            Kaji kondisi status hemodinamika.
R/pengeluaran cairan akibat operasi yang berlebih merupakan faktor utama masalah
2)            Ukur pengeluaran harian
R/jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan yang hilang selama masa post operasi dan harian
3)            Berikan sejumlah cairan pengganti harian
R/tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan masif
4)            Evaluasi status hemodinamika
R/penilaian dapat dilakukan secara harian melalui pemeriksaan fisik.

5)            Pantau intake dan output
R/dapat meningkatkan laju fitrasi glomerulus membuat keluaran tak adekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
b.         Diagnosa 2 : Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan luka post operasi
Tujuan : klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
Kriteria Hasil :
1).      Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
2).      Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )
3).      Dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri
4).      Kooperatif dengan tindakan yang dilakukan
5).      TTV dalam batas normal : suhu : 36-37 ͦ C, TD : 120/80 mmHg, RR : 18-20x/menit.
Intervensi :
1)        Perubahan tirah baring selama masa akut
R/ menimbulkan stimulasi atau meningkatkan relaksasi
2)        Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya
R/meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri
3)        Ajarkan teknik distraksi
R/pengurangan persepsi nyeri

4)        Kolaborasi pemberian analgetika
R/mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik
5)        Kaji intensitas, karakteristik, dan derajat nyeri
R/ pengkajian yang spesifik membantu memilih intervensi yang tepat.
c.         Diagnosa 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan penurunan sirkulasi
Tujuan :
klien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Kriteria Hasil :
klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri
Intervensi :
1)   Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
R/mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai untuk mencegah kondisi klien lebih buruk
2)   Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum
R/aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan palpasi organ reproduksi, tetapi dapat mempengaruhi kondisi luka post operasi dan berkurangnya energi
3)   Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
R/mengistirahatkan klien secara optimal.
4)   Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan/kondisi klien
R/mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat mutlak sangat diperlukan
5)   Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas
R/menilai kondisi umum klien.
d.        Diagnosa 4 : perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan.
Tujuan :
Diharapkan suplai/kebutuhan darah ke jaringan terpenuhi.
Kriteria Hasil :
1)   Konjungtiva tidak anemis
2)   Acral hangat
3)   Hb normal
4)   Muka tidak pucat
5)   Tidak lemas
6)   TTV dalam batas normal : suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80mmHg, RR : 18-20x/menit, Nadi : 80-100x/menit.
Intervensi :
1)   Jelaskan penyebab terjadi perdarahan
R/Pasien paham tentang kondisi yang dialami
2)   Monitor tanda-tanda vital
R/Tensi, nadi yang rendah, RR dan suhu tubuh yang tinggi menunjukkan gangguan sirkulasi darah
3)   Kaji tingkat perdarahan setiap 15 – 30 menit
R/Mengantisipasi terjadinya syok
4)   Kolaborasi pemberian cairan infus isotonik
R/Cairan infus isotonik dapat mengganti volume darah yang hilang akibat perdarahan.
5)   Kolaborasi pemberian tranfusi darah bila Hb rendah
R/Tranfusi darah mengganti komponen darah yang hilang akibat perdarahan.
e.         Diagnosa 5 : Kurang perawatan diri personal hygiene berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik 
Tujuan :
Diharapkan mampu menjaga kebersihan diri
Kriteria hasil :
Penampilan pasien tampak bersih dan segar
Intervensi  :
1)   Berikan bantuan dalam pemenuhan personal hygiene
R / untuk mempertahankan rasa nyaman pasien
2)   Beri penjelasan pada pasien dan keluarga pentingnya cara perawatan personal hygiene pada saat pasien berada di tempat tidur
R/ meningkatkan informasi tentang pentingnya personal hygiene
3)   Kaji tingkat kemampuan aktivitas pasien pada saat mandi
R / mengidentivikasi kemampuan pasien pada saat beraktivitas
f.          Diagnosa 6 : Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan
Tujuan :
Memperbaiki integritas kulit dan proteksi jaringan
Kriteria Hasil :
Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Intervensi :
1)     Berikan perhatian dan perawatan pada kulit
R/Jaringan kulit yang mengalami kerusakan dapat mengganggu suplai nutrien yang sangat rentan terhadap tekanan serta trauma.
2)     Lakukan latihan gerak secara pasif
R/meningkatkan mobilisasi
3)     Jaga kelembaban kulit
R/Untuk tetap menjaga kulit yang sehat agar tetap lembab.  
5.      Implementasi
Menurut Gaffar, (2008) implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan teknikal.

6.      Evaluasi
Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. (Gaffar, 2008). Evaluasi proses dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan keperawatan dan Evaluasi hasil dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan umum yang telah direncanakan.
Evaluasi pada klien post SC yaitu:
a.         Devisit volume cairan dapat diatasi
b.         Nyeri dapat diatasi
c.         Pasien  dapat melakukan aktivitas secara mandiri
d.        Perubahan perfusi jaringan tidak terjadi
e.         Pasien mampu menjaga kebersihan diri

sumber : data dari buku yang sudah saya cantumkan di setiap penjelasan. 

0 comments