PEMBAHASAN
sumber : dari file Skripsi Teman Mengenai ISPA (Infeksi Sistem Pernapasan Akut)
A.
Keterbatasan
Penelitian
Keterbatasan
dalam penelitian ini diantaranya :
1.
Metode In Depth
Interview yang Belum Maksimal
Penelitian
ini menggunakan metode indepth interview (wawancara mendalam) akan tetapi penempatan
peneliti saat penelitian masih belum sampai pada proses triagulasi yaitu
peneliti tidak tinggal ditengah-tengah kehidupan partisipan yaitu untuk tinggal
disekitar pabrik bata sehingga tidak bisa melakukan klarifikasi secara mendalam
mengenai data hasil wawancara dengan partisipan.
2. Ketepan
Pengambilan Lokasi Penelitian
Penelitian
dilakukan ditempat partisipan bekerja sehingga komunikasi dengan partisipan
tidak efektif karena kegaduhan yang terjadi ditempat kerja.
B.
Pembahasan
Gangguan kesehatan dan daya kerja dapat
timbul akibat tidak adanya keseimbangan atau kurangnya kecocokan antara bebean
kerja disatu pihakdan kemampuan/kapasitastenaga kerja dipihak lainnya. Gangguan
kesehatan dan daya kerja juga dikarenakan oleh berbagai faktor yang bersifat
fisik, kimiawi, biologis, fisiologis dan atau mental psikologis yang terdapat
dalam lingkungan kerja (Suma’mur, 2013:13).
Setiap tempat kerja selalu mengandung
berbagai faktor bahaya yang dapat mempengaruhi berbagai faktor bahaya yang dapat
mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit
akibat kerja. Dalam pelaksaan pekerjaan sehari-hari pekerja akan terpajan
dengan resiko penyakit akibat kerja, hal ini juga terjadi pada pekerja dipabrik
batu bata mempunyai resiko terpapar berbagai penyakit. Pekerjaan yang dituntut
untuk selalu berhadapan langsung dengan proses pembakaran dapat mengakibatkan
salah satunya adalah infeksi saluran pernapasan akut karena paparan debu dan
asap.
Pekerjadipabrik batu bata yang rentan
terkena infeksi saluran pernafasan akut akibat agen eksternal yang masuk ke
sistem pernafasan serangan yang terjadi menimbulkan gelaja-gejala sesuai dengan
penderita, akibatnya yang mula-mula tampak adalah batuk, disertai demam dan
pusing, temperatur tinggi, otot terasa pegal, terasa sakit pada tenggorokan
karena tulang rahang membengkak dan lembek, serta kondisi tubuh lemah, hampir
semua sendi dan otot terasa sakit dan lesu, sedangkan anggota tubuh dan anggota
badan lain terasa pegal-pegal.
Berkaitan dengan hal tersebut,
berdasarkan hasil wawancara dengan partisipan 1, 2, 3, 4 dan 5 didapatkan hasil
bahwa keluhan saat bekerja yang dirasakan antara lain batuk, sesak nafas, mata
pedih, kepala pusing dan pegal-pegal. Hal ini berkaitan dengan efek dari tempat
kerja yang diakibatkan oleh paparan debu saat proses pembakaran yang
kemungkinan besar akan berakibat terjadinya infeksi pada saluran pernafasan
pada saat tidak segera dilakukan pencegahan sampai dengan penanganan saat
setelah gangguan tersebut muncul.
Hal ini sejalan dengan teori dari
Suma’mur (2013) yang mengemukakan bahwa Pekerjaan dan atau lingkungan kerja
dapat menyebabkan penyakit akibat kerja. Suatu jenis penyakit akibat kerja
dapat disebabkan oleh satu sebab penyakit tetapi penyakit/kelainan yang timbul
tergantung kepada organ tubuh yang terkena, namun penyebab penyakit akibat
akibat dapat pula lebih dari satu penyebab penyakit. Lebih buruk lagi, oleh
karena banyak diantara penyakit akibat kerja yang berakibat cacat berat kepada
tenaga kerja seperti halnya pnemokoniosis (penyakit akibat tertibunnya debu
dalam paru) (Suma’mur, 2013:14).
Begitupun dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Grahanintyas, Wignjosoebroto, dan Latifiyanti (2012) yang
mendapatkan hasil bahwa lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kesehatan kerja
2.
Pengaruh
Gangguan Kesehatan Terhadap Pekerjaan
Kesehatan berkaitan erat dengan
produktifitas dan peningkatan produktivitas tenaga kerja selaku sumber daya
manusia. Kondisi kesehatan yang baik merupakan potensi untuk meraih
produktivitas kerja yang baik pula. Pekerjaan yang menuntut produktivitas kerja
tinggi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kerja dengan kondisi kesehatan yang
prima. Sebaliknya keadaan sakit atau gangguan kesehatan menyebabkan tenaga
kerja tidak atau produktif dalam melakukan pekerjaannya. Tenaga kerja yang
sakit atau mengalami gangguan kesehatan dapat mempengaruhi kemampuan bekerja
fisik, berfikir, atau melaksanakan pekerjaan sosial-kemasyarakatan sehingga
hasil kerjanya berkurang.
Berkaitan dengan hal tersebut
berdasarkan hasil wawancara dari partisipan 1, 2, 3, 4 dan 5 didapatkan hasil
bahwa pengaruh gangguan terhadap pekerjaan yaitu selama bekerja menjadi
terganggu. Efek kerja seperti ini dapat mengurangi motivasi kerja dalam
menyelesaikan pekerjaannya baik pekerjaan yang bersifat ringan maupun yang
bersifat berat.
Hal ini sejalan dengan teori dari
Suma’mur (2013) yang mengungkapkan bahwa keadaan sakit atau gangguan kesehatan
pada tenaga kerja menurunkan kemampuan tenaga kerja untuk bekerja fisik,
melemahkan ketajaman berfikir untuk mengambil keputusan yang cepat dan tepat,
serta menurunkan kewaspadaan dan kecermatan dengan akibat tenaga kerja yang
bersangkutan rentan terhadap terjadinya kecelakaan kerja. Begitupun dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Grahanintyas, Wignjosoebroto, dan
Latifiyanti (2012) yang mendapatkan hasil bahwa prilaku kerja berpengaruh
positif dan signifikat terhadap keselamatan kerja.
3.
Tindakan
Saat Terjadi Gangguan Kesehatan
Bahaya sebagai sumber terjadinya
kecelakaan kerja dapat dikendalikan langsung pada sumbernya dengan melakukan pengendalian
secara teknis atau administratifseperti mematikan bahan yang mengakibatkan
terjadinya gangguan kesehatan yang dalam hal ini adalah mematikan proses
pembakaran batu bata. Kemudian dapat dilakukan pengendalian pada penerima
gangguan kesehatan tersebut yang dalam hal ini adalah para pekerja pabrik
pembuatan batu bata (Ramli, 2010:37-38).
Berkaiatan
dengan hal tersebut berdasarkan hasil wawancara dari partisipan 1, 2, 3, 4 dan
5 didapatkan hasil bahwa tindakan yang dilakukan saat terjadi gangguan anatara
lain membeli obat warung dan keluar dari tempat pembakaran. Tindakan tersebut
merupakan tindakan first aid yang
dilakukan secara reflek oleh pekerja saat gangguan kesehatan tersebut terjadi
akibat dari respon sistem sensori persepsi dari sistem saraf pusat yang
mengkondisikan diri untuk langsung menentukan tindakan yang harus dilakukan.
Hal
ini sejalan dengan teori dari Ramli (2010) yang mengemukakakan bahwa keberadaan
bahaya dan resiko dilapangan kerja harus dikelola melalui manajemen resiko yang
baik yaitu pada saat terjadi bahaya akan menimbulkan insiden yang mungkin dapat
merugikan diri sendiri maupun orang lain, lingkungan maupun properti yang
tersedia dan secara tidak sengaja seseorang akan melakukan safety management (manajemen keselamatan).
Begitupun
hasil penelitian yang dilakukan oleh Nuswantoro, Sugiono, dan Efranto (2013) yang
mengemukakan bahwa terdapat pengaruh tidak langsung yang signifikan antara
program keselamatan kerja terhadap faktor produktifitas melalui faktor
kecelakaan kerja.
4.
Tindakan
Pencegahan oleh Pekerja
Kecelakaan kerja menelan biaya yang luar
biasa tinggi. Dari segi biaya saja dapat dipahami, bahwa terjadinya kecelakaan
kerja harus dicegah asal ada kemauan yang cukup untuk mencegahnya dan
pencegahan dilakukan atas dasar pengatahuan yang memadai tentang sebab-sebab
terjadinya kecelakaan kerja dan penguasaan teknik-teknologi upaya preventif
terhadap kecelakaan kerja (Suma’mur.
2013:458)
Ditempat kerja kemungkinan terdapat tiga
sumber utama bahaya potensial kerja meliputi lingkungan kerja, pekerjaan serta
manajemen yang belum terlatih tentang kesehatan dan keselamatan kerja. Apabila
kondisi bahaya potensial dari tiga sumber utama tersebut dapat diminimalkan
atau dieliminasikan, pekerja dapat lebih leluasa mewujudkan tanggung jawabnya
masing-masing untuk melakukan perawatan diri menuju tingkat kesehatan dan
pemeliharaan kesehatan yang setinggi-tingginya (Anies. 2005)
Berkaiatan dengan hal tersebut
berdasarkan hasil wawancara dari partisipan 1, 2, 3, 4 dan 5 didapatkan hasil
bahwa tindakan pencegahan yang dilakukan oleh pekerja anatara lain memakai
masker dari kaos dan keluar dari tempat pembakaran akan tetapi beberapa
partisipan menyebutkan tidak pernah memakai
pelindung apapun. Perbedaan dalam melakukan pencegahan mempunyai dampak
tersendiri terutama pada pekerja yang acuh terhadap keselamatan dirinya yaitu
pekerja yang tidak memakai pelindung diri selama proses bekerja karena beresiko
tinggi masuknya mikroorganisme ke dalam sistem tubuh.
Hal ini sejalan dengan teori Suma’mur (2013:460)
mengemukakan bahwa pencegahan ditujukan kepada lingkungan, mesin, peralatan
kerja, perlengkapan kerja, dan terutama faktor manusia. Lingkungan harus
memenuhi syarat lingkungan kerja yang aman serta memenuhi persyaratan
keselamatan. Mesin dan peralatan kerja harus didasarkan perencanaan yang baik
dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku, serta cukup dilengkapi alat
pelindung.
Begitupun hasil penelitian yang
dilakukan oleh Nuswantoro, Sugiono, dan Efranto (2013) yang mengemukakan bahwa
program keselamatan kerja mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap
faktor klecelakaan kerja dan program kesehatan kerja mempunyai pengaruh negatif
dan signifikan terhadap faktor penyakit akibat kerja.
5. Alasan tidak Melakukan
Pecegahan
Upaya pencegahan belum dilakukan secara
nyata dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari. Mencegah kecelakaan sebenarnya
sangat sederhana yaitu dengan menghilangkan faktor penyebab kecalakaan yang
disebut tindakan tidak aman dan kondisi yang tidak aman. Namun dalam praktiknya
tidak semudah yang dibayangkan karena menyangku berbagai unsur yang saling
terkait mulai dari penyebab langsung, penyebab dasar dan latar belakang dari
gangguan tersebut (Ramli, 2010:37).
Berkaiatan dengan hal tersebut
berdasarkan hasil wawancara dari partisipan 1, 2, 3, 4 dan 5 didapatkan hasil
bahwa alasan pekerja tidak melakukan tindakan pencegahan antara lain tidak
merasa nyaman dan tidak mengerti. Hal tersebut dapat menimbulkan dampak negatif
bagi partisipan tersebut selama bekerja, pekerja yang tidak memakai pelindung
diri selama proses bekerja karena beresiko tinggi masuknya mikroorganisme ke
dalam sistem tubuh.
Hal ini sejalan dengan teori dari
Suma’mur (2013) mengemukakan bahwa Perlindungan keselamatan pekerja melalui
upaya teknis pengamanan teknis pengamanan tempat, mesin, peralatan dan
lingkungan kerja wajib diutamakan. Namun kadang-kadang resiko terjadinya
kecelakaan masih belum sepenuhnya dapat dikendalikan, sehingga digunakan alat
pelindung diri (alat proteksi diri). Jadi penggunaan APD meruapakan alternatif
terakhir yaitu kelengkapan dari segenap upaya teknis pencegahan kecelakaan.
Bila upaya pencegahan tidak dilakukan
dan gejala berlangsung cukup lama, lama-kelamaan akan terjadi komplikasi dan
berjangkit hebat,, sehingga penderita disamping sering merasakan batuk-batuk
juga akibat kinerja bakteri yang sudah merusak, menyebabkan rasa sakit dan
sukar tidur malam hari sehingga penderita perlu mendapatkan perawatan dan
beristirahat (Gouzali, 2011:47). Lebih buruk lagi, oleh karena upaya pencegahan
tidak dilakukan akan berakibat cacat berat kepada tenaga kerja seperti halnya
pnemokoniosis (penyakit akibat tertibunnya debu dalam paru) (Suma’mur, 2013:14)
Begitupun dengan hasil penelitian dari
Tjahjanto dan Azis (2016) yang menyimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan
terjadinya kecelakaan kerja adalah rendahnya kedisiplinan yang dimiliki oleh
pekerja tentang pentingnya penggunaan alat keselamatan kerja masih kurang.
0 comments