BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Kehamilan dan persalinan adalah suatu proses fisiologis,
diharapkan ibu akan melahirkan secara normal, dalam keadaan sehat baik ibu
maupun bayinya. Namun apabila proses kehamilan tidak dijaga dan proses
persalinan tidak dikelola dengan baik, maka ibu dapat mengalami berbagai komplikasi selama
kehamilan, persalinan, masa nifas, bahkan dapat menyebabkan kematian (Manuaba,
2009).
Proses persalinan hampir 90% yang mengalami robekan
perineum, baik dengan atau tanpa episiotomi. Biasanya penyembuhan luka pada robekan
perineum ini akan sembuh bervariasi, ada yang sembuh normal (6-7 hari) dan ada
yang mengalami kelambatan dalam penyembuhannya (Rejeki, 2010).
Perineum terletak antara vulva dan anus. Kebutuhan
perineum tidak hanya berperan atau menjadi bagian penting dari proses
persalinan, tetapi juga diperlukan untuk mengontrol proses buang air besar dan
buang air kecil. Perineum merupakan tempat yang paling sering mengalami
perlukaan atau laserasi akibat persalinan, yang terjadi pada persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya (Dannis,2009)
Luka-luka pada jalan lahir yang telah dijahit, luka pada
vagina dan serviks umumnya bila tidak disertai perawatan yang bagus maka dapat
menimbulkan infeksi (Prawirohardjo, 2009).
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam
jumlah yang bervariasi banyaknya. Sumber perdarahan dapat berasal dari
perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus (ruptura uteri). Robekan jalan
lahir yang berupa perlukaan jalan lahir lahir dapat menyebabkan infeksi. Penyebab
infeksi diantaranya adalah bakteri eksogen (kuman dari luar), autogen (kuman
masuk dari tempat lain dalam tubuh), endogen (dari jalan lahir sendiri).
Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus anaerob yang
sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Gorback
mendapatkan dari 70% dari biakan serviks normal dapat pula ditemukan bakteri
anaerob dan aerob yang patogen. Secara umum frekuensi infeksi puerperalis
adalah sekitar 1-3%. (Prawirohardjo, 2009).
Luka dapat sembuh melalui proses utama (primary intention)
yang terjadi ketika tepi luka disatukan (approximated) dengan menjahitnya. Jika
luka dijahit, terjadi penutupan jaringan yang disatukan dan tidak ada ruang
yang kosong. Oleh karena itu, dibutuhkan jaringan granulasi yang minimal dan
kontraksi sedikit berperan. Penyembuhan yang kedua yaitu melalui proses
sekunder (secondary intention) terdapat defisit jaringan yang membutuhkan waktu
yang lebih lama (Boyle, 2009).
Salah satu hal yang penting diperhatikan dalam mempercepat
penyembuhan luka perineum untuk mencegah terjadinya infeksi pada luka perineum adalah
kebersihan diri terutama vulva higiene atau perawatan perineum, pola makan,
pengetahuan tentang kebersihan dan perawatan luka perineum.
Di Amerika 26 juta ibu
bersalin yang mengalami luka perineum, 40 % diantaranya mengalami rupture
perineum. Di Asia luka perineum
juga merupakan masalah yang cukup banyak dalam masyarakat, 50 % dari kejadian
rupture perineum di dunia terjadi di Asia. (Randi, 2009)
Prevalensi ibu bersalin
yang mengalami rupture perineum pada tahun 2012 di Indonesia pada golongan umur
25-30 tahun yaitu 24 % sedang pada ibu bersalin usia 32 –39 tahun sebesar
62 %. Dengan kejadian infeksi sebanyak 52% dari ibu yang mengalami ruptur
perineum (Departemen Kesehatan, 2013)
Kejadian infeksi perineum di Jawa Barat pada tahun 2012
sebesar 68% dari seluruh jumlah persalinan spontan. Data ini terus meningkat
dari tahun ke tahun dimana pada tahun 2013 angka kejadian infeksi perineum di
Jawa Barat meningkat menjadi 71% dari
seluruh persalinan spontan (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2014)
Data di Kabupaten Indramayu pada tahun 2012 didapatkan bahwa
sebanyak 40% primigravida 60% multigravida dan 60% mengalami ruptur perineum dan 40% tidak
mengalami ruptur perineum. Perdarahan
post partum menjadi penyebab utama 40% kematian ibu. Pada ibu bersalin dengan
persalinan spontan terdapat 85% yang
mengalami luka perineum dan dari angka tersebut sebanyak 65% mengalami infeksi
perineum (Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu, 2013)
Puskesmas Cikedung Kabupaten Indramayu merupakan puskesmas
dengan kejadian infeksi perineum tertinggi di Kabupaten Indramayu, jika
dibandingkan dengan puskesmas lainnya hal ini tertulis pada profil kesehatan
Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu tahun 2013. Puskesmas Lelea dengan angka
kejadian infeksi perineum pada tahun 2013 sebanyak 57% dari ibu post partum
sedangkan di Puskesmas Cikedung sebanyak 69 % ibu post partum yang mengalami
infkesi perineum dari jumlah ibu post partum yang ada di Puskesmas Cikedung. (Dinas
Kesehatan Kabupaten Indramayu, 2014)
Didapat data di Puskesmas Cikedung Kabupaten Indramayu pada
bulan Januari - Desember tahun 2014 terdapat 315 persalinan, yang mengalami
luka perineum akibat persalinan sebanyak 113 jiwa (35,8 %). Dari 315 persalinan
semuanya melakukan kunjungan pertama masa nifas. Khusus pada ibu nifas yang
mengalami luka perineum, selain untuk mengetahui keadaan ibu dan bayi,
kunjungan ini juga dilakukan untuk mengetahui penyembuhan laserasi ibu postpartum.
(Puskesmas Cikedung, 2014)
Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada studi pendahuluan
tanggal 20 Desember 2014 di Puskesmas Cikedung Kabupaten Indramayu didapat data
bahwa dari 10 orang ibu post partum didapatkan ibu post partum dengan kejadian
infeksi perineum sebesar 8 orang (80%) dan yang tidak mengalami infeksi
perineum sebesar 2 orang (20%). Dilihat dari segi pengetahuan ibu post partum
tersebut didapat hasil bahwa dari 10 orang ibu post partum sebanyak 8 (80%)
yang tidak mengetahui tentang perawatan luka perineum dan vulva hygiene dan 2
(20%) yang mengetahui tentang perawatan luka perineum dengan benar dan
dipraktekan di rumah sehingga luka cepat sembuh. Dan dari 10 orang ibu post
partum yang dilakukan wawancara tersebut didapat data bahwa pendidikan ibu post
partum sebanyak 6 orang (60%) yang berpendidikan rendah dan 4 orang (40%) berpendidikan
tinggi. Sedangkan jika dilihat dari usia ibu post partum maka didapat data
bahwa dari 8 (80%) orang yang mengalami infeksi perineum tersebut seluruhnya
berusia < 20 tahun dengan
status primigravida dan 2 orang dengan usia > 20 tahun.
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian infeksi perineum pada ibu post partum yang
dilakukan jahit perineum saat persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Cikedung
Kabupaten Indramayu Tahun 2015”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang telah peneliti uraikan diatas, maka rumusan masalah yang dapat
peneliti ambil adalah
“Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian infeksi
perineum pada ibu post partum yang dilakukan jahit perineum saat persalinan di
Wilayah Kerja Puskesmas Cikedung Kabupaten Indramayu Tahun 2015? “
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengindentifikasi faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian infeksi perineum pada ibu post partum yang dilakukan jahit
perineum saat persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Cikedung Kabupaten
Indramayu Tahun 2015
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi
gambaran pengetahuan
ibu post partum tentang infeksi perineum di Wilayah
Kerja Puskesmas Cikedung Kabupaten Indramayu Tahun 2015
b. Mengidentifikasi
gambaran tingkat
pendidikan ibu post partum di Wilayah Kerja Puskesmas
Cikedung Kabupaten Indramayu Tahun 2015
c. Mengidentifikasi
gambaran usia
ibu post partum di Wilayah Kerja Puskesmas Cikedung Kabupaten
Indramayu Tahun 2015
d. Mengidentifikasi
gambaran status
bekerja ibu post partum di Wilayah Kerja Puskesmas
Cikedung Kabupaten Indramayu Tahun 2015
e. Mengidentifikasi
gambaran kejadian infeksi perineum pada ibu post partum
yang dilakukan jahit perineum saat persalinan di Wilayah
Kerja Puskesmas Cikedung Kabupaten Indramayu Tahun 2015
f. Mengidentifikasi
hubungan antara pengetahuan
ibu post partum tentang infeksi perineum dengan kejadian infeksi
perineum pada ibu post partum yang dilakukan jahit perineum saat persalinan di
Wilayah Kerja Puskesmas Cikedung Kabupaten Indramayu Tahun 2015
g. Mengidentifikasi
hubungan antara tingkat
pendidikan ibu post partum dengan kejadian infeksi
perineum pada ibu post partum yang dilakukan jahit perineum saat persalinan di
Wilayah Kerja Puskesmas Cikedung Kabupaten Indramayu Tahun 2015
h. Mengidentifikasi
hubungan antara usia
ibu post partum dengan kejadian infeksi perineum pada ibu post
partum yang dilakukan jahit perineum saat persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas
Cikedung Kabupaten Indramayu Tahun 2015
i. Mengidentifikasi
hubungan antara status
bekerja ibu post partum dengan kejadian infeksi perineum
pada ibu post partum yang dilakukan jahit perineum saat persalinan di Wilayah
Kerja Puskesmas Cikedung Kabupaten Indramayu Tahun 2015
D.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat
Teoritis
a.
Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan pustaka di institusi pendidikan sehingga
memberikan pengetahuan bagi yang membaca apabila melakukan penelitian kembali.
b.
Bagi Ilmu Kebidanan
Dapat dijadikan informasi untuk
mendukung perkembangan ilmu kebidanan, khususnya terhadap kejadian infeksi
perineum dan perawatan luka perineum.
2. Manfaat
Praktis
a.
Bagi Lahan Penelitian
Penelitian ini
bermanfaat untuk sebagai
masukan agar bidan lebih memberikan promosi tentang pentingnya perawatan luka
pada daerah perineum pada saat post partum dan kejadian infeksi perineum
b.
Bagi Masyarakat
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat digunakan di masyarakat, terutama pada ibu
hamil agar lebih memperhatikan perawatan luka pada daerah perineum pada saat post partum
dan kejadian infeksi perineum
c.
Bagi Peneliti Lainnya
Dapat dijadikan bahan acuan untuk melakukan
penelitian lebih lanjut baik dengan menambahkan variabel penelitian maupun
dalam jumlah responden yang akan diteliti dengan topik yang sama.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Infeksi Perineum
1.
Pengertian
Infeksi adalah kolonalisasi yang
dilakukan oleh spesies asing terhadap organisme inang, dan bersifat paling membahayakan inang. Organisme
penginfeksi, atau patogen,
menggunakan sarana yang dimiliki inang untuk dapat memperbanyak diri, yang pada
akhirnya merugikan inang. Patogen mengganggu fungsi normal inang dan dapat
berakibat pada luka kronik, gangrene,
kehilangan organ tubuh, dan bahkan kematian. Respons inang terhadap infeksi
disebut peradangan. Secara umum, patogen umumnya dikategorikan sebagai
organisme mikroskopik, walaupun sebenarnya definisinya lebih luas, mencakup bakteri, parasit, fungi, virus, prion, dan viroid. (Manuaba, 2009)
Infeksi nifas adalah
semua peradangan yang disebabkan oleh kuman yang
masuk ke dalam organ genital pada saat persalinan dan masa nifas. Infeksi nifas adalah infeksi bakteri
pada traktus genitalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai
dengan kenaikan suhu sampai 38 derajat Celsius atau lebih selama 2 hari dalam
10 hari pertama pasca persalinan, dengan
mengecualikan 24 jam pertama (Joint Committee on Maternal Welfare,
AS). (Wellfare, 2009)
Infeksi terjadi apabila mikroorganisme seperti
bakteri, jamur, atau lainnya tumbuh berlebihan pada vagina. Sebagian dari
mikroorganisme ini memang merupakan penghuni jalan lahir dan tetap berada dalam
keseimbangan yang baik pada vagina yang bersih dan sehat. Infeksi juga bisa
terjadi karena kebersihan yang kurang terjaga. Jadi, jangan anggap remeh
gangguan dan kelainan di jalan lahir. Sebab efeknya tak cuma bisa menghambat
proses persalinan, tetapi juga berakibat jauh lebih fatal. (Prawirohardjo, 2010)
Infeksi dikhawatirkan akan menulari si bayi. Contohnya
bila vagina ibu terinfeksi gonorhea, maka bayi yang dilahirkan
melaluinya kemungkinan besar akan mengalami kebutaan karena kuman yang
menyerang termasuk ganas dan memiliki enzim yang mampu menembus kornea.
Biasanya penularan mulai terlihat sehari atau dua hari setelah bayi dilahirkan
dengan gejala yang sangat parah. Bahkan, sekadar disentuh pun beleknya akan
keluar dan sangat menular. Bayi dengan infeksi seperti ini biasanya akan
diisolasi dan diberi antibiotik khusus setiap jam. (Mochtar, 2009)
Infeksi lain di jalan lahir yang juga diduga bisa
menular ke bayi di antaranya herpes genitalis, condyloma lata (kondiloma
sifilitik yang lebar dan pipih), condyloma acuminata (infeksi yang
menimbulkan massa mirip kembang kol di kulit luar kelamin wanita) dan lainnya. (Ibrahim, 2013)
Infeksi Perineum terjadi pada persalinan normal. Disebabkan
kebersihan daerah perineum kurang terjaga. Misalnya, karena tidak segera
mengganti pembalut bila sudah penuh cairan lokia. Atau, setelah dibasuh, daerah
perineum tidak dikeringkan. Infeksi Perineum terjadi pada
persalinan normal. Disebabkan kebersihan daerah perineum kurang terjaga.
Misalnya, karena tidak segera mengganti pembalut bila sudah penuh cairan lokia.
Atau, setelah dibasuh, daerah perineum tidak dikeringkan. Beberapa gejala yang
muncul adalah sebagai berikut timbul rasa panas dan perih pada
tempat yang terinfeksi, perih saat buang air kecil, demam, keluar cairan
seperti keputihan dan berbau. Beberapa tindakan yang harus dilakukan adalah jangan menggaruk perineum maupun
vagina, jangan
mencoba mengobati sendiri dengan cairan pembersih kewanitaan karena ada
keputihan
dan segera hubungi dokter kandungan Anda untuk dilakukan
tindakan pengobatan. Selain diberi antibiotik, dokter akan menganjurkan Anda
merawat luka dengan cara bath seat, yakni berjongkok atau duduk,
kemudian membasuh bekas luka dengan cairan antiseptik. Pencegahan agar tidak terjadi Infeksi Perineum adalah sebagai berikut basuh vagina
dan sekitarnya dengan ir bersih setiap habis buang air kecil (BAK) dan buang
air besar (BAB) hingga bersih. Basuh dari arah depan ke belakang, hingga tidak
ada kotoran dari anus yang akan menempel pada luka bekas jahitan, setelah
vagina dibersihkan, segera ganti pembalut untuk mencegah vagina lembab dan
kotor dan setelah
dibasuh, keringkan perineum dengan handuk bersih sampai kering. (Qiftiah, 2010)
2. Penyebab Infeksi Perineum
Infeksi perineum dapat
disebabkan oleh masuknya kuman ke dalam
organ kandungan maupun kuman dari luar
yang sering menyebabkan infeksi.
Berdasarkan masuknya kuman ke dalam
organ kandungan terbagi
menjadi: (Manuaba, 2009)
a. Streptococcus Haemolyticus Aerobic
b. Staphylococcus Aerus
c. Escheria Coli
d. Clostridium Welchii
3. Patofisiologi Infeksi Perineum
Infeksi perineum berasal dari luka
perineum yang dapat digolongkan sebagai luka dalam karena trauma jaringan
melibatkan lapisan di bawah epidermis dan dermis. Seseorang yang mengalami infeksi
maka tubuh akan memberikan reaksi atas terjadinya infeksi tersebut.
Tempat
yang baik sebagai tempat tumbuhnya kuman adalah di daerah bekas sayatan luka.
Selain itu, kuman dapat masuk melalui servik, vulva, vagina
dan perineum.
4.
Robekan Perineum
a. Pengertian
Robekan perineum: robekan yang
terjadi pada perineum sewaktu persalinan. Robekan perineum
terjadi hampir semua persalinan pertama, dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya
(Prawirohardjo, 1999).
Robekan perineum adalah kerusakan
pada jaringan lemak akibat daya regang yang melebihi kapasitas adaptasi atau
elastisitas jaringan tersebut..
b. Robekan
perineum dibagi 4 tingkat / derajat :
1) Tingkat I :
Robekan terjadi hanya pada selaput lendir vagina, fourchette posterior dengan
atau tanpa mengenai kulit perineum.
2) Tingkat II :
Robekan mengenai mukosa vagina, fourchette posterior, kulit perineum, hingga otot perineum.
3)
Tingkat III : Robekan mengenai
seluruh perineum sampai mengenai otot- otot sfingter ani.
4) Tingkat IV :
Robekan terjadi yang mengenai mukosa vagian, fourchette posterior, kulit perineum, otot-otot perineum, otot
spinter ani eksternal dan dinding rektum anterior..
5. Faktor – faktor yang mempunyai
hubungan dengan trauma perineum dalam persalinan :
a. Posisi tubuh saat persalinan :
posisi jongkok dapat mengurangi besarnya kerusakan pada perineum, disebabkan
karena posisi kepala janin lebih baik terhadap perineum dan kala II yang lebih
pendek. Dengan pendeknya proses kala II maka bagaian bawah janin lebih singkat
berada di perineum sehingga peluang terjadinya trauma dan perlukaan menurun.
b. Episiotomi : banyak disebut sebagai
cara untuk mengurangi perluasan luka perineum pada persalinan, tapi sekarang
tidak digunakan lagi kecuali sesuai indikasi
c. Macam-macam episiotomi :
1) Episiotomi mediana, dikerjakan pada
garis tengah keuntungannya tidak menimbulkan perdarahan banyak dan penjahitan
kembali lebih mudah, sehingga sembuh perprimam dan hampir tidak berbekas dan
bahayanya dapat menimbulkan ruptura perinetotalis.
2) Episiotomi mediolateral, dikerjakan
pada garis tengah yang dekat muskulus sfingter ani dan diperluas ke sisi.
3) Episiotomi lateral, dikerjakan pada
sisi perineum.
6.
Komplikasi Infeksi Perineum
a.
Vulvitis.
1).
Definisi
Vulvitis adalah
suatu peradangan pada vulva (organ kelamin luar wanita).
2).
Penyebab
a) Bakteri
(misalnya klamidia, gonokokus)
b) Jamur (misalnya kandida), terutama
pada penderita diabetes, wanita hamil dan pemakai antibiotic
c) Protozoa
(misalnya Trichomonas vaginalis)
d) Virus
(misalnya virus papiloma manusia dan virus herpes).
3).
Gejala
a)
Vulva terasa agak gatal dan
mengalami iritasi.
b)
Infeksi jamur menyebabkan
gatal-gatal sedang sampai hebat dan rasa terbakar pada vulva dan vagina.
c)
Kulit tampak merah dan terasa kasar.
Dari vagina keluar cairan kental seperti keju.
d) Infeksi ini
cenderung berulang pada wanita penderita diabetes dan wanita yang mengkonsumsi
antibiotik.
e)
Infeksi karena Trichomonas
vaginalis menghasilkan cairan berbusa yang berwarna putih, hijau keabuan
atau kekuningan dengan bau yang tidak sedap.
f)
Gatal-gatalnya sangat hebat.
g)
Cairan yang encer dan terutama jika
mengandung darah, bisa disebakan oleh kanker vagina, serviks (leher
rahim) atau endometrium.
h)
Polip pada
serviks bisa menyebabkan perdarahan vagina setelah melakukan hubungan seksual.
i)
Rasa gatal atau rasa tidak enak pada
vulva bisa disebabkan oleh infeksi virus papiloma manusia maupun karsinoma
in situ (kanker stadium awal yang belum menyebar ke daerah lain).
j)
Luka terbuka yang menimbulkan nyeri
di vulva bisa disebabkan oleh infeksi herpes atau abses.
k)
Luka terbuka tanpa rasa nyeri bisa
disebabkan ole kanker atau sifilis.
l)
Kutu kemaluan (pedikulosis pubis)
bisa menyebabkan gatal-gatal di daerah vulva.
4)
Diagnosa
a) Untuk
mengetahui adanya keganasan, dilakukan pemeriksaan Pap smear.
b) Pada
vulvitis menahun yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan biasanya
dilakukan pemeriksaan biopsi jaringan.
5)
Pengobatan
a) Cairan vagina akibat vaginitis perlu
diobati secara khusus sesuai dengan penyebabnya.
b) Jika penyebabnya adalah infeksi,
diberikan antibiotik, anti-jamur atau anti-virus, tergantung kepada organisme
penyebabnya.
c) Untuk mengendalikan gejalanya bisa
dilakukan pembilasan vagina dengan campuran cuka dan air. Tetapi pembilasan ini
tidak boleh dilakukan terlalu lama dan terlalu sering karena bisa meningkatkan
resiko terjadinya peradangan panggul.
b.
Vaginitis.
1)
Pengertian
Vaginitis adalah suatu peradangan pada lapisan vagina.
vulvitis adalah suatu peradangan pada vulva (organ kelamin luar wanita).
2) Penyebab
a) Infeksi
a) Infeksi
(1).
Bakteri (misalnya klamidia, gonokokus)
(2).
Jamur (misalnya kandida), terutama pada penderita
diabetes, wanita hamil dan pemakai antibiotic
(3).
Protozoa (misalnya trichomonas vaginalis)
(4).
Virus (misalnya virus papiloma manusia dan virus
herpes)
b)
Zat atau benda yang bersifat iritatif
(1).
Spermisida, pelumas, kondom, diafragma, penutup
serviks dan spons
(2).
Sabun cuci dan pelembut pakaian
(3).
Deodoran
(4).
Zat di dalam
air mandi
(5).
Pembilas vagina
(6).
Pakaian dalam yang terlalu ketat, tidak berpori-pori
dan tidak menyerap keringat
c) Tumor ataupun
jaringan abnormal lainnya
d) Terapi penyinaran obat-obatan
e) Perubahan hormonal
3). Gejala
Gejala yang paling sering ditemukan adalah keluarnya
cairan abnormal dari vagina. Dikatakan abnormal jika jumlahnya sangat banyak,
baunya menyengat atau disertai gatal-gatal dan nyeri. Cairan yang abnormal
sering tampak lebih kental dibandingkan cairan yang normal dan warnanya
bermacam-macam. misalnya bisa seperti keju, atau kuning kehijauan atau
kemerahan.
Infeksi vagina karena bakteri cenderung mengeluarkan
cairan berwarna putih, abu-abu atau keruh kekuningan dan berbau amis. Setelah
melakukan hubungan seksual atau mencuci vagina dengan sabun, bau cairannya
semakin menyengat karena terjadi penurunan keasaman vagina sehingga bakteri
semakin banyak yang tumbuh.
4). Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil
pemeriksaan fisik dan karakteristik cairan yang keluar dari vagina. Contoh
cairan juga diperiksa dengan mikroskop dan dibiakkan untuk mengetahui organisme
penyebabnya. Untuk mengetahui adanya keganasan, dilakukan pemeriksaan pap
smear.
c. Servicitis
1)
Pengertian
Cervicitis
(endo cervicitis) ialah radang pada selaput lendir
canalis cervikalis. Karena epitel selaput canalis cervikalis hanya terdiri dari
satu lapisan silindris mana dengan muda terjadi infeksi. Pada seorang multipara
dalam keadaan normal canalis cervikalis bebas kuman, pada seorang multipara
dengan ostium uteri eksternum sudah lebih terbuka, batas atas dari daerah bebas
kuman ostium uteri internum.
2) Klasifikasi Cervicitas
a)
Cervicitis Akula
Cervicitis Akula dalam pengertian
yang lazim ialah infeksi yang diawali dari endoseviks dan ditemukan dalam
gonorhea, dan pada infeksi post abortum atau post partum yang disebabkan oleh
streptococcus, stafilococcus dll.
Gejala pada klasifikasi ini adalah cervis merah
dan membengkak dengan mengeluarkan cairan mukupurulen. Akan tetapi gejala-gejala
pada cervis biasanya tidak seberapa tampak ditengah gejala-gejala lain dari
infeksi yang bersangkutan.
Terapi dilakukan dalam rangka
pengobatan infeksi tersebut. Penyakit ini dapat sembuh tanpa bekas atau menjadi
cervicitis kronika.
b)
Cervicitis Kronika
Penyakit ini dijumpai pada sebagian
besar wanita yang pernah melahirkan dengan luka-luka kecil atau besra pada
cerviks karena partus atau abortus memudahkan masuknya kuman-kuman kedalam
endocerviks dan kelenjar-kelenjarnya, lalu menyebabkan infeksi menahun.
Beberapa gambaran patologis dapat ditemukan :
(1). Cerviks
kelihatan normal, hanya pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan infiltrasi
endokopik dalam stroma endocerviks. Cervicitis ini tidak menimbulkan gejala,
kecuali pengeluaran sekret yang agak putih kekuningan.
(2). Disini pada
portio uteri sekitar ostium uteri eksternum tampak daerah kemerah-merahan yang
tidak terpisah secara jelas dan epitel portio disekitarnya, sekret dikeluarkan
terdiri atas mukus bercampur nanah.
(3). Sobekan pada
cerviks uteri disini lebih luas dan mucosa endocerviks lebih kelihatan dari
luar (eksotropion). Mukosa dalam keadaan demikian itu mudah kena infeksi dari
vagina, karena radang menahun, cerviks bisa menjadi hipertropis dan mengeras :
sekret bertambah banyak.
d. Endometritis
1)
Pengertian
Endometriosis
merupakan suatu peradangan endometrium yang biasanya disebabkan oleh infeksi
bakteri pada jaringan.
Endometritis
banyak ditemukan setelah sectio cesarea terutama bila sebelumnya pasien
menderita karioamnionitis,partus lama atau ketuban pecah.
2)
Macam-Macam Endometritis
a)
Endometritis Akuta
Pada
endometritis akuta endometrium mengalami edema dan hipermi dan pada pemeriksaan
mikroskopik terdapat hipermi,edema,dan infiltrasi leukosit berinti polimorf
yang banyak serta perdarahan-perdarahan interstial. Sebab yang paling penting
ialah infeksi gonorea dan infeksi pada abortus dan partus.
Infeksi
gonorea mulai sebagai servisitis akuta dan radang menjalar ke atas dan
menyebabkan endometritis akuta. Infeksi gonorea akan di bahas secara khusus dan
oleh sebab itu tidak di bicarakan lebih lanjut di sini. Infeksi post abortus
dan post partum sering terdapat oleh karena luka-luka pada serviks uteri. Luka
pada dinding uterus bekas tempat plasenta yang merupakan porte d’entrée pada
kuman-kuman pathogen. Selain itu,alat-alat yang digunakan pada abortus dan partus
dapat membawa kuman-kuman ke dalam uterus.
Pada abortus
septic dan sepsis puerperalis infeksi cepat meluas ke miometrium dan melalui
pembuluh-pembuluh darah dan limfe dapat menjalar ke parametrium,ke tuba dan
ovarium dan ke peritoneum di sekitarnya. Gejala-gejala endometritis akuta dalam
hal ini diselubungi oleh gejala-gajala penyakt dalam keseluruhannya. Penderita
panas tinggi,kelihatan sakit keras,keluar lochea yang bernanah dan uterus serta
daerah di sekitarnya nyeri pada perabaan.
Sebab lain
endometritis akuta ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di luar
partus/abortus seperti kerokan,memasukkan radium ke dalam uterus,memasukkan IUD
ke dalam uterus,dsb. Tergantung dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam
uterus,apakah endometritis akuta tetap terbatas pada endometrium/menjalar ke
jaringan di sekitarnya. Endometritis akuta yang disebabkan oleh kuman-kuman
yang tidak seberapa patogen,umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan
sendiri,dibantu dengan pelepasan lapisan fungsional dari endomtrium pada waktu
haid. Dalam pengobatan endometritis akuta yang paling penting ialah berusaha
mencegah agar infeksi tidak menjalar.
b) Endometritis
Kronika
Endometritis
kronika tidak seberapa sering terdapat oleh karena infeksi masuknya pada
endometrium,yang tidak dapat mempertahankan diri karena pelepasan lapisan
fungsional dari endometrium yang lagi haid.Pada pemeriksaan mikroskopik
ditemukan banyak sel – sel plasma dan limfosit.Penemuan limfosit saja tidak
besar artinya karena sel itu juga
ditemukan dalam keadaan normal dalam endometrium.
Gejala krinis endometritis kronika ialah
leukorea dan menorargia.
Endometritis
tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus tuberkulosa genital pada
pemeriksaan mikroskopik ditemukan tuberkel di tengah-tengah endometrium yang
beradang menahun.
Pada abortus
inkomplitus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus terdapat desidua dan vili
korilaris di tengah-tengah radang menhun endometrium
Pada partus
dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus terdapat peradangandan
organisasi dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah dan terbentuklah apa
yang dinamakan polip plasenta.
Endometritis
kronika yang lain umumnya akibat infeksi terus menerus karena adanya benda
asing atau polip atau tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri.
B.
Konsep
Dasar Personal Hygiene
1.
Pengertian
Personal
hygiene berasal dari bahasa yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan
seseorang adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Laksamana, 2003). Personal hygiene merupakan pengetahuan,
sikap dan tindakan proaktif untuk memelihara dan mencegah resiko terjadinya
penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit (Proverawati, 2009).
2.
Tujuan
personal hygiene
Menurut (Laksamana, 2009) personal hygiene mempunyai tujuan antara
lain :
(a) Meningkatkan
derajat kesehatan seseorang
(b) Memelihara
kebersihan diri
(c) Memperbaiki
personal hygiene yang kurang
(d) Mencegah
penyakit
(e) Menciptakan
keindahan
(f) Meningkatkan
rasa percaya diri
3. Faktor-faktor
yang mempengaruhi personal hygiene
(a) Body
image
Gambaran
individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
(b)
Status sosial ekonomi
Personal
hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
(c)
Pengetahuan
Pengetahuan
personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan.
(d)
Budaya
Disebagian
masyarakat misalnya jika ada individu yang sakit tertentu maka tidak boleh
dimandikan.
(e)
Kebiasaan seseorang
Ada
kebiasaan seseorang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri.
(f)
Kondisi fisik
Pada
kondisi sakit kemampuan merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk
melakukannya (Tarwono dan Wartonah, 2009).
d.
Dampak yang timbul pada
masalah personal hygiene
(a)
Dampak fisik
Banyak
gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpelihara kebersihan
perseorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan
intergritas kulit, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku
(Tarwono dan Wartonah, 2009). Dampak yang bisa terjadi bila tidak menjaga kebersihan
tubuh diantaranya muncul bau khas dari daerah vagina, karena dinding vagina
serta leher rahim mengeluarkan cairan. Apabila cairan ini berwarna putih atau
kekuningan adalah sehat dan normal. Leukorea adalah cairan putih yang
keluar dari liang senggama secara berlebihan. Biasanya para wanita maupun remaja
putri mengalami keputihan pada saat menjelang haid dan sesudah haid (Pribakti,
2014).
(b)
Dampak psiko-sosial
Masalah
sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
kebutuhan rasa nyaman (Tarwono dan wartonah, 2009).
e.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam personal hygiene
Menurut Sibagariang dkk
(2010), selalu menjaga kebersihan daerah intim merupakan tindakan pencegahan
keputihan, selain itu untuk mencegah berulangnya keputihan dengan :
1)
Perawatan kulit dan wajah
Wajah merupakan bagian yang paling sensitif
bagi seorang remaja terutama remaja putri. Masalah jerawat pada remaja terkait
dengan penampilan mereka. Sangat dianjurkan untuk membersihkan muka dua sampai
tiga kali sehari guna membantu mencegah timbulnya jerawat.
2)
Kebersihan rambut
Menjaga kebersihan rambut sangatlah penting
karena kulit kepala lebih berminyak dan berkeringat sehingga akan memudahkan
timbulnya ketombe dan mikroorganisme lain.
3)
Kebersihan tubuh
Kebersihan tubuh sangatlah penting diperhatikan
dan sebaiknya mandi 2 kali sehari, dengan sabun mandi biasa, pada saat mandi organ
reproduksi luar perlu cermat dibersihkan.
4) Kebersihan
genetalia
a) Mencuci
bagian luar organ seksual setiap buang air kecil atau air besar, membasuh dari
arah depan kebelakang.
b) Menggunakan
air yang bersih untuk membasuh organ reproduksi.
c) Mengganti
celana dalam sehari 2 kali, memakai pakaian dalam berbahan katun untuk
mempermudah penyerapan keringat.
d) Membiasakan
diri mencukur rambut disekitar daerah kemaluan untuk menghindari tumbuhnya
bakteri yang menyebabkan gatal pada daerah genetalia.
e) Pemakaian
pantyliner setiap hari secara terus menerus tidak dianjurkan. Pantyliner
sebaiknya hanya digunakan pada saat keputihan banyak saja dan jangan memilih
pantyliner yang berparfum karena dapat menimbulkan iritasi kulit.
Pada saat membersihkan alat kelamin, tidak
perlu dibersihkan dengan cairan pembersih atau cairan lain dan douche karena
cairan tersebut akan semakin merangsang bakteri yang menyebabkan infeksi.
Apabila menggunakan sabun, sebaiknya gunakan sabun yang lunak (dengan pH 3,5),
misalnya sabun bayi yang biasanya ber-pH netral. Setelah memakai sabun,
hendaklah dibasuh dengan air sampai bersih (sampai tidak ada lagi sisa sabun
yang tertinggal), sebab bila masih ada sisa sabun yang tertinggal dapat
menimbulkan penyakit. Setelah dibasuh, harus dikeringkan dengan handuk atau
tisue, tetapi jangan digosok-gosok. Dengan menjaga kebersihan genetalia dapat
memberikan kesegaran pada tubuh dan memperlancar peredaran darah.
5)
Kebersihan pakaian
sehari-hari
Mengganti pakaian setiap hari sangatlah penting
terutama pakaian dalam, gunakan pakaian dalam yang kering dan menyerap keringat
karena pakaian dalam yang basah akan mempermudah tumbuhnya jamur. Pemakaian
celana dalam yang terlalu ketat sebaiknya dihindari, karena hal ini menyebabkan
kulit susah bernafas dan akhirnya bisa menyebabkan daerah kewanitaan menjadi
lembab dan iritasi. Untuk pemilihan bahan, sebaiknya gunakan bahan yang nyaman
dan menyerap keringat, seperti misalnya katun.
C. Faktor-faktor
yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Perineum pada Ibu Post Partum
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
infeksi perineum pada ibu post partum menurut manuaba, 2009 mengatakan :
1.
Pengetahuan
a) Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan atau ranah kognitif, merupakan domain sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt
behavior)
Menurut Ambarwati (2012), pengetahuan adalah segala apa yang
diketahui berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh setiap manusia. Proses
pengetahuan melibatkan tiga aspek, yaitu:
1) Proses mendapatkan informasi baru
dimana seringkali informasi baru ini merupakan pengganti pengetahuan yang telah
diperoleh atau merupakan penyempurnaan informasi sebelumnya
2) Proses transformasi, yaitu proses
memanipulasi pengetahuan agar sesuai dengan tugas8-ugas baru
3) Proses mengevaluasi, yaitu mengecek
apakah cara mengolah informasi telah memadai.
Menurut Budiman (2013), pengetahuan adalah hasil dari tahu
dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek, dan
pengetahuan berkaitan dengan proses pembelajaran.
1)
Jenis pengetahuan terdiri dari 2 macam yakni:
a)
Pengetahuan implisit: pengetahuan yang masih tertanam dalam
bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata,
seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip.
b)
Pengetahuan eksplisit: pengetahuan yang telah
didokumentasikan atau disimpan dalam wujud nyata, bisa dalam wujud perilaku
kesehatan. Pengetahuan nyata dideskripsikan dalam tindakan-tindakan yang
berhubungan dengan kesehatan.
b) Enam tingkatan pengetahuan:
1)
Tahu (know): mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini dalah mengingat kembali
(recall) sesuatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima.
2)
Memahami (comprehension): suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar.
3)
Aplikasi (aplication): kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4)
Analisis (analysis): suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek ke dalam komponen8komponen, tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5)
Sintesis (synthesis): suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6)
Evaluasi (evaluation): kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang
ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
c) Cara Menghitung Tingkat Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan menurut Arikunto (2006), dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang
ingin diukur dengan objek penelitian atau responden. Data yang bersifat
kualitatif di gambarkan dengan kata-kata, sedangkan data yang bersifat
kuantitatif terwujud angka-angka, hasil perhitungan atau pengukuran, dapat
diproses dengan cara dijumlahkan, dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan
dan diperoleh persentase, setelah dipersentasekan lalu ditafsirkan ke dalam
kalimat yang bersifat kualitatif. Ada 3 kategori tingkat pengetahuan responden
yakni:
a. Pengetahuan Baik : Hasil presentase 80 % - 100%
b. Pengetahuan Cukup : Hasil presentase 56% - 79%
c. Pengetahuan Kurang : Hasil presentase < 55% .
2.
Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah (baik formal maupun
informal). Makin tinggi pendidikan seseorang maka makin mudah orang tersebut
untuk menerima informasi.
Pendidikan
merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui
kegiatan pengajaran dan cara lain yang dikenal serta diakui oleh masyarakat
(UUD 1945) (Notoatmodjo, 2009).
Pendidikan
secara umum adalah segala upaya direncanakan untuk mempengaruhi orang, baik
individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang
diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Pendidikan
adalah level atau tingkat suatu proses yang berkaitan dalam mengembangkan semua
aspek kepribadian manusia yang mencakup pengetahuan nilai dan sikap serta
keterampilannya (Notoatmodjo, 2009).
Pendidikan
merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik, menguasai
tujuan-tujuan pendidikan. Dalam arti formal pendidikan adalah suatu proses
penyampaian atau materi pendidikan guna mencapai perubahan tingkah laku. Salah
satu jenis pendidikan diantaranya adalah pendidikan normal yaitu yang diperoleh
di lingkungan seperti SD, SLTP,SLTA, Perguruan Tinggi dll (Notoatmodjo, 2009).
Pendidikan
formal berfungsi untuk mengerjakan pengetahuan umum dan pengetahuan khusus.
Pendidikan didefinisikan sebagai usaha untuk membantu individu, kelompok atau
masyarakat dalam meningkatkan perilakunya, karena yang berpendidikan lebih
tinggi lebih mengetahui (Notoatmodjo, 2009).
Status
pendidikan seseorang cenderung akan berbanding lurus dengan tingkat
pengetahuannya. Apabila seseorang berpendidikan tinggi maka orang itu cenderung
akan mempunyai pengetahuan yang cukup tentang sesuatu. Hal ini terwujud bila
seseorang mempunyai keinginan untuk selalu mencari informasi melalui pendidikan secara formal maupun yang
non formal.
Menurut UUD 1945 Pendidikan merupakan
usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui kegiatan
pengajaran dan cara lain yang dikenal serta diakui oleh masyarakat.menurut
Notoatmodjo,
2009 bahwa pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam
pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan,perkembangan atau perubahan kearah
yang lebih dewasa,lebih baik dan lebih matang pada diri individu,kelompok atau
masyarakat.Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka
melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Unsur-unsur
pendidikan menurut Notoatmodjo (2009) yakni:
a.
Input adalah
sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan pendidik (pelaku
pendidikan).
b.
Proses
merupakan upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain
c.
Output adalah melakukan apa yang diharapkan
atau perilaku.
Tingkat
pendidikan ibu yang rendah akan mempengaruhi pengetahuan ibu karena ibu yang
mempunyai latar belakang pendidikan lebih rendah akan sulit untuk menerima
masukan dari pihak lain (Notoatmodjo, 2009).
Pada penelitian ini status
pendidikan dinilai dengan melihat ijazah terakhir yang didapat responden sampai
penelitian ini dilakukan, penilaian tersebut terbagi menjadi : (Departemen
Pendidikan Nasional, 2013)
a.
Pendidikan Dasar : SD
b.
Pendidikan Menengah : SLTP dan
SLTA
c.
Pendidikan Tinggi : PT
3.Usia
Usia berpengaruh terhadap imunitas. Penyembuhan luka yang
terjadi pada orang tua sering tidak sebaik pada orang yang muda. Hal ini
disebabkan suplai darah yang kurang baik, status nutrisi yang kurang atau adanya
penyakit penyerta. Sehingga penyembuhan luka lebih cepat terjadi pada usia muda
dari pada orang tua. (Suherni, 2009)
Seseorang yang menjalani hidup secara
normal dapat diasumsikan bahwa semakin tua, pengalaman juga semakin banyak,
pengetahuan semakin luas, keahliannya semakin mantap dalam pengambilan
keputusannya dan tindakannya (Suryabudhi, 2009).
Usia lebih muda, biasanya lebih mudah untuk menerima
informasi karena mayoritas orang yang berusia muda mempunyai rasa ingin tahu
yang tinggi terhadap apa yang tidak diketahuinya. Sedangkan untuk orang yang
sudah tua biasanya sudah tidak tertarik lagi terhadap sesuatu yang baru padahal
informasi yang baru tersebut berhubungan dengan keadaan yang ibu rasakan (Soewadi,
2009).
4.
Pekerjaan
Pekerjaan
adalah segala usaha yang dilakukan atau dikerjakan untuk mendapatkan hasil atau
upah yang dapat dinilai dengan uang. (Hurlock, 2009).
Pekerjaan
fisik ibu juga berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi pada ibu yang berasal
dari status sosial ekonomi rendah banyak terlibat dengan pekerjaan fisik yang
lebih berat. Ternyata pola pekerjaan ibu hamil berpengaruh terhadap kebutuhan
energi. Kerja fisik pada saat ibu hamil dengan lama kerja melebihi 3 jam per
hari mempunyai hubungan yang bermakna dengan perawatan diri ibu. (Sulistyawati,
2009)
D. Kerangka
Pemikiran
Dari penelusuran kepustakaan tentang beberapa faktor
yang berhubungan dengan kejadian infeksi perineum, menurut beberapa ahli dan
hasil penelitian terdahulu, maka penulis dapat menyusun kerangka pemikiran.
Kerangka pemikiran ini merujuk pada teori menurut Tarwono (2009) tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian infeksi perineum pada ibu post
partum.
(Tarwono, 2009)
Bagan
2.1 Kerangka Teori
0 comments