Sumber : sesuai dengan Daftar Perpustakaan.
File Dari Teman Yang bernama : IRNA NINGSIH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Epidemologi dan
permasalahan TB di dunia
TB sampai dengan saat ini masih merupakan salah
satu masalaha kesehtana masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi
DOTS telah diterapkan di banyak negara sejak tahun 1995.
Dalam laporan WHO tahun 2013:
1.
Diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada
tahun 2012 dimana 1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah pasien TB dengan HIV
positiv. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di wilayah afrika.
2.
Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 450.000
orang yang menderita TBMDR dan 170.000 orang diantaranya meninggal dunia.
3.
Meskipun kasus dan kematian karena TB sebagian
besar terjadi pada wanita akibat TB juga sangat tinggi. Diperkirakan terdapat
2,9 juta kasus TB pada tahun 2012 dengan jumlah kematian karena TB mencapai
410.000 kasus termasuk diantaranya adalah 160.000 orang wanita dengan HIV
positif separuh dari orang dengan HIV positif yang meninggal karena TB pada tahun
2012 adalah wanita.
4.
Pada tahun 2012 diperkirakan proposi kasus TB
pada anak diantara kasus TB secara global mencapai 6% (530.000 pasien TB
anak/tahun). Sedangkan kematian anak( dengan status HIV negatif) yang menderita
TB mencapai 74.000 kematian/tahun, atau sekitar 8% dari total kematian yang
tersebabkan TB.
5.
Meskipun jumlah kasus TB dan dissembuhkan tetapi
fakta juga menunjukan keberhasilan dalam pengendalian TB. Peningkatan angka
insidensi TB secara global telah berhasil dihentikan dan telah menunjukan trend
penurunan (turun 2% per tahun pada tahun 2012, angka kematian juga sudah
berhsil diturunkan 45% bila di bandingkan tahun 1990)Sekitar 75% pasien TB
adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun).
Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya
selama 3-4 bulan.hal tersebut berakibat pada kkehilangan tahunan pendapatan rumah
tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan
pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga
memberikan dampak buruk lainnya secara sosial, seperti stigma bahkan dikucilkan
oleh masyarakat. Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain
adalah:
a.
Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakkat,
seperti pada negara sedang berkembang.
b.
Pertumbuhan ekonomi yang inggi tetappi dengan
disparitas yang terlalu lebar, sehingga masyarakat masih mengalami masalah
dengan kondisi sanitasi, papan, sandang dan pangan yang buruk.
c.
Beban detreminan sosial yang masih berat seperti
angka pengngangguran, tingkat pendidikan yang rendah, pendapatan perkapita yang
masih rendah yang berakibat pada kerentanan masyarakat terhadap TB.
d.
Kegagalan program TB selama ini, hal ini
diakibatkan oleh:
1)
Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan.
2)
Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang
terakses oleh masyarakat, penemuan kasus, /diagnosis yang tidak standar, obat
tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan
pelaporan yang standar, dan sebagainya)
3)
Tidak memadainya tata laksana kasus (diagnosis
dan panduan obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah di
diagnosis)
4)
Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas
BCG.
5)
Infrastruktur kesehatan yang buruk pada
negara-negara yang mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat
6)
Belum adanya sistem jaminan kesehatan yang bisa
mencskup masyarakat luas secara merata.
a)
Perubahan demografik karena meningkatnya
penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan
b)
Besarnya maslah kesehatan lain yang bisa mempengaruhi
tetap tingginya beban TB seperti gizi
buruk, merokok, diabetes
c)
Dampak pandemi HIV
Pandemi HIV/AIDS akan menambah permasalahan TB.
Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan kejadian TB secara signifikan
d)
Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB
terhadap obat anti TB (multidrug resisten = MDR) semakin menjadi masalah akibat
kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani.
B.
Patogenesis dan
penularan TB
1.
Kuman penyebab TB.
Tuberkulosis adalah
suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycrobacterium
yaitu Mycobacterium tuberculosis.
Terdapat beberapa
spesies myctobacterium, antara lain: M. Tuberculosis, M. Africanum, M.bovis, M.
Leprea dsb. Yang juga dikenal bakteri tahan asam (BTA). Kelompok mycrobacterium
selain mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran
pernafasan dikenal sebagai MOTT yang terkadang bisa mengganggu penegakan
diagnosis dan pengobatan TB. Untuk itu pemeriksaan bakteorologis yang mampu
melakukan identifikasi terhadap mycobacterium tuberculosis menjadi sarana
diagnosis ideal untuk TB.
Secara umum sifat kuman TB antara lain adalah
sebagai berikut:
a. Berbentuk panjang
dengan 1-10 mikron, lebar 0,2-0,6 mikron.
b. Bersifat tahan asam
dalam pewarnaan dengan metode Ziehl neelsen.
c. Memerlukan media
khusus untuk biakan, antara lain lowenstein jensen, ogawa.
d. Kuman nampak
berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan dibawah mikroskop.
e. Tahan terhadap suhu
rendah sehingga dapat bertahan hidup
dalam jangka waktu lama pada suhu antara 4C sampai minus 70C.
f. Kuman sangat peka
terhadap panas, sinar matari dan sinar
ultraviolet.
g. Paparan langsung
terhadap sinar ultra violet, sebagian besar kuman akan mati dalam waktu beberapa
menit.
h. Dalam dahak pada suhu
antar 30-37C akan mati dalam waktu lebih kurang 1 minggu.
i. Kuman dapat bersifat
dormant (tidur/tidak berkembang)
2.
Cara Penularan TB.
a.
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak
dan dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil
pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut
bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji
dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksan
mikroskopis langsung.
b.
Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan
penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA
negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil
kultur negatif dan foto toraks positif adalah 17%.
c.
Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung
percik renik dahak yang infeksius tersebut.
d.
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei/ percik renik). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
3.
Perjalan alamiah TB
pada manusia
Terdapat
4 tahapan perjlanan alamiah penyakit, tahapan tersebut meliputi tahap paparan,
infeksi, menderita sakit dan meninggal dunia yang dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel
1. Perjalanan alamiah TB
A.
Paparan
|
|
Peluang peningkatan papran terkait dengan:
|
a. Jumlah kasus
menular di masyarakat
b. Peluang kontak dengan
kasus menular
c. Tingkat daya tular
dahak sumber penularan
d. Intensitas batuk
sumber penularan
e. Kedekatan kontak
dengan sumber penularan
f. Lamanya waktu
kontak dengan sumber penularan
g. Faktor lingkungan:
konsentrasi kuman di udara (ventilasi, sinar ultraviolet, penyaringan adalah
faktor yang dapat menurunkan konsentrasi)
|
Catatan: paparn kepada pasien TB menular merupakan syarat untuk
terinfeksi. Setelah terinfeksi, ada beberapa fakto yang menentukan seseorang
akan terinfeksi saja, menjadi sakit dan kemungkinan meninggal dunia karena
TB.
|
|
B.
Infeksi
|
|
Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6-14 minggu setelah infeksi
a. Reaksi immunologi
(lokal)
Kuman TB memasuki alveoli dan ditangkap oleh
makrofag dan kemudian berlangsung reaksi antigen-antibody.
b. Reaksi immunologi
(umum)
Delayed hypersensitivity (hasil tuberkulin tes
menjadi positif)
|
|
c.
Lesi umumnya sembuh total namun dapat saja kuman
tetap hidup dalam lesi tersebut (dormant) dan suatu saat dapat aktif kembali
d.
Penyebaran melalui aliran darah atu gejala bening
dapat terjadi sebelum penyembuhan lesi
|
|
C.
Sakit TB
|
|
Faktor resiko untuk menjadi sakit TB adalah tergantung dari:
a. Konsentrasi/jumlah
kuman yang terhirup
b. Lamanya waktu sejak
terinfeksi
c. Usia seseornag yang
terinfeksi
d. Tingkat daya tahan
tubuh seseorang dengan daya tahan tubuh yang rendah diantaranya infeksi
HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk) akan memudahkan TB aktif (sakit TB) bila
jumlah seseorang HIV meningkat, maka jumlah pasien TB meningkat. Dengan
demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
Catatan: hanya sekitar 19% yang terinfeksi TB akan
menjadi sakit TB. Namun bila seseorang dengan HIV positif akan meningkatkan
kejadian TB dengan proses reaktifasi. TB umumnya terjadi pada TB(TB pparu)
nmun, penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat terjadi
penyakit TB di luar organ paru (TB extra paru). Apabila penyebaran secara
masif melalui aliran darah dapat menyebabkan semua organ tubuh terkena (TB
milier).
|
C.
Upaya Pengendalian TB
Sejalan
dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO danIUATLDmengembangkan
strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategiDOTS (DirectlyObserved
Treatment Short-course). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci,
yaitu:
1.
Komitmen
politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.
2.
Penemuan kasus
melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjaminmutunya.
3.
Pengobatan yang
standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.
4.
Sistem
pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.
5.
Sistem
monitoring, pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikanpenilaianterhadap
hasil pengobatan pasien dan kinerja program.WHO telahmerekomendasikan strategi
DOTS sebagai strategi dalam pengendalian TBsejaktahun 1995.Bank Dunia
menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensikesehatan yang secara
ekonomis sangat efektif (cost-effective).Integrasi ke dalampelayanan
kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya.Satu studicost
benefit yang dilakukan di Indonesia menggambarkan bahwadengan
menggunakanstrategi DOTS, setiap dolar yang digunakan untukmembiayai program
pengendalian TB,akanmenghemat sebesar US$ 55 selama20 tahun.Fokus utama DOTS
adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritasdiberikan kepadapasien TB tipe
menular. Strategi ini akan memutuskan rantai penularan TB dan dengandemkian
menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan
pasienmerupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.
Dengan semakin
berkembangnya tantangan yang dihadapi program dibanyak negara. Padatahun 2005
strategi DOTS di atas oleh Global stop TB partnership strategi DOTS
tersebutdiperluas menjadi “Strategi Stop TB”, yaitu:
a.
Mencapai,
mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS
b.
Merespon masalah
TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
c.
Berkontribusi
dalam penguatan system kesehatan
d.
Melibatkan semua
pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintahmaupun swasta.
e.
Memberdayakan
pasien dan masyarakat
f.
Melaksanakan dan
mengembangkan penelitian
Pada tahun 2013
muncul usulan dari beberapa negara anggota WHO yangmengusulkanadanya strategi
baru untuk mengendalikan TB yang mampumenahan laju infeksi baru,mencegah kematian
akibat TB, mengurangi dampakekonomi akibat TB dan mampumeletakkan landasan ke
arah eliminasi TB.Eliminasi TB akan tercapai bila angka insidensi TB berhasil
diturunkan mencapai1 kasusTB per 1 juta penduduk, sedangkan kondisi yang
memungkinkanpencapaian eliminasi TB(pra eliminasi) adalah bila angka insidensi
mampudikurangi menjadi 10 per 100.000penduduk. Dengan angka insidensi global
tahun2012 mencapai 122 per 100.000 pendudukdan penurunan angka insidensi
sebesar1-2% setahun maka TB akan memasuki kondisi praeliminasi pada tahun 2160.Untuk
itu perlu ditetapkan strategi baru yang lebih komprehensifbagipengendalian TB
secara global.Pada sidang WHA ke 67 tahun 2014 ditetapkanresolusi mengenai
strategi pengendalian TBglobal pasca 2015 yang bertujuanuntuk menghentikan
epidemi global TB pada tahun 2035yang ditandai dengan:
a)
Penurunan angka
kematian akibat TB sebesar 95% dari angka tahun2015.
b)
Penurunan angka
insidensi TB sebesar 90% (menjadi 10/100.000 penduduk)Strategi tersebut
dituangkan dalam 3 pilar strategi utama dan komponen-komponenya yaitu:
c)
Integrasi
layanan TB berpusat pada pasien dan upayapencegahan TB
1)
Diagnosis TB
sedini mungkin, termasuk uji kepekaan OAT bagi semua dan penapisan TBsecara
sistematis bagi kontakdan kelompok populasi beresiko tinggi.
2)
Pengobatan untuk
semua pasien TB, termasuk untuk penderita resistan obat dengan
disertai dukungan yang berpusat pada kebutuhan pasien
(patient-centred support)
3)
Kegiatan
kolaborasi TB/HIV dan tata laksana komorbid TB yang lain.
4)
Upaya pemberian
pengobatan pencegahan pada kelompok rentan dan beresiko tinggi
serta pemberian
vaksinasi untuk mencegah TB.
d)
Kebijakan dan
sistem pendukung yang berani dan jelas.
1)
Komitmen politis
yang diwujudkan dalam pemenuhan kebutuhan layanan dan pencegahan TB.
2)
Keterlibatan
aktif masyarakat, organisasi sosial kemasyarakatan dan pemberi layanankesehatan
baik pemerintah maupun swasta.
3)
Penerapan
layanan kesehatan semesta (universal health coverage) dan kerangkakebijakan
lain yang mendukung pengendalian TB seperti wajib lapor, registrasi vital,
tatakelola dan penggunaan obat rasional serta pengendalian infeksi.
4)
Jaminan sosial,
pengentasan kemiskinan dan kegiatan lain untuk mengurangi dampak determinan sosial
terhadap TB.
e)
Intensifikasi
riset dan inovasi
a)
Penemuan,
pengembangan dan penerapan secara cepat alat, metode intervensi danstrategi
baru pengendalian TB.
b.
Pengembangan
riset untuk optimalisasi pelaksanaan kegiatan dan merangsang inovasiinovasibaru
untuk mempercepat pengembangan
program pengendalian TB.
D.
RUMUSAN MASLAH
Dari beberapa latar belakang yang telah dibuat ,
penulis dapat merumuskan beberapa rumusan maslah, antar lain:
1. Bagaimana epidemologi
dan permasalahan TB di dunia?
2. Bagaimana patogenesis
dan penularan TB?
3. Apa saja upaya
pengendalian TB?
4. Bagaimana Riwayat
singkat upaya pengendalian TB di indonesia?
5. Bagaimana Pencatatan
dan pelaporan program TB?
6. Apa saja Indikator
penemuan TB?
7. Apa saja Indikator
pengobatan TB?
8. Apa saja Indikator
penunjang TB?
E.
TUJUAN PEMBAHASAN
Dalam penulisan makalah ini ada beberapa tujuan
yang diinginkan penulis:
1. Tujuan khusus
Memenuhi tugas mata
kuliah seminar kesehatan.
2. Tujuan umum
Dengan penulisan
makalah ini diharapkan mahasiswa/i bisa menambah pengetahuan tentang epidemologi penyakit Tuberculosis bagi
penulis maupun pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
Upaya pengendalian tuberkulosis (TB) di indonesia sudah berlangsung sejak
sebelum kemerdekaan. Setelah perang dunia kedua, secara terbatas melalui 20
balai pengobatan dan 15 santorium yang pada umumnya berada di pulau
jawa.Setelah perang kemerdekaan, diagnosis ditegakan TB berdasarkan foto toraks
dan pengobatan pasien dilakukan secara rawat inap. Pada era tersebut sebenarnya
WHO telah merekomendasikan upaya diagnosis melalui pemekrisaan dahak langsung
dan pengobatan menggunakan obat anti tuberkulosis (OAT) yang baru sajah
diketemukan yaitu: INH, PAS dan streptomisin, serta metode pengobatan pasien
dengan pola rawat jalan. Era tahun 1960-1970 menandai diawlinya upaya pengendalian
TB secara modern dengan bentuknya subdit TB pada tahun 1967 dan disusunya suatu
pedoman nasional pengendalian TB. Pada era awal tersebut penatalaksanaan dilakukan
melalui puskesmas dengan rumah sakit sebagai rujukan untuk penata laksanaan
kasus-kasus sulit. Pada tahun 1977 mulai diperkenalkan pengobatan jangka pendek
(6 bulan) dengan menggunakan panduan OAT yang terdiri dari INH, beberapa kegiatan
uji pendahuluan yang dilaksanakan menunjukan hasil kesembuhan yang cukup
tinggi. Pada tahun 1994 departemen kesehatan RI melakukan uji coba penerapan
strategi DOTS di satu kabupaten di propinsi jawa timur dan satu kabupaten
provinsi jambiAtas dasar keberhasilan uji coba yang ada, mulai tahun 1995
secara nasional strategi DOTS diterapkan bertahap melalui puskesmas.Perjalanan
waktu membuktikan bahwa upaya pengendalian TB telah memberikan hasil yang
bermakna sampai dengan saat ini. Evaluasi yang dilakukan melalui joint external
TB monitoring mission (JEMM) pada tanggal 11-12 februari 2013, dilaporkan bahwa
indonesia telah banyak mencapai kemajuan dalam upaya pengendalian TB di
indonesia sebagai berikut:
1.
Indonesia berpeluang mencapai penurunan angka
kesakitan dan kematian akibat TB menjadi setengahnya di tahun 2015 jika
dibandingkan dengan data tahum 1990 angka prevalensi TB yang pada tahun 1990
sebesar 443/100.000 penduduk pada tahun 2015 ditargetkan menjadi 222 per 100.000
penduduk. Pencapaian indikatoe MDGS untuk TB di indonesia saat ini sudah sesuai
jalurnya dan diperkirakan semua indikator dapat dicapai sebelum waaktu yang ditentukan.
2.
Selama periode 2011-2013 program nasional
pengendalian TB telah menunjukan keberhasialan dalam berbagi bidang,
diantaranaya dalam peningkatan jumlah temuan kasus dan keberhasilan pengobatan
di puskesmas. Hendaknya angka kekebalan obat diantara kusus TB baru berdasarkan
hasil survei yang ada, menunjukan kinerja program pengendalian di indonesia
sudah berjalan dengan baik.
3.
Masuknya standar pengobatan TB sebagai salah
satu komponen akreditasi rumah sakit merupakan salah satu terobosan terpenting
dari program nasional TB untuk menjamin seluruh pasien TB dapat mengakses
pelayanan TB yang sesuai standar diseluruh fasilitas pelayanan kesehatan dan menghindarkan
pasien dari TB MDR maupun TB XDR.
B. Surveilans
Tuberkulosis
1.
Surveilans TB
adalah suatu rangkaian kegiatan mulai daripengumpulan data penyakit
surveilans.
2.
secara
sistematik, lalu dilakukan analisis, dan interpretasi data.
3.
Hasil analisisdidiseminasikan
untuk kepentingan tindakan kesehatan masyarakat dalam upayamenurunkan angka
kesakitan dan angka kematian TB serta untuk peningkatan derajatkesehatan
masyarakat.
Ada
2 macam metode surveilans TB, yaitu:
Surveilans Rutin (berdasarkan data pelaporan),dan
Surveilans Non Rutin (berupa survei: periodik dan sentinel).
a.
Surveilans Rutin.
Surveilans rutin dilaksanakan dengan menggunakan data
layanan rutin yang dilakukanpada pasien TB. Sistem surveilans ini merupakan
sistem terbaik (mudah dan murah)untuk memperoleh informasi tentang prevalensi
TB, meskipun kemungkinan terjadinyabias cukup besar. Misalnya dalam layanan
kolaborasi TB-HIV, jika jumlah pasien yangmenolak untuk di tes HIV cukup besar
maka surveilans berdasar data rutin iniinterpretasinya kurang akurat.
Surveilans berdasarkan data rutin ini tidakmemerlukanbiaya khusus tapi mutlak
memerlukan suatu pencatatan dan pelaporan yang berjalanbaik. Hasil surveilans
berdasarkan data rutin ini perlu dikalibrasdengan hasil darisurveilans periodik
atau surveilans sentinel.
b.
Surveilans Non Rutin.
Surveilans non rutin khusus
a)
Dilakukan
melalui kegiatan survei baik secara periodik maupun sentinel yangbertujuan
untuk mendapatkan data yang tidak diperoleh dari kegiatan pengumpulandata
rutin.Kegiatan ini dilakukan secara cross-sectional pada
kelompok pasien TB yangdianggap dapat mewakili suatu
wilayah tertentu. Kegiatan ini memerlukan biaya yangmahal dan memerlukan
keahlian khusus. Hasil dari kegiatan ini dapat digunakan untukmengkalibrasi
hasil surveilans berdasar data rutin.
b)
Contoh: survei
prevalensi TB Nasional, sero survei prevalensi HIV diantara pasien TB,survei
sentinel TB diantara ODHA, survei resistensi OAT, survei Knowledge
AttitudePractice (KAP) untuk pasien TB dan dokterpraktek mandiri (DPM), dan
survei lainlain.
1)
Surveilans non rutin luar biasa
Meliputi surveilans untuk kasus-kasus TB lintas negara
terutama bagiwarga NegaraIndonesia yang akan berangkat maupun yang akan kembali
keIndonesia (haji danTKI). Hal ini dilakukan karena mobilisasi penduduk yangsangat
cepat dalam jumlahbesar setiap tahunnya tidak menguntungkan ditinjaudari
pengendalian penyakittuberkulosis. Hal ini bisa menyebabkan terjadinyapenyebaran
penyakit dari satuwilayah ke wilayah lain dan/atau dari satu Negarake negara
lain dalam waktu yangcepat.Upaya pengawasan pasien TB yang akanmenunaikan
ibadah haji atau TKI yang akanberangkat keluar negeri maupunkembali ke
Indonesia memerlukan sistem surveilansyang tepat. (secara lengkapdapat dilihat
di buku “Prosedur Pelacakan Kasus TB PadaTenaga Kerja Indonesiadan jemaah
Haji”, Kemenkes 2013).
C. Monitoring dan
Evaluasi (Monev) Program TB
Monev program TB merupakan salah satu fungsi manajemen
untukmenilai keberhasilanpelaksanaan program TB. Monitoring dilakukan
secara berkala sebagai deteksi awalmasalah dalam pelaksanaan kegiatan program
sehingga dapat segera dilakukan tindakanperbaikan.Evaluasi dilakukan
untuk menilai sejauh mana pencapaian tujuan, indikator, dantarget yang telahditetapkan.Evaluasi
dilakukan dalam rentang waktu lebih lama, biasanyasetiap 6 bulan s/d 1
tahun.Pelaksanaan Monev merupakan tanggung jawab masing-masing tingkat
pelaksanaprogram, mulai dari Fasilitas kesehatan, Kabupaten/Kota, Provinsi
hingga Pusat. Seluruhkegiatan program harus dimonitor dan dievaluasi dari aspek
masukan (input), proses,maupun keluaran (output) dengan cara
menelaah laporan, pengamatan langsung danwawancara ke petugas kesehatan maupun
masyarakat sasaran.Komponen utama untuk melakukan monev adalah: pencatatan
pelaporan, analisis indicatordan hasil dari supervisi.
1.
Pencatatan dan Pelaporan Program TB
Dalam
pelaksanaan monitoring dan evaluasi dan kegiatan survailans, diperlukan
suatusistem pencatatan dan pelaporan baku yang dilaksanakan dengan baik dan
benar,dengan maksud mendapatkan data yang valid untuk diolah, dianalisis,diinterpretasi,disajikan
dan disebarluaskan untuk dimanfaatkan sebagai dasarperbaikan program.Data yang
dikumpulkan harus memenuhi standar yang meliputi:
a.
Lengkap,
tepat waktu dan akurat.
b.
Data
sesuai dengan indikator program
c.
Jenis,
sifat, format, basis data yang dapat dengan mudahdiintegrasikandengan
sistiminformasi kesehatan yang generik.Data untuk program pengendalian TB
diperoleh dari sistem pencatatan-pelaporan TB.Pencatatan menggunakan formulir
standar secara manual didukung dengan sistem
informasi secara elektronik, sedangkan pelaporan TB menggunakan systeminformasielektronik.
Penerapan sistem informasi TB secara elektronik disemua faskesdilaksanakan
secara bertahap dengan memperhatikan ketersediaan sumberdaya diwilayah tersebut.Sistem
pencatatan-pelaporan TB secara elektronik menggunakan Sistem Informasi
TBTerpadu (SITT) yang berbasis web dan terintegrasi dengan sistem informasi
kesehatansecara Nasional.
Pencatatan dan pelaporan TB diatur berdasarkan fungsi dari masing-masingtingkatanpelaksana,
sebagai berikut:
a.
Pencatatan di Fasilitas Kesehatan
FKTP dan FKRTL dalam melaksanakan
pencatatan menggunakan format:
1)
Daftar
terduga TB yang diperiksa dahak (TB.06).
2)
Formulir
permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak(TB.05).
3)
Kartu
pengobatan pasien TB (TB.01).
4)
Kartu
identitas pasien TB (TB.02).
5)
Register
TB fasilitas kesehatan (TB.03 faskes)
6)
Formulir
rujukan/pindah pasien (TB.09).
7)
Formulir
hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB.10).
8)
Register
Laboratorium TB (TB.04).
9)
Formulir
mandatory notification untuk TB. (*)
b.
Pencatatan dan Pelaporan di Kabupaten/Kota
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menggunakan
formulir pencatatan danpelaporan:
1)
Register
TB Kabupaten/Kota (TB.03)
2)
Laporan
Triwulan Penemuan dan Pengobatan Pasien TB (TB.07)
3)
Laporan
Triwulan Hasil Pengobatan (TB.08)
4)
Laporan
Triwulan Hasil Konversi Dahak Akhir Tahap Intensif (TB.11)
5)
Formulir
Pemeriksaan Sediaan untuk Uji silang dan Analisis Hasil UjisilangKabupaten
(TB.12)
6)
Laporan OAT
(TB.13)
7)
Data Situasi
Ketenagaan Program TB
8)
Data Situasi
Public-Private Mix (PPM) dalam Pelayanan TB.
9)
Formulir
pelacakan kasus TB yang datang dari luar negeri. (**)
c.
Pelaporan di Provinsi
Dinas Kesehatan Provinsi menggunakan formulir pelaporan
sebagaiberikut:
1)
Rekapitulasi
Penemuan dan Pengobatan Pasien TB per kabupaten/kota.
2)
Rekapitulasi
Hasil Pengobatan per kabupaten/kota.
3)
Rekapitulasi
Hasil Pengobatan gabungan TB dan TB Resistan Obat di tingkat Provinsi.
4)
Rekapitulasi
Hasil Konversi Dahak per kabupaten/kota.
5)
Rekapitulasi
Analisis Hasil Uji silang propinsi per kabupaten/kota.
6)
Rekapitulasi
Laporan OAT per kabupaten/ kota.
7)
Rekapitulasi
Data Situasi Ketenagaan Program TB.
8)
Rekapitulasi
Data Situasi Public-Private Mix (PPM) dalam PelayananTB.
2.
Indikator Program TB
Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator
sebagai alat ukur kemajuan program (marker of progress). Dalam menilai
kemajuan atau keberhasilan program pengendalian TB digunakan beberapa
indikator.
Indikator
utama program pengendalian TB secara Nasional ada 2, yaitu:
a)
Angka Notifikasi
Kasus TB (Case Notification Rate = CNR) dan
b)
Angka
Keberhasilan Pengobatan TB (Treatment Success Rate = TSR).
Disamping itu ada beberapa indikator proses untuk
mencapai indikator Nasional tersebutdi atas, yaitu:
a. Indikator Penemuan TB
1)
Proporsi pasien baru
TB paru terkonfirmasi bakteriologisdiantara terduga TB
2)
Proporsi pasien
TB paru terkonfirmasi bakteriologis diantarasemua TB parudiobati.
3)
Proporsi pasien
TB terkonfirmasi bakteriologis yang diobati diantara pasien terkonfirmasi
bakteriologis.
4)
Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien TB
5)
Angka penemuan
kasus TB (Case Detection Rate=CDR)
6)
Proposi pasien
TB yang dites HIV
7)
Proporsi pasien
TB yang dites HIV dan hasil tesnya Positif
8)
Proporsi pasien
TB RR/MDR yang terkonfirmasi disbandingperkiraan kasus TBRR/MDR yang ada.
9)
Proporsi
pasien terbukti TB RR/MDR yang dilakukankonfirmasi pemeriksaan ujikepekaan OAT
lini kedua.
10)
Proporsi
pengobatan pasien TB RR/MDR diobati diantara pasien TB RR/MDRditemukan.
b. Indikator Pengobatan TB
1)
Angka
konversi (Conversion Rate)
2)
Angka
kesembuhan (Cure Rate)
3)
Angka
putus berobat
4)
Angka
keberhasilan pengobatan TB anak
5)
Proporsi
anak yang menyelesaikan PP INH diantara seluruhanak yangmendapatkan PP INH
6)
Proporsi
pasien TB dengan HIV positif yang menerima PPK
7)
Proporsi
pasien TB dengan HIV positif yang mendapat ART
8)
Angka
keberhasilan pengobatan TB MDR atau TreatmentSuccess Rate
c. Indikator Penunjang TB
1)
Proporsi
laboratorium yang mengikuti pemantapan mutu eksternal (PME) uji silanguntuk
pemeriksaan mikroskopis
2)
Proporsi
laboratorium dengan kinerja pembacaan mikroskopis baik diantara pesertaPME uji silang
3)
Proporsi
laboratorium yang mengikuti kegiatan PME empat kali setahun.
4)
Jumlah
kabupaten/kota melaporkan terjadinya kekosongan OAT liniTiap tingkat pelaksana
program memiliki indikator pada tabel berikut:
126
122
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Program TB merupakan salah satu fungsi manajemen
untukmenilai keberhasilanpelaksanaan program TB. Monitoring dilakukan
secara berkala sebagai deteksi awalmasalah dalam pelaksanaan kegiatan program sehingga
dapat segera dilakukan tindakanperbaikan.Evaluasi dilakukan untuk
menilai sejauh mana pencapaian tujuan, indikator, dantarget yang
telahditetapkan
B.
Saran
Dalam penulisan makalah ini
banyak sekali terdapat kesalahan dan kelemahan.Baik isi makalah maupun tata
bahasa penulisan yang di buat oleh penulis. Oleh karena itu, penulisan
mengharapkan tanggapan dan koreksi yang membangun dari pembaca sehingga ke
depannya makalah yang di buat akan lebih baik lagi .
DAFTAR PUSTAKA
Katalog dalam terbitan. Kementrian
kesehatan RI, direktorat jenderal pengendalian penyakit dan penyehatan
lingkungan.
Buku Pedoman nasional pengendalian
tuberculosis, jakarta 2014
0 comments