PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Bagian ini menjelaskan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui secara mendalam tentang pengalaman keluarga merawat anggota keluarga dengan halusinasi di wilayah kerja Puskesmas Jatibarang.Bab ini dibagi menjadi tiga bagian, bagian pertama menceritakan secara singkat gambaran karakteristik partisipan yang terlibat dalam penelitian ini. Bagian kedua membahas analisis thematic tentang pengalaman keluarga merawat anggota keluarga dengan halusinasi di wilayah kerja Puskesmas Jatibarang dan bagian ketiga membahas tentang keterbatasan penelitian  dengan membandingkan hasil penelitian yang sudah dilakukan dengan kondisi yang seharusnya.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus proses pengambilan data dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Jatibarang setelah peneliti mendapatkan data dari puskesmas, peneliti kemudian melakukan kunjungan rumah partisipan untuk melakukan penelitian berupa wawancara mendalam. Data  pasien dengan halusinasi didapatkan sebanyak 5 partisipan. Partisipan di beri kode (P) serta diberi nomor sesuai urutan wawancara yang dilakukan penelliti. Kode partisipan di mulai dari kode (P1) sampai (P5).Partisipan di sini yang sering terpapar dengan pasien sehari-harinya merawat pasien.



1.    Gambaran Karakteristik Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 5 partisipan.Yang merupakan keluarga yang merawat anggota keluarga dengan halusinasi yang berada di wilayah kerja Puskesmas Jatibarang.
Karakteristik partisipan berdasarkan usia yaitu partisipan 1 Ny. N berusia  35 tahun, beragama islam, suku jawa, pendidikan terakhir SMP, pekerjaan IRT dengan sambilan menjahit baju, status menikah. Partisipan satu merawat anaknya dengan karakteristik sebagai berikut : perempuan umur 23 tahun, tidak sekolah, belum menikah, tidak bekerja , sudah mengalami halusinasi
Karakteristik partisipan kedua sebagai berikut Tn.D berusia 50 tahun, beragama islam, suku jawa, pendidikan terakhir SD, pekerjaan serabutan, status menikah. Partisipan dua merawat anaknya dengan karakteristik dua orang anak mengalami gangguan halusinasi dari delapan bersaudara anak ke tujuh dan ke delapan tersebut yang mengalami gangguan halusinasi.Anak ke tujuh Nn.D Umur 28 tahun dan anak ke delapan Tn. H dengan usia 18 tahun keduanya masih menjalanin pengobatan.
Karakteristik partisipan yang ketiga sebagai berikut Ny. W usia 25 tahun. Bekerja sebagai ibu rumah tangga anak ke 2 dari tiga bersaudara yang merawat pasien dan ibunya.Partisipan sudah menikah dan meiliki dua orang anak salah satunya masih umur enam bulan. Partisipan merawat anggota keluarganya dengan karakteristik sebagai berikut : Tn. S dengan usia 30 tahun, belum menikah, pendidikan akhir SMA, tidak menjalani pengobatan.
Karakteristik partisiapan ke empat Ny. D anak  ke dua bekerja sebagai Ibu rumah tangga dengan usia 36 tahun. Partisipan merawat ibunya dengan karakteristik :Ny.S dengan usia 61 Tahun status janda mempunyai 3 orang anak.
Karakteristik partisipan ke lima Ny. D partisipan bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan usia 50 tahun mempunyai dua anak pasien adalah anak ke dua dengan karakteristik : Ny.R usia26 tahun status menikah bekerja sebagai guru honor.
2.    Analisis Tema
Data penelitian berupa transkrip dan catatan lapangan dari setiap wawancara mendalam analisis dengan menggunakan thematic analisis yang dikembangkan oleh Afiyanti, 2014.Penelitian ini menemukan 5 tema utama yang memaparkan berbagai pengalaman keluarga merawat anggota keluarga dengan halusinasi.
Tema tersebut dapat di uraikan :
1.    Mengetahui Cara Keluarga Merawat Anggota Keluarga Dengan Halusinasi di rumah dalam hal ini pertisipan mengatakan merawat anggota keluarga dengan halusinasi di rumahmemang tidaklah mudah namun partisipan merawat dengan baik dan yang bertanggung jawab di rumah. Terdiri atas 2 tema yaitu yang bertanggung jawab, pembagian tugas dan peran, bila tidak dapat melaksanakan tugas.



a.    Yang bertanggung jawab
Hasil penelitianmenunjukan bahwa yang bertangguang jawab merawat pasien adalah orang tua atau orang yang terdekat dengan pasien. Pernyataan partisipan diungkap sebagai berikut :
Yang bertanggung jawab di rumah, iya suami saya (P1)
Saya sendiri yang bertanggung jawab sebagai kepala keluarga (P2)
Ibu saya yang bertanggung jawab (P3)
Iya saya sebagai anak, merawat ibu saya (P4)
Suami saya (P5)
Keluarga merupakan masyarakat kecil yang terikat hubungan darah.Setiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung jawab  merupakankesejahteraan, keselamatan, pendidikan dan kehidupan yang baik untuk setiap anggota keluarganya.
b.    Pembagian tugas dan peran
Hasil penelitian menunjukan terdapat tiga partisipan yaitu partisipan (P1), (P2), (P5) yang saling bergantian dengan anggota keluarga lainnya dan yang dua partisipan lainnya (P3), (P4)merawat seorang diri tanpa bergantian. Pernyataan partisipan diungkapkan sebagai berikut :
Biasanya bersama-sama dengan suami bila suami sedang sibuk di pengilingan (usaha yang dimiliki partisipan) saya yang jagain, tidak ada pembagian tugas dan peran semuanya di lakukan bersama-sama (P1)


Iya sebisa-bisa saya membagi tugas dengan istri (P2)
saya sendirian kalo saya sibuk saya tinggal dulu, ada ibu juga sedang sakit tidak boleh cape (P3)
Ya saya sendiri yang merawat, kalo saya sedang ada kesibukan lainnya di tinggal dulu ibu saya ya sementara nanti setelah kesibukan saya selesai saya menenggok ibu saya ke tempat tinggalnya (P4)
Biasanya bergantian dengan suami saya, merawat bersama-sama(P5)
2.    Mengetahui hambatan yang yang dialami keluarga dalam merawat anggota keluarga hal ini partisipan mengungkapkan hambatan dan cara menangani hambatan tersebut. Terdapat 2 tema yaitu hambatan yang dialami, mengatasi hambatannya.
a.    Hambatan yang di alami
     Hasil penelitian wawancara mendalam dengan partisipan menunjukan semua partispan mengalami hambatan yang sama pada saat klien kambuh dengan halusinasinya. Pernyataan partisipan diungkap sebagai berikut :
Kadang kalo lagi kambuh halusinasinya, kesulitan menenangkannya (P1)
Bila sedang kambuh susah nenanginnya (P2)
Kalau sedang kambuh tidak mau di ajak berobat, tertawa sendiri terbahak-bahak (P3)
Kalo lagi kambuh dengan halusinasinya (P4)
Saat halusinasinya kambuh, susah untuk bujuk makannya (P5)
Halusinasi mempunyai beberapa tanda dan gejala seperti berikut : berbicara sendiri, tersenyum-senyum sendiri tanpa ada penyebab yang nyata, memdengar suara yang tidak nyata biasanya bisikan berupa perintah untuk melukai diri sendiri atau orang di sekitarnya hal ini dapat membahayakan, melihat bayangan seperti hantu atau hal yang di takuti pasien. Hal-hal yang ini yang menyebabkan keluarga menjadi takut untuk berintraksi saat pasien kambuh.Halusinasi  umumnya mengarah pada perilaku yang membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
a.    Mengatasi hambatan 
Hasil penelitian menunjukan cara partisipan mengatasi hambatan yang di alami saat pasien kambuh dengan memberikan obat. Pernyataan partisipan di ungkap sebagai berikut :
Biasanya diajak jalan-jalan kerumah saudara, dan meminum obat (P1)
Tidak lupa meminumkan obat yang di berikan dari Puskesmas (P2)
Menyiapkan makanan (P3)
Meminumkan obat (P4)
Memberikan obat (P5)
Terapi psikofarmakoterapi sebagai salah satu terapi yang menggunakan obat-obatan anti psikotik.Diantaranya penyebab kambuh atau tidaknya yang paling sering adalah faktor keluarga pasien sendiri keluarga merupakan support sistem terdekat 24 jam bersama-sama dengan pasien dan yang mendukung secara konsisten akan membuat pasien mandiri dan patuh mengikuti program pengobatan bila keluarga sendiri dalam perawatan di rumah kurang intens maka proses penyembuhannya akan semakin lama dan pasien akan merasa tidak di perhatikan oleh keluarga (Yosep, 2010).
3.    Mengetahui dukungan yang di terima keluarga selama merawat anggota keluarga dengan halusinasi di rumah ada 3 tema yaitu motivasi, dukungan, bentuk dukungan.
berikut adalah pernyataan dari partisipan :
a.    Motivasi
Hasil penelitiandi dapatkan semua partisipan mempunyai keinginan agar anggota keluarga ingin cepat sembuh dari halusinasinya. Pernyataan partisipan diungkap sebagai berikut :
Dengan ke ikhlasan dan dukungan dari suami ingin anak sembuh seperti dulu (P1)
Ingin cepat sembuh suruh berkerja (P2)
Ingin cepat sembuh, biar cepat kerja (P3)
Ingin cepat sembuh, sehat, kembali seperti dulu. Hanya itu harapan dan doa saya (P4)
Ingin cepat sembuh, dan mengajar seperti dahulu lagi (P5)

b.    Dukungan
Dukungan keluarga merupakan sumber dukungan utama untuk klien, dimana dari dukungan tersebut klien tidak merasa di asingkan atau dijauhkan. Pernyataan partisipan sebagai berikut :

Dukungan dari suami terutama dan saudara-saudara (P1)
Dibantu dukungan dari keluarga dan diri sendiri (P2)
Dukungan dari suami dan anggota keluarga lainnya (P3)
Dukungan dari suami dan anggota keluarga lainnya (P4)
Dari keluarga sendiri, suami, kakaknya (P5)
Keluarga merupakan pendukung utama yang memberi perawatan langsung pada setiap keadaan sehat sakit pasien.
c.    Bentuk dukungan
Hasil penelitian dapatkan bentuk dukungan dari keluarga  yang di terima pasien berupa materi maupun bentuk tenaga untuk merawat pasien di rumah. pernyataan partisipan sebagai berikut :
Saling menguatkan, mengantar klien berobat ke Puskesmas (P1)
Anggota keluarga saling mendukung untuk merawat dan membantu untuk pengobatan (P2)
Uang, untuk memenuhi kebutuhan (P3)
Mengantar ibu pengobatan dan merawat (P4)
Mengantar untuk terapi (P5)
4.    Mengetahui sumber informasi keluarga tentang cara merawat anggota keluarga dengan halusinasi partisipan mengungkapkan mendapatkan sumber informasi cara merawat dari pelayanan kesehatan  dan satu partisipan tidak tahu cara merawat pasien dengan halusinasi. Berikut adalah pernyataan partisipan :
Dari Puskesmas Jatibarang (P1)
Puskesmas dan dari rumah sakit (P2)
Tidak mengetahui cara merawat pasien halusinasi, saya merawat seperti biasa saja (P3)
Dapat informasi dari Puskesmas (P4)
Dari Rumah sakit anak saya pernah di rawat (P5)
5.    Mengetahui dampak merawat anggota keluarga dengan halusinasi, hasil penelitian partisipan mengatakan sebagai berikut :
Pekerjaan rumah menjadi terganggu, bila anak saya sedang kambuh (P1)
Saya sedang memikirkan bagaimana pengobatan selanjutnya, tidak ada biaya, pekerjaan tidak ada. Untuk transportasi ke Rumah sakit perlu biaya kan pakai kendaraan umum (P2)
Pekerjaan rumah tangga menjadi terganggu belum merawat ibu yang sedang sakit (P3)
Membagi waktu dengan pekerjaan dirumah saya (P4)
Pekerjaan rumah di tinggal dulu, yang penting saya menuhin kebutuhan dia dulu (P5)










B. Pembahasan
Bagian ini menjelaskan tentang interprestasi hasil penelitian dan keterbatasan penelitian.Hasil penelitian ini di bandingkan dengan konsep-konsep dan teori-teori.Keterbatasan penelitian ini akan di bahas dengan membandingkan yang telah dilalui dengan kondisi yang seharusnya di capai
.
A.  Mengetahui Cara Keluarga Merawat Anggota Keluarga Yang Mengalami Halusinasi
1.    Yang Bertanggung Jawab
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungan dengan seseorang. Keluarga yang lengkap dan fungsional serta mampu membentuk keseimbangan akan dapat meningkatkan kesehatan mental para anggota keluarganya dari gangguan-gangguan mental dan ketidakstabilan emosional anggota keluarganya (Ali, 2010).
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan partisipan mengatakan keluarga sangat bertanggung jawab terhadap pasien dalam perawatan pasien di rumah dan pemenuhan kebutuhan pasien.Pentingnya peran serta keluarga dalam merawat pasien gangguan jiwa halusinasi dapat dipandang dari berbagai segi.Pertama, keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya.Kedua, keluarga merupakan institusi pendidikan utama bagi individu untuk belajar dan mengembangkan nilai, sikap dan perilaku. Keluarga diharapkan mengetahui dan mengenal masalah kesehatan halusinasi, tanda dan gejala, serta cara perawatan di rumah. keluarga harus mampu  mengambil keputusan untuk mengatasi masalah halusinasi, mampu  merawat pasien dengan halusinasi, memberdayakan sumber daya  yang ada, serta memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk kesembuhan klien.
2.    Pembagian tugas dan peran
Pembagian peran dalam keluarga merupakan sesuatu yang diharapkan secara normatif dari seseorang dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi kebutuhan harapan.Tingkah laku spesifik yang di harapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga jadi peranan keluarga menggambarkan perilaku seseorang, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu.Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok, dan masyarakat (Setiadi, 2008).
Berdasarkan penelitian dengan wawancara mendalam didapatkan partisipan mengatakan tidak ada pembagian tugas dan peran karena saling bergantian merawat dengan anggota keluarga lainnya.Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing anatara lain :Ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, pengayom, pemberi rasa aman untuk setiap anggota keluarganya. Peran Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh, pendidik anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai pencari nafkah tambahan, sedangkan peran anak sebagai pelaku psikososial sesuai dengan perkembangan fisik, mental, sosial, dan spiritual.Semua anggota keluarga mempunyai peranan masing-masing.


B.  Mengetahui Hambatan Yang Di Alami Keluarga Dalam Merawat Anggota Keluarga Dengan Halusinasi
1.    Hambatan yang di alami
Hasil penelitian wawancara mendalam di dapatkan hambatan yang di alami oleh partisipan berupa susahnya menenangkan partisipan pada saat klien kambuh halusinasinya berupa halusinasi denggar dan halusinasi pengelihaatan.Kekambuhan merupakan istilah medis yang mendeskripsikan tanda-tanda dan gejala kembalinya suatu penyakit (Yakita, 2003).Menurut Agus, (2001) penyebab kekambuhan pasien halusinasi adalah faktor psikososial yaitu pengaruh lingkungan keluarga maupun sosial. Menurut Riyanto, (2007) konflik dari keluarga biasanya menjadi pemicu stres pasien keadaan itu akan semakin parah jika lingkungan sosialnya tidak mendukung. Biasanya  halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak dapat stimulus, tipe yang paling sering merupakan halusinasi pendenggaran dan pengelihatan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada biasanya klien mendenggar suara yang tidak ada stimulus suara.
Hasil penelitian kualitatif yang di lakukan oleh Boro,(2009) yaitu pada umumnya keluarga sudah mengetahui tentang tanda dan gejala halusinasi, sudah mengetahui cara mengontrol serta perawatan pasien dengan halusinasi.Halusinasi mempunyai beberapa tanda dan gejala  menurut Depkes (2000) sendiri sebagai berikut : berbicara sendiri, senyum-senyum sendiri tanpa ada penyebab nyata, tertawa sendiri, mendengar suara yang tidak nyata biasanya berupa bisikan dan perintah untuk melukai diri sendiri atau orang-orang terdekat hal ini dapat membahayakan, melihat bayang-bayangan yang di takuti seperti melihat hantu dan lain-lainnya terkadang hal ini juga dapat menbahayakan klien, klien merasakan mengecap rasa seperti meminum darah, urin, atau rasa pahit yang berlebih, menghirup (mencium). Merasakan sesuatu yang tidak nyata, merusak diri sendiri/orang lain/lingkungan, tidak dapat membedakan mana yang nyata atau tidak, tidak dapat memusatkan konsentrasi/ perhatian, sulit membuat keputusan, rasa takut, sikap curiga dan bermusuhan, tidak mampu mandiri melakukan kebutuhan sendiri soalnya personal hygen : mandi, sikat gigi, ganti pakaian, berhias yang rapi, mudah tersinggung, jengkel.
2.    Mengatasi hambatan
Hasil penelitian wawancara mendalam dengan Partisipan di dapatkan bahwabiasanya diberikan obat pada saat pasien kambuh halusinasinya hal ini sejalan dengan yang di ungkapkan minum obat secara teratur dapat mengurangi kambuh (Yosep, 2010), biasanya pasien terlihat ketawa sendiri tanpa ada rangsangan, ngobrol sendiri, tersenyum, menyendiri.Biasanya keluarga membiarkan saja klien sedang asik dengan halusinasinya dan hanya memberikan obat.Terapi psikofarmakoterapi sebagai salah satu terapi yang menggunakan obat-obatan anti psikotik. Hampir semua partisipan mengungkapkan jika pasien minum obat secara teratur kondisi pasien baik dan tidak mengalami halusinasi hal ini sejalan dengan yang di ungkapkan (Wicaksana,2010) obat anti halusinasi (anti psikotik) meski ada formulasi psikodinamik halusinasi, tapi gejala ini juga timbul sebagai akibat ketidakseimbangan neurotransmitter di otak. Diantarnya penyebab kambuh atau tidaknya yang paling sering adalah faktor keluarga pasien sendiri keluarga merupakan support sistem terdekat 24 jam bersama-sama dengan pasien dan yang mendukung secara konsisten akan membuat pasien mandiri dan patuh mengikuti program pengobatan bila keluarga sendiri dalam perawatan di rumah kurang intens maka proses penyembuhannya akan semakin lama dan pasien akan merasa tidak di perhatikan oleh keluarga (Yosep, 2010).
Peranan keluarga sangat penting terhadap  pengobatan pasien gangguan jiwa. Karena pada umumnya pasien gangguan jiwa belum mampu mengatur dan mengetahui jadwal jam saat meminum obat, keluarga harus selalu membimbing dan mengarahkan agar pasien gangguan jiwa dapat meminum obat dengan benar dan teratur (Nasir & Muhith, 2011).
     Strategi pelaksaan (SP) pertama membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Strategi pelaksaan kedua melatih pasien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap bersama orang lain. Strategi pelaksanaan ketiga melatih mengontrol halusinasi dengan aktivitas terjadwal.Strategi pelaksanaan ke empat melatih pasien minum obat secara teratur.Terapi keluarga bertujuan dalam meningkatkan kemampuan anggota keluarga agar dapat merawat pasien di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien yang sedang menjalani perawatan di rumah (Keliat, 2010 : 116).


C.  Mengetahui Dukungan Yang Di Terima Keluarga Selama Merawat Anggota Keluarga Dengan Halusinasi.
1.    Motivasi
     Hasil penelitian wawancara mendalam di dapatkan motivasi yang dimiliki keluarga untuk pasein adalah inginan partisipan agar pasien cepat sembuh. Motivasi merupakan proses yang  menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan untuk mencapai tujuan yang di inginkan.Berdasarkan analisa peneliti dari ungkapan partisipan perhatian anggota keluarga kepada pasien sangat berpengaruh untuk pemulihan karena pasien merasa di perhatikan dalam proses perawatan di rumah untuk memperoleh kesembuhan yang optimal atau setidaknya jarang terjadi kekambuhan. Sedangkan lingkungan keluarga berperan dalam merawat dan meningkatkan keyakinan pasien akan kesembuhan dirinya dari halusinasi sehingga pasien sendiri mempunyai motivasi dalam proses penyembuhan dan rehabilitasi diri, karena suasana di dalam keluarga yang mendukung akan menciptakan perasaan positif dan berarti bagi pasien itu sendiri (Nurdiana dkk, 2007:8).
2.    Sumber Dukungan
Dukungan yang diterima partisipan dalam merawat anggota keluarga dengan halusinasi di rumah yaitu dari anggota keluarga lainnya. Dalam melaksanakan perannya sebagai caregiver, partisipan  mendapat sumber dukungan dari pihak keluarga (Keluarga inti dan keluarga besar) partisipan 3 dan partisipan 4 sangat  memerlukan bantuan dari pihak lain karena selain merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa,partisipan juga mempunyai tanggung jawab menjadi ibu rumah  tangga. Dukungan yang di terima keluarga dalam merawat anggota keluarga  adalah dari keluarga sendiri dan dari orang terdekat.
Nurdiana dkk (2007) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa keluarga berperan penting dalam menentukan cara atau asuhan keperawatan yang di perlukan oleh pasien sehingga akan menurunkan angka kekambuhan. Hasil penelitian tersebut dipertegas oleh penelitian lain yang dilakukan oleh Dinosetro (2008),menyatakan bahwa keluarga memiliki fungsi strategis dalammenurunkan angka kekambuhan, meningkatkan kemandirian dan taraf hiduupnya serta pasiendapat beradaptasi kembali ke masyarakat dan kehidupan sosialnya.
3.    Bentuk Dukungan
Dukungan yang di terima partisipan dalam merawat anggota keluarga dengan halusinasi yaitu dukungan sosial dari anggota keluarga lainnya, baik berupa materi maupun mengantar pasien berobat ke Pelayanan Kesehatan baik Puskesmas maupun Rumah sakit.Hal ini sejalan dengan pendapatnya Friedman, (1998) dalam Setiadi, (2008) bahwa dukungan sosial yang meliputi jaringan kerja spontan dan informal, dukungan-dukungan terorganisir non tenaga kesehatan.Bentuk dukungan sosial yang di berikan merupakan dukungan pemeliharaan dan emosi bagi anggotanya. Menurut Magliano, (2008) dukungan sosial dapat membantu keluarga mengembangkan strategi koping yang efektif dan menurunkan di stres yang dirasakan anggota keluarga lainnya.
Partisipan mengungkapkan bahwa bentuk dukungan yang di berikan kepada pasien dengan mengantar pasien berobat ke Puskesmas dan Pelayanan Kesehatan terdekat, finansial, dan dukungan tanpa pamrih berupa perawatan/pemenuhan kebutuhan di rumah.
D.  Mengetahui Sumber Informasi Tentang Cara Merawat Anggota Keluarga Dengan Halusinasi
Hasil penelitian didapatkan bahwa partisipan mendapatkan  sumber informasi cara merawat pasien dari Petugas Kesehatan. Pendidikan kesehatan keluarga merupakan program yang di berikan kepada keluarga pasien gangguan jiwa yang merawat di rumah agar keluarga mampu merawat pasien dengan baik dan benar, pendidikan kesehatan kelompok keluarga diperlukan memberdayakan keluarga pasien gangguan jiwa dalam mengatasi masalah secara bersama-sama.Isi program disesuaikan dengan kebutuhan dan harapan keluarga untuk kesembuhan pasien (Keliat, 2010).Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa angka kambuh pada pasien ganguan jiwa tanpa terapi keluarga sebesar 25-50%, sedangakan angka kambuh pada pasien yang mendapatkan terapi keluarga adalah 5-10% (Keliat, 2010).
E.  Mengetahui Dampak Merawat Anggota Keluarga Dengan Halusinasi
Menurut WHO (2003), secara umum dampak yang dirasakan oleh keluarga dengan adanya anggota keluarga mengalami halusinasi adalah tingginya beban ekonomi, beban emosi keluarga, stres terhadap perilaku pasien yang terganggu, gangguan dalam melaksanakan kegiatan rumah tangga sehari-hari dan keterbatasan melakukan aktivitas sosial.Selain itu juga muncul beban keluarga karena stigma sosial terhadap penderita halusinasi tersebut, beban yang muncul berupa psikologis.
Perilaku halusinasi merupakan kesalahan persepsi sensori dari kelima panca indra, penyimpangan perilaku klien sangat bervariasi tergantung dari tingkat terjadinya halusinasi. Penyimpangan  Perilaku yang terjadi meliputi : berbicara sendiri, senyum-senyum sendiri tanpa ada penyebab nyata, tertawa sendiri, mendengar suara yang tidak nyata biasanya berupa bisikan dan perintah untuk melukai diri sendiri atau orang-orang terdekat hal ini dapat membahayakan, melihat bayang-bayangan yang di takuti seperti melihat hantu dan lain-lainnya terkadang hal ini juga dapat membahayakan pasien, pasien merasakan mengecap rasa seperti meminum darah, urin, atau rasa pahit yang berlebih, menghirup (mencium). Merasakan sesuatu yang tidak nyata, merusak diri sendiri/orang lain/lingkungan, tidak dapat membedakan mana yang nyata atau tidak, tidak dapat memusatkan konsentrasi/ perhatian, sulit membuat keputusan, rasa takut, sikap curiga dan bermusuhan, tidak mampu mandiri melakukan kebutuhan sendiri soalnya personal hygen.
     Perilaku pasien dengan halusinasi di atas menimbulkan beban bagi keluarganya karena harus lebih sabar, perhatian, menyediakan waktu yang lebih khusus, klien tidak mandiri dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Hasil penelitian terdapat  1 partisipan mengalami kesulitan beban biaya transportasi ke rumah sakit dan biaya bulan biaya BPJS. Hal ini sejalan dengan masalah biaya pengobatan juga sering menjadi kendala, pengobatan dengan waktu yang cukup lama dan harga obat yang di pakai cukup mahal (Andri, 2011).Dan partisipan yang lainnya mengatakan pekerjaan rumah menjadi terganggu dan banyak meluangkan waktu untuk pasien.
3. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa  keterbatasan yang dialami oleh peneliti yaitu :
A.  Keberadaan pasien dirumah saat wawancara membuat partisipan tidak terbuka mengungkapkan pengalamannya. Partisipan takut pasien tersinggung.
B.  Kendala yang di alami peneliti secara teknis yaitu saat melakukan wawancara ada 2 partisipan terganggu karena terdapat anak kecil dan tukang bangunan menjadi suasana lingkungan menjadi ramai sehingga menganggu proses wawancara.

0 comments