ARTIKEL POLITIK KESEHATAN BAGI MASYARAKAT MISKIN

Kesehatan adalah bagian dari politik oleh karena pelayanan kesehatan merupakan pelayanan publik yang seyogianya tidak hanya dijadikan sebagai kendaraan politik para calon atau kandidat kepala daerah. (Bambra et all, 2005). Sebuah studi yang dilakukan Navarro et all pada tahun 2006 meneguhkan korelasi antara ideologi politik suatu pemerintahan terhadap derajat kesehatan masyarakatnya, melalui kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintahan tersebut. Konsep kesehatan yang dianut pemerintah kita saat ini, berbuah pembangunan kesehatan yang berbentuk pelayanan kesehatan individu, ketimbang layanan kesehatan komunitas yang lebih luas, program-program karitas yang bersifat reaktif seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) atau pengobatan gratis dan Jampersal.
Dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 bagian Pembukaan butir b (menimbang); disebutkan bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan. Hal ini menunjukkan pentingnya pembangunan kesehatan dalam bentuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat untuk mempersiapkan manusia Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing .
Indikator peningkatan derajat kesehatan antara lain adalah meningkatnya usia harapan hidup, menurunnya angka kematian ibu, angka kematian bayi dan balita, serta angka kesakitan (morbiditas). Boleh jadi indikator ini terus menampakkan grafik membaik. Transparansi tidak hanya menyangkut masalah keuangan, namun transparansi dalam informasi atas pelayanan publik
Sebagai contoh, data mengenai jumlah penderita gizi buruk, jumlah penduduk miskin, rasio jumlah penduduk dengan jumlah sarana kesehatan dan prosedur pelayanan dasar maupun rujukan hendaknya diberikan pada publik secara transparan.

Untuk mewujudkan hal tersebut, tidak bisa tidak, negara harus berperan aktif. Mengutip Release Media Indonesia tentang Politik dan kesejahteraan rakyat , Politik kesehatan adalah kebijakan negara di bidang kesehatan. Yakni kebijakan publik yang didasari oleh hak yang paling fundamental, yaitu sehat merupakan hak warga negara.Untuk mewujudkan hak rakyat itu, jelas diperlukan keputusan politik yang juga sehat, yang diambil oleh pemerintahan yang juga sehat secara politik. Dengan kata lain, politik kesehatan ditentukan oleh sehat tidaknya politik negara. Hanya pemerintahan dan DPR yang sakit-sakitan yang senang dan membiarkan rakyatnya juga sakit-sakitan. Karena sehat merupakan hak rakyat, dan negara pun tak ingin rakyatnya sakit-sakitan, diambillah keputusan politik yang juga sehat. Yaitu, anggaran untuk kesehatan rakyat mendapatkan porsi yang besar, sangat besar, karena negara tidak ingin rakyatnya sakit-sakitan.


1.      Pengertian Politik
Perkataan politik berasal  dari bahasa Yunani yaitu Polistaia, Polis berarti kesatuan masyarakat yang mengurus diri sendiri/berdiri sendiri (negara), sedangkan taia berarti urusan. Dari segi kepentingan  penggunaan, kata politik mempunyai arti yang berbeda-beda. Untuk lebih memberikan pengertian arti politik disampaikan beberapa arti politik dari segi kepentingan penggunaan,   yaitu :
a.       Dalam arti kepentingan umum (politics)
Politik dalam arti kepentingan umum atau segala usaha untuk kepentingan umum, baik yang berada dibawah kekuasaan negara di Pusat maupun di Daerah, lazim disebut Politik (Politics)   yang artinya adalah suatu rangkaian azas/prinsip, keadaan serta jalan, cara dan alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau suatu keadaan yang kita kehendaki disertai dengan jalan, cara dan alat yang akan kita gunakan untuk mencapai keadaan yang kita inginkan
b.       Dalam arti kebijaksanaan (Policy)
Politik adalah penggunaan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang yang dianggap lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita/keinginan atau keadaan yang kita kehendaki.
c.       Jadi politik menurut kami adalah Suatu ilmu dan seni mengelola peran untuk mencapai tujan yang dicapai.

2.      Pengertian Kesehatan
Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek. Ini juga merupakan tingkat fungsional dan atau efisiensi metabolisme organisme, sering secara implisit manusia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mendefinisikan kesehatan didefinisikan sebagai "keadaan lengkap fisik, mental, dan kesejahteraan sosial dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan"
Kesehatan adalah konsep yang positif menekankan sumber daya sosial dan pribadi, serta kemampuan fisik. Secara keseluruhan kesehatan dicapai melalui kombinasi dari fisik, mental, dan kesejahteraan sosial, yang, bersama-sama sering disebut sebagai "Segitiga Kesehatan"

3.      Pengertian Politik Kesehatan
Politik Kesehatan adalah Ilmu dan seni untuk memperjuangkan derajat kesehatan masyarakat dalam satu wilayah melalui sebuah sistem ketatanegaraan yang dianut dalam sebuah wilayah atau negara. Untuk meraih tujuan tersebut diperlukan kekuasaan. Kekuasaan tersebut kelak digunakan untuk mendapat kewenangan yang diperlukan untuk mencapai cita-cita dan tujuan. Oleh karena itu derajat kesehatan masyarakat yang diidamkan adalah merupakan sebuah tujuan yang di inginkan seluruh rakyat banyak, maka derajat kesehatan hendaknya diperjuangkan melalui sistem dan mekanisme politik.
Bambra et al (2005) dan Fahmi Umar (2008) mengemukakan mengapa kesehatan itu adalah politik, karena dalam bidang kesehatan adanya disparitas derajat kesehatan masyarakat, dimana sebagian menikmati kesehatan sebagian tidak. Oleh sebab itu, untuk memenuhi equity atau keadilan harus diperjuangkan. Kesehatan adalah bagian dari Politik karena derajat kesehatan atau masalah kesehatan ditentukan oleh kebijakan yang dapat diarahkan atau mengikuti kehendak (amenable) terhadap intervensi kebijakan politik. Kesehatan bagian dari politik karena kesehatan adalah Hak Asasi 


POLITIK KESEHATAN BAGI RAKYAT MISKIN
Beberapa kali media massa baik cetak maupun elektronik menyuguhkan kasus-kasus yang terkait dengan masalah kesehatan seperti terjadinya kasus gizi buruk serta masalah buruknya pelayanan Rumah Sakit Pusat maupun Daerah. Buruknya layanan kesehatan masih menjadi keluhan kalangan masyarakat yang kurang mampu di Indonesia. Buruknya pelayanan tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek. Mulai dari antrean panjang yang kurang kondusif, kerumitan dalam mengurus syarat-syarat administrasi, sampai adanya calo dalam pengurusan pelayanan kesehatan gratis bagi warga miskin yang kerap dijadikan lahan bisnis untuk bebrapa oknum. Bahkan sejumlah penolakan yang dilakukan beberapa rumah sakit besar di Indonesia kepada warga kurang mampu pun masih sering terjadi. Selain itu adanya permintaan uang muka sebagai syarat masuk perawatan hingga pungutan pungutan liar untuk memperoleh kartu berobat gratis.
Kartu berobat gratis merupakan salah satu program pemerintah yang sangat baik namun juga belum cukup meringankan penderitaan warga kecil dalam menggratiskan biaya pengobatan. Faktanya, di lapangan banyak dijumpai berbagai kejanggalan  dalam memperoleh akses kesehatan yang semestinya.
Kemiskinan mungkin sulit dihapus dari muka bumi ini. Bahkan negara-negara maju sekalipun, kemiskinan masih menjadi momok. Di Indonesia, kemiskinan merupakan salah satu permasalahan besar yang tengah dihadapi, dengan jumlah penduduk miskin yang cukup besar di antara negara-negara berkembang lainnya. Pelayanan rumah sakit yang hangat dan tulus sangat dibutuhkan warga kecil untuk menikmati kesehatan. Untuk itu, pemerintah harus lebih tegas dalam mengawasi rumah sakit yang bisa menampung pasien miskin melalui Peraturan Pemerintah.
Upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan terhadap warga miskin melalui JAMKESMAS masih belum dapat terealisasi dengan baik. Banyak pasien pengguna JAMKESMAS yang dipersulit dengan urusan administrasi. Pemerintah perlu memberikan perhatian khusus untuk menangani masalah ini. Hal ini karena kesehatan merupakan hak dasar setiap warga negara. Negara wajib memberi jaminan kesehatan kepada warganya, termasuk warga miskin.

B.     ANALISIS

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/ 1992 tentang kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapat pelayanan kesehatan. Maka, setiap individu, keluarga, dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatanya, dan negara bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk masyarakat miskin dan tidak mampu. Angka kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah tersebut diakibatkan karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Kesulitan akses pelayanan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tidak adanya kemampuan secar ekonomi karena biaya pengobatan penyakit yang relatif mahal.
Bagi warga miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memuaskan adalah hal yang sangat sulit. Mereka harus memenuhi berbagai macam syarat yang ditentukan oleh pihak rumah sakit. Syarat-syarat tersebut menjadi alat  untuk mempersulit pasien warga miskin untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pihak rumah sakit terlalu mementingkan syarat daripada pelayanan yang diberikan.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin mempunyai arti penting, karena beberapa alasan pokok yakni:
1.      Kesehatan masyarakat menjamin terpenuhinya keadilan sosial khusunya bagi masyarakat miskin, sehingga pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin mutlak mengingat kematian bayi dan kematian balita 3 (tiga) kali dan 5 (lima) kali lebih tinggia dibanding keluarga tidak miskin. Di sisi lain penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang baik bagi masyarakat miskin, dapat mencegah 8 (delapan) juta kematian tiap tahunnya.
2.      Untuk kepentingan politis nasional yakni menjaga keutuhan integrasi bangsa dengan meningkatkan upaya pembangunan (termasuk kesehatan) di daerah miskin dan kepentingan politis internasional untuk menggalang kebersamaan dalam memenuhi komitmen global guna menurunkan angka kemiskinan melalui upaya perbaikan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin.
3.      Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesehatan penduduk yang baik, pertumbuhan ekonomi akan baik pula dengan demikian upaya mengatasi kemiskinan akan lebih mudah dengan prospek ke depan yang jauh lebih berhasil.

C.     DAMPAK

Kemiskinan dan penyakit hubungannya sangat erat, tidak akan pernah putus kecuali dilakukan intervensi pada salah satu atau kedua sisi, yakni pada kemiskinannya atau penyakitnya. Kemiskinan mempengaruhi kesehatan sehingga orang miskin menjadi rentan terhadap berbagai macam penyakit, karena mereka mengalami gangguan seperti :
a.       Menderita gizi buruk;
b.      Kurangnya pengetahuan warga tentang kesehatan;
c.       Kurangnya perilaku hidup sehat dan bersih;
d.      Lingkungan pemukiman yang kurang memadai;
e.       Tidak tersedianya biaya kesehatan.
Sebaliknya kesehatan mempengaruhi kemiskinan. Masyarakat yang sehat akan menekan tingkat kemiskinan karena orang yang sehat mempunyai kondisi sebagai berikut :
a.       Prodiktivitas kerja tinggi;
b.      Rendahnya biaya pengeluaran untuk keperluan berobat;
c.       Masyarakat dapat berinvestasi dan menabung;
d.      Meningkatnya mutu pendidikan;
e.       Angka fertilitas (kelahiran) dan mortalitas (kematian) rendah;
f.       Stabilitas ekonomi terjamin.
D.    KESIMPULAN

Buruknya layanan kesehatan masih menjadi keluhan kalangan masyarakat yang kurang mampu di Indonesia. Upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan terhadap warga miskin melalui JAMKESMAS masih belum dapat terealisasi dengan baik. Pemerintah perlu memberikan perhatian khusus untuk menangani masalah ini. Hal ini karena kesehatan merupakan hak dasar setiap warga negara. Negara wajib memberi jaminan kesehatan kepada warganya, termasuk warga miskin.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam menghadapi permasalahan kesehatan di atas dapat dilakukan dengan cara:
1.      Membebaskan biaya kesehatan dan mengutamakan masalah-masalah kesehatan yang banyak diderita masyarakat miskin seperti malaria, kurang gizi, PMS dan berbagai penyakit infeksi lain dan sanitasi lingkungan.
2.      Mengutamakan penanggulangan penyakit warga kurang mampu.
3.      Meningkatkan penyediaan serta efektivitas berbagai pelayanan kesehatan masyarakat yang bersufat non personal seperti penyuluhan kesehatan, regulasi pelayanan kesehatan dan penyediaan obat, keamanan dan kesehatan makanan, pengawasan terhadap kesehatan dan kebersihan lingkungan pemukiman serta kesehatan dan keselamatan kerja.
4.      Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat miskin.
5.      Meningkatkan partisipasi dan konsultasi terhadap masyarakat miskin.
6.      Realokasi berbagai sumber daya yang tersedia dengan memprioritaskan daerah miskin.


Masyarakat miskin cenderung memiliki derajat kesehatan yang rendah. Penyebab utama dari rendahnya derajat kesehatan masyarakat miskin selain ketidakcukupan pangan adalah keterbatasan akses terhadap pelayanan kesehatan. Problem keterbatasan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan harus segera diatasi. Dengan adanya program BPJS Kesehatan, semua masyarakat miskin di Kelurahan Bumirejo Kabupaten Kebumen diharapkan dapat menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah; (1) bagaimana akses masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan program BPJS Kesehatan di Kelurahan Bumirejo Kabupaten Kebumen, (2) faktor-faktor apa yang menjadi kendala masyarakat miskin di Kelurahan Bumirejo untuk ikut serta dalam program BPJS Kesehatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana akses masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan program BPJS Kesehatan di Kelurahan Bumirejo Kabupaten Kebumen dan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala masyarakat miskin di Kelurahan Bumirejo untuk ikut serta dalam program BPJS Kesehatan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif yang dilakukan secara interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat miskin yang menjadi peserta PBI BPJS Kesehatan kini semakin mudah menggunakan layanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa akses masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan program BPJS Kesehatan di Kelurahan Bumirejo Kabupaten Kebumen sudah semakin baik. Meskipun demikian masih dijumpai beberapa kendala yang mengakibatkan masyarakat miskin di Kelurahan Bumirejo tidak mengikuti program BPJS Kesehatan. Kendala tersebut antar lain karena masyarakat miskin di Kelurahan Bumirejo tidak tahu program BPJS Kesehatan, tidak tahu panduan BPJS Kesehatan, terbatasnya kuota penerima PBI BPJS Kesehatan, tidak memiliki kartu identitas dan jarak fasilitas pelayanan kesehatan mitra BPJS Kesehatan yang jauh dengan tempat tinggal. Dari hasil penelitian, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut; (1) kepada pemerintah Kelurahan Bumirejo perlu mengusulkan kepada Disnakertransos Kabupaten Kebumen agar masyarakat miskin di Kelurahan Bumirejo yang belum menerima jaminan kesehatan PBI BPJS Kesehatan bisa menerimanya, (2) kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan cabang Kebumen sebagai operator dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional, hendaknya ix memberikan sosialisasi secara menyeluruh, sehingga semua masyarakat bisa tahu dan memahami program BPJS Kesehatan, (3) kepada masyarakat miskin di Kelurahan Bumirejo hendaknya memanfaatkan adanya program BPJS Kesehatan sehingga implementasi program BPJS Kesehatan dapat sesuai dengan tujuan, (4) Kepada Pemerintah Kabupaten Kebumen hendaknya mengupayakan agar semua pelayanan kesehatan yang ada di Kabupaten Kebumen agar bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, sehingga bisa mempermudah masyarakat peserta BPJS Kesehatan untuk mengakses pelayanan kesehatan.


Akses Masyarakat Miskin terhadap Pelayanan Kesehatan
Akses adalah kemudahan dalam menggunakan dan atau memasuki sesuatu hal. Akses terhadap pelayanan kesehatan adalah kemudahan yang diberikan kepada setiap masyarakat dalam menggunakan kesempatannya untuk memasuki dan mendapatkan pelayanan kesehatan. Seperti dituliskan oleh Susanti (2009:37), masyarakat miskin memiliki akses yang sangat terbatas dalam segala bidang kehidupan termasuk bidang kesehatan, yang dalam hal ini pelayanannya dilakukan oleh rumah sakit umum. Akses tidak hanya dalam bentuk partisipasi dalam format kebijakan sebuah peraturan, namun juga meliputi akses layanan kesehatan yang diterima, yang disebabkan oleh birokrasi yang terkesan “memarginalkan” keluarga miskin, dalam hal memberikan pelayanan kesehatan kepada mereka. Akses adalah faktor untuk menilai mutu pelayanan kesehatan dalam hubungannya dengan kuantitas pelayanan kesehatan. Apabila pelayanan kesehatan yang diberikan tidak cukup memberi keuntungan nyata pada kesehatan dan kesejahteraan pasien, jelas pelayanan kesehatan ini tidak cukup kuantitasnya, juga berarti tidak bermutu baik (Sudiro, 2009:4). Dalam pelayanan kesehatan, akses selalu didefinisikan sebagai akses ke layanan, penyedia atau institusi, sehingga didefinisikan sebagai peluang atau 13 kemudahan konsumen atau masyarakat mampu menggunakan layanan yang sesuai dengan kebutuhan mereka (Levesque Jean-Frederic, dkk, 2013:1). Dalam pelayanan kesehatan, akses biasanya didefinisikan sebagai akses ke pelayanan, provider dan institusi. Menurut beberapa ahli akses lebih daripada pelengkap dari pelayanan kesehatan karena pelayanan dapat dijangkau apabila tersedia akses pelayanan yang baik. Sementara umumnya para ahli menyadari bahwa karakteristik pengguna akan mempengaruhi karakteristik provider dalam memberikan pelayanan. Atau dengan kata lain, akses ke pelayanan terbentuk dari hubungan antara pengguna dan sumber daya pelayanan kesehatan. Jean-Frederic Levesque, Mark F Harris dan Grant Russell (2013:4) membuat lima dimensi aksesibilitas layanan, yaitu: 1. Kedekatan Kedekatan berhubungan dengan pengguna mendapatkan pelayanan kesehatan yang bisa diidentifikasi dalam bentuk keberadaan pelayanan, bisa dijangkau dan berdampak pada kesehatan pengguna. 2. Kemampuan menerima Berhubungan dengan faktor sosial budaya yang memungkinkan masyarakat menerima pelayanan yang ditawarkan. 3. Ketersediaan Mengacu pada pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau kapanpun dan dimanapun. Ketersediaan tidak hanya secara fisik, namun secara sumber daya mampu memberikan pelayanan sesuai kemampuan. 14 4. Kesangguapan pengguna Mengacu pada kemampuan dari pengguna untuk menggunakan fasilitas kesehatan secara ekonomi maupun sosial. 5. Kesesuaian Mengacu pada kesesuaian antara pelayanan yang diberikan dan kebutuhan dari pengguna. Sedangkan untuk mengetahui bahwa program atau pelayanan yang diberikan mudah dijangkau oleh kelompok sasaran, maka dibuatlah sebuah indikator akses. Purwanto dan Sulistyastuti (2012:107) menyebutkan pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan untuk mengetahui aksesibilitas antara lain: a. Seberapa mudah bagi kelompok sasaran untuk dapat bicara dengan pimipinan atau provider senior untuk mengetahui penjelasan program atau jika mendapatkan masalah? b. Seberapa mudah bagi kelompok sasaran melakukan transaksi melalui media lain, misalnya telepon, short message service (sms), atau email? c. Apakah lokasi lembaga tersebut jelas dan mudah dijangkau? d. Apakah kelompok sasaran yang terdiri dari berbagai etnis mempunyai akses yang sama terhadap program atau tidak. e. Pertanyaan yang sama juga dikembangkan untuk menjawab pertanyaan tentang aksesibilitas dari sisi: strata sosial, ekonomi, pendidikan dan sebagainya.



Menurut kelompok kami berpendapat bahwa jaminan kesehatan bagi rayat miskin sangatlah rendah, karena tidak tepatnya sasaran jaminan kesehatan bagi rakyat miskin,  rakyat miskin mendapatkan jaminan sosial kesehatan gratis. Dimana pemerintah yang telah membayar iuran kepesertaannya dalam BPJS Kesehatan. Rakyat miskin benar-benar menjadi obyek politik kesehatan di era SBY Boediono maunpun era Jokowi-JK. Pada akhir dan awal dua pemerintahan ini, lahir dua program kesehatan yang tumpang tindih. Satu JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) dan dua KIS (Kartu Indonesia Sehat). Sesungguhnya, dua program tersebut sama persis, hanya beda "casing" saja. Hal tersebut salah satu bukti politik kesehatan yang semu. Semua ego, semua cari nama, semua tak mau mengalah, untuk memenuhi janji kampanye semu. Padahal, pelayanan kesehatan adalah fungsi dasar negara bagi warganya. Konstitusi mengamanahkan negara memberikan pelayanan kesehatan bagai warganya tanpa terkecuali. Kaya miskin sama-sama punya hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tersebut. Jadi, amanah konstitusi ini yang gayung bersambut dengan kemauan politik setiap rezim pemerintahan untuk memperbaiki layanan kesehatan. Termasuk pemberian layanan kesehatan gratis bagi rakyat miskin. Apalagi kemauan politik setiap rezim berbanding lurus dengan kepentingan politik rezim itu sendiri untuk menarik simpati rakyat dalam pemilu demokratis. Layanan kesehatan gratis menjadi "jargon kampanye" setiap kandidat calon. Ironis, terkadang, kandidat calon tak benar-benar memikirkan bagaimana membumikan jargon kampanye menjadi program pemerintah yang aplikatif dan riil dirasakan rakyat. Rakyat selalu menjadi "korban" dari uji coba program antar pemerintahan yang tumpang tindih dan membingungan rakyat. Program JKN dan KIS ini salah satu contohnya. Yang dibutuhkan oleh rakyat bukan "kartu", melainkan layanan kesehatan yang baik dan berkualitas. Kartu hanya "sarana" bukan "tujuan". Jaminan kepastian pelayanan kesehatan jauh lebih utama daripada kartu itu sendiri. Dinas kesehatan, rumah sakit, puskesmas, klinik kesehatan keluarga dan lain sebagainya adalah "muka" dari wajah layanan kesehatan pemerintah. Baik buruk, langsung bisa dirasakan oleh rakyat melalui layanan kesehatan yang tersedia di institusi kesehatan masyatakat tersebut. Oleh karena itu, presiden dan wakil presiden yang baru semestinya tak perlu melaunching kartu baru, seperti KIS dan semacamnya. Kartu BPJS Kesehatan sudah cukup mewakili dari visi, misi dan program KIS Jokowi-JK. Dengan demikian, pemerintahan baru tinggal melanjutkan dan memperbaiki tata kelola layanan kesehatan sebagai manifestasi dari UU No 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Barangtentu, ini memiliki tujuan yang mulia. Antara lain: pertama, menghindari program yang tumpang tindih. Sebab, program seperti itu memiliki implikasi bagi kesemrautan dan kekacauan sistemik dan birokratis. Kedua, untuk menghindari double ID-card. Setiap warga hanya memiliki satu ID-card sebagai tanda kepesertaan dan kepastian mendapat jaminan layanan kesehatan. Ketiga, untuk menghindari pemborosan anggaran, akibat program ganda dan identitas yang ganda tersebut. Prinsip, satu pos anggaran kesehatan hanya boleh membiaya satu kegiatan. Bukan anggaran ganda seperti sekarang. BPJS Kesehatan bersumber dari APBD. Sementara, KIS bersumber dari Corporate Social Responsibility (CSR) BUMN. Keempat, pemerintah bisa berhemat tenaga dan dana untuk program yang lain, termasuk program peningkatan kualitas layanan kesehatan bagi warga, baik berupa program promotif-preventif maunpun berupa program rehabilitatif-kuratif. Karena hakikinya, pembangunan kesehatan itu adalah Indonesia sehat. Tapi rupanya, pemerintahan Jokowi-JK tak mau melanjutkan program pemerintahan SBY-Boediono. Sampai-sampai harus merubah Kartu BPJS Kesehatan pada KIS. Alasannya: kedua kartu ini tidak sama. Walaupun, sesungguhnya dua kartu itu sama saja. Politik kesehatan semu ternyata juga dilakukan oleh pemerintahan dari koalisi Indonesia Hebat ini. Kongklusi di atas berdasarkan pada Surat Edaran Kementerian Kesehatan RI No HK.03.03/III/3555/2014 tentang Pelaksanaan Kartu Indonesia Sehat (KIS) di Fasilitas Kesehatan, tertanggal 5 Nopember 2014, yang isinya: Pertama, peserta KIS adalah peserta PBI JKN, ditambah peserta Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), bayi yang lahir serta orang tuanya. KIS ini secara bertahap akan menggantik PIB JKN. Kedua, pelayanan kesehatan KIS adalah sama dengan pelayanan kesehatan PBI JKN. Ketiga, kartu PBI JKN tetap berlaku, sebelum pemegang kartu tersebut diganti dengan KIS, dan seluruh peserta PBI JKN mendapat KIS keseluruhan. Keempat, penyelenggara pembiayaan KIS tetap satu-satunya ditangani oleh BPJS Kesehatan. Kelima, perluasan manfaat KIS akan disinergikan dan diintegrasikan dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi perseorangan, baik secara promotif, preventif maupun kuratif, dalam aturan lebih lanjut. Keenam, diharapkan Dinas Kesehatan Propinsi menginformasikan perihal KIS ini serta menginstruksikan fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan pada seluruh pemegang KIS. Dari 6 point dari Surat Edaran di atas, semakin jelas. Bahwasannya, KIS tak lain dan tak bukan hanya pergantian casing dari Kartu BPJS Kesehatan. Layaknya pergantian casing, karena yang lama rusak, atau pingin yang baru, isinya tetap. Tak ada perubahan apa pun. Sehin

0 comments